UIN Lakukan MoU dengan Mazaheb University, dan Kuliah Umum “Amar Ma’ruf Nahi Munkar dalam Koridor Islam dan Demokrasi

UIN Sunan Kalijaga melakukan MoU dengan Mazaheb University, Iran. Agenda acara yang diselenggarakan di Gedung Prof. Saifuddin Zuhri, kampus setempat, 10/8/18 tersebut dihadiri Wakil Rektor bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama, Dr. Waryono Abdul Ghafur, M. Ag., dan Rektor Mazaheb University, Prof. Dr. Mohammed Hossein Mokhtari, didampingi Deputy Research and Technology Mazaheb University, Hojjatollah Ebrahimian, Ph.D., dan Abdul Basit Nourizad . MoU dilanjutkan Seminar. Selain dari Iran, Sujadi Ph.D. (Dosen Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga) juga mejadi pembicara.

Dalam sambutannya pada agenda ini, Dr. Waryono menyampaikan, Universitas Mazaheb telah membuka pintu untuk student exchange, lecturer exchange, dan rencana kerjasama dalam bentuk riset kolaboratif. Selama ini telah banyak dosen UIN Sunan Kalijaga yang melakukan penelitian tentang Iran, oleh karenanya ke depan bisa disokong oleh kerjasama ini. Jauh sebelum forum ini, Hojjatollah Ebrahimian, Ph.D., telah merintis Iranian Corner, yang menempati salah satu ruangan di UPT Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga.

Sementara itu, Prof. Dr. Mohammad Hosein Mokhtari, berharap kerjasama antara Iran dan Indonesia dapat menjadi wahana untuk menyatukan Umat Islam antar bangsa. Melalui Universitas Mazaheb bisa didiskusikan tentang interpretation Al Qur’an, Islamic phylosophy, dan mindset pemikiran yang sejalan tentang pengembangan keislaman dan keilmuan.

Berlanjut dalam presentasinya Prof. Hosen Mokhtari memaparkan, umat Islam di berbagai negara perlu menyatukan langkah dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Ada hubungan antara pemerintahan dengan penegakan nilai-nilai amar ma’ruf nahi munkar. Sistem pemerintahan memiliki tugas untuk menegakkan apa yang diperintahkan dan apa yang di larang dalam Islam. Di Iran, masyarakat pada umumnya mendorong pemerintah untuk menjalankan perintah agama dalam Quran dan Sunnah, dan pemerintah tidak boleh mengekang masyarakatnya dalam beragama. Terkait dengan demokrasi, Islam memberikan hak kepada masyarakat untuk menjalankan kehidupannya dan mewajibkan pemerintahan untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Menjadi hak dasar masyarakat untuk mengawasi pemerintah dalam pelaksanaan nilai-nilai Islam yang tertuang di dalam Al Quran. Sehingga Pemerintahan apapun bentuknya akan sejalan dengan nilai-nilai Al Qur’an.

Pembicara kedua adalah Abdul Basit Nourizad. Selain sebagai akademisi di Mazaheb University, ia adalah seorang jaksa. Dalam presentasinya antara lain menyampaikan, bahwa agama intinya adalah nasehat, pondasi agama adalah nasihat. Oleh karenanya ulama Islam hendaknya berusaha melakukan atau bergerak sesuai koridor yang ditetapkan oleh Rasulullah. Salah satu syarat amar ma’ruf nahi munkar adalah memiliki ilmu, dan ilmu yang bisa menentukan mana kemungkaran dan mana yang tidak. Seorang ulama harus memiliki fiqh tabligh sehingga dengan cara tabligh yang benar ulama dapat menyampaikan pesan dengan baik.

Yang menjadi persoalan adalah banyak yang mengaku Islam tapi tidak paham metode tabligh sehingga menemukan masalah yang luar biasa. Cara radikal/ekstrim tidak benar, Rasulullah dikenal sebagai sosok lemah lembut di jazirah arab yang keras. Kita sebenarnya adalah umat tengah/moderat. Untuk itu perlu selalu menjaga keseimbangan, dengan terus melakukan dialog dan kerjasama dalam menjalankan tabligh.

Sujadi, Ph.D menambahkan, Amar ma’ruf dan nahi munkar diperintahkan baik dalam Al Qur’an maupun Hadits. Menurut Sujadi, dalam konteks Indonesia, meskipun hukum positif tidak secara langsung berlandaskan Al Quran dan Hadits, amar ma’ruf nahi munkar diejawantahkan oleh pemerintah melalui Kementerian Agama dengan melalui program-program kerjanya. NU dan Muhammadiyah merupakan organisasi muslim terbesar dan tertua di Indonesia yang dalam kiprahnya juga sebagai pengejawantah amar ma’ruf , selain melalui program-progran kerja, juga mengkritisi jalannya pemerintahan. (Weni/Doni-humas)