Dialog Antar Agama Untuk Menyatukan Makna Keimanan

Kita hidup tidak sendiri, terdapat orang lain yang mengisi ruang-ruang kehidupan kita. Sehingga agar dapat hidup berdampingan perlu untuk kita menjalin hubungan baik dengan orang lain. Mengenal adalah langkah pertama dalam menjalin hubungan. Diawali dengan mengenali diri sendiri kemudian mengenali orang lain. Tentu saja ada proses yang dibutuhkan dalam menjalin hubungan supaya berjalan dengan baik.

Berangkat dari hal tersebut dalam rangka untuk membangun kerjasama antar kepercayaan, Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN Sunan Kalijaga bekerjasama dengan DIAN Interfidei Mengadakan seminar yang bertajuk“Building Trust and Cooperation among us for Indonesia : Learning from 500 years Reformation”pada Kamis (19/10/17) . Prof Leo J Koffman selaku peneliti sekaligus akademisi dariThe Protestant Theological of University Amsterdam,Belanda bersama Prof. Dr. Siswanto (UIN Sunan Kalijaga) dan Romo Dr. Matheus Purwatma (Universitas Sanata Dharma) dihadirkan sebagai pemateri pada seminar kali ini.

Dalam paparannya, Prof. Leo J Koffman menyampaikan hasil penelitiannya tentang “Learning from 500 years Reformation”yang antara lain berisi 3 poin, yakni; reformasi dan bagaimana konsekuensinya yaituReligious wars(Perdebatan agama), The concept religious freedom(Konsep kebebasan agama) danThe concept of democracy(Konsep Demokrasi). Dengan menunjukan data pemeluk agama yang terdapat di negaranya Prof. Leo menjelaskan hasil dari jumlah pemeluk agama sekarang merupakan salah satu sebab dari adanya reformasi di masa lalu.

Reformasi tersebut terjadi karena adanya perbedaan pandangan antara Institusi Gereja dengan Marthin Luther sekitar pada abad ke lima belas, sehingga reformasi tersebut juga dikenal dengan reformasi Luther. Beberapa hal yang mendorong reformasi Luther antara lain banyak aturan yang mengatasnamakan agama, tapi untuk mengumpulkan uang melalui cara-cara yang tidak wajar : jika orang ingin keselamatannya terjamin maka ia harus membayar dengan harga yang mahal. Aturan-aturan yang tidak wajar itu kemudian mendasari perbuatan Luther pada tanggal 31 Oktober 1571 untuk memasang 95 tesis di Gereja Wittenberg yang isinya tentang menentang aturan-aturan yang dibuat gereja seperti jual-beli jabatan gereja, menentang otoritas kaum gereja sebagai penentu keselamatan dan sebagainya.

Romo Matheus menyampaikan, setelah 500 tahun reformasi Luther tersebut diadakanlah Konsili Vatikan II (1962-1965) dengan gagasan membuka Gereja untuk membarui diri. Gereja katholik tidak lagi mengklaim dirinya sebagai satu-satunya pembawa keselamatan, sehingga mau melakukan dialog dan kerjasama dengan yang lain. Ia juga mengakui tentang kebebasan beragama (religious freedom). Terkait denganconcept of religious freedomtersebut, kini di Belanda yang menganut asas sekulerisme memisahkan antara urusan keagamaan dengan politik atau Negara. Urusan keagamaan kini hanya dapat menyentuh ke ranah masyarakat karena tidak mempunyai akses untuk menyentuk urusan pemerintahan.

Prof Siswanto kemudian menambahkan penjelasan terkait Reformasi dalam konteks Reformasi untuk Indonesia. Prof. Siswanto mengartikan reformasi sebagai perubahan yang menuju lebih baik. Menurutnya dalam konteks hidup beragama di Indonesia orang yang beriman pasti kehidupannya harmonis, karena setiap agama pasti mengajarkan kebaikan. Manusia yang disebut juga denganagent of changesebelum bertekad untuk memperbaiki sesuatu alangkah baiknya untuk memulainya dari diri sendiri. Karena hal yang sudah hilang dari kehidupan kita di era sekarang adalah tidak memperdulikan orang terdekat kita namun lebih memperhatikan orang yang jauh di sana.

Setelah mengenal diri kita sendiri langkah selanjutnya adalah untuk mengenal orang lain. Prof. Siswanto menyarankan, untuk mengaplikasikannya seperi teori Resiprosity, bahwa ketika A memandang B penting maka A akan merasa membutuhkan B, begitu sebaliknya. Melalui forum ini diharapkan bisa memberi pemahaman untuk saling mengenali antar sesama beda agama untuk meraih kebaikan bersama, cdemikian harap Prof Siswanto. Forum ini ditutup oleh moderator yang juga Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, Innayah Rahmaniyah, dengan statement nya “Tak kenal maka tak sayang. Kenali dirimu maka kau akan menyayangi dirimu. Menyayangi dirimu maka kau akan menyayangi orang lain” (Royyan, Weni-Humas UIN Sunan Kalijaga/Foto Khabib).