RM. Gusthilantika Marrel Sosialisaikan Peringatan Jumenengan Sultan HB X di Kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Cucu Sri Sultan Hamengkubuwono X dari putra GKR. Condo Kirono, RM. Gusthilantika Marrel Suryokusumo Tepas Sri Wandawa didampingi kerabat keraton Yogyakarta berkunjung ke kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Senin, 26/2/19. Kunjungan mereka diterima Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof. Drs. KH. Yudian Wahyudi, MA., Ph.D., dan Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama, Dr. H. Waryono, M.Ag. Kunjungan tamu dari kraton tersebut bermaksud mensosialisasikan dua kegiatan besar Kraton Yogyakarta dalam rangka memperingati 30 tahun jumenengan Sri Sultan HB X (kalender Jawa), yang berdasarkan kalender Masehi jatuh pada tanggal 7 Maret 2019.

RM. Gusthilantika dalam penjelasannya antara lain menyampaikan, Keraton Yogyakarta Hadiningrat akan menyelenggarakan 2 agenda besar, yakni: Simposium (5-6/3/19) bertema “Budaya Jawa dan Naskah Keraton Yogyakarta.” dan Pameran (7/3/19) mengangkat tema “Merangkai Jejak Sejarah Negari Ngayogyakarta.” Seperti diketahui, saat Inggris menguasai Keraton Yogyakarta 1812 yang dikenal dengan sebutan Geger/Babad Sepehi (Spoi) sampai terjadinya perang Jawa (1825-1830), banyak kekayaan budaya Kraton dan naskah/manuskrip Keraton yang diboyong ke Inggris. Dalam perjalanan waktu tersebar ke seluruh penjuru, dimanfaatkan masyarakat dunia sebagai literatur kajian budaya dan agama. Banyak juga yang tersimpan di Perpustakaan Nasional Inggris yang kemudian diproses digitalisasi. Melalui negosiasi yang panjang, kini British Library menyerahkan kembali sejumlah 75 naskah/manuskrip yang sudah digitalisasi tersebut kepada Keraton Yogyakarta.

Untuk merayakan kembalinya kekayaan budaya kraton tersebut, bersamaan dengan peringatan 30 tahun Sri Sultan HB. X bertahta, maka Keraton Yogyakarta akan menyelenggarakan 2 agenda besar di atas. Menurut RM. Gusthilantika, Simposium menghadirkan pembicara ternama, di antaranya sejarawan serta peneliti budaya Jawa, Peter Carey, kurator serta perwakilan dari British Library, Anabel Teh Gallop, peneliti gamelan Jawa dari AS, Roger Vetter, dan pakar dari sejumlah universitas di Indonesia. Ada juga narasumber dari 4 pemenang call for paper yang diselenggarakan Keraton sebelumnya.

Melalui simposium ini diharapkan menjadi edukasi dan penyebaran nilai budaya Jawa yang terkandung dalam naskah-naskah lama. Acara akan di gelar di Royal Ambarukmo Hotel Yogyakarta. Acara dibuka dengan beksan atau tarian "Jebeng" yang merupakan karya pendiri Keraton Yogyakarta Sri Sultan HB I. Kemudian dilanjutkan pidato Raja yang bertahta Sri Sultan HB X. Selama dua hari acara diskusi dikemas dalam empat topik. Pertama, sejarah bertajukPeristiwa Seputar Geger Sepehi di Keraton Yogyakarta; kedua, sastra atau filologi bertajukNaskah-naskah Keraton setelah peristiwa Geger Sepehi; ketiga, seni bertajukPertunjukan Seni dan Naskah Keraton Yogyakarta; keempat, sosial budaya bertajukNaskah Keraton dan Ilmu Pengetahuan Sosial Budaya.

Puncak rangkaian acara berupa pameran naskah kuno dan digital yang digelar di Kagungan Dalem Bangsal Pagelaran Keraton. Naskah yang dipamerkan warisan dari Sultan HB V berupa babad, serat, cathetan dan warni-warni dari perpustakaan Keraton, KHP Widyabudaya.

Teks-teks bedhaya, srimpi dan pethilan beksan dan cathetan gendhing berasal dari koleksi KHP Kridamardawa serta berbagai koleksi dari babadan Keraton Yogyakarta juga dipamerkan. "Selain pameran dalam bentuk fisik, beberapa naskah yang diserahkan British Library juga akan ditampilkan dalam bentuk digital," ujar RM. Gusthilantika. Pameran dibuka pukul 09.00 hanya membayar biaya administratif di Bangsal Pagelaran Keraton Yogyakarta. Pameran berlangsung sebulan penuh, dari 7 Maret sampai 7 April.

Selain pameran, akan dibuka kelas kuratorial dan tutorial di ruang pameran yang dipandu akademisi dan komunitas. Tujuannya untuk menyuburkan akademis di Yogyakarta serta bentuk apresiasi ketertarikan masyarakat terhadap budaya dan sejarah yang semakin tinggi."Harapannya agar masyarakat semakin sadar pentingnya merawat identitas yang diwariskan oleh leluhur. Keraton memiliki semangat dalam upaya digitalisasi koleksi budaya dan pusaka milik Keraton. Proses dilakukan secara berkelanjutan agar koleksi keraton terus terjaga dan dimanfaatkan generasi yang akan datang,” kata RM Gusthilantika.

Prof. Yudian Wahyudi dalam sambutannya antara lain menyampaikan, pihaknya merasa ikut berbangga dan bersyukur, Sri Sultan HB X bisa memimpin selama 30 tahun. Menurut Rektor, kampus UIN Sunan Kalijaga merasa memiliki partner pengembangan Studi Keislaman yang mutualistik dengan Keraton Yogyakarta. Karena keduanya ada satu kesamaan Keislaman secara spiritual, konseptual, kontekstual dan implementatif dari ajaran Keislaman Sunan Kalijaga yang menyatu dengan budaya dan kearifan lokal. Islam yang bisa ngayomi dan bekerjasama dengan agama-agama lain, untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama dalam bingkai NKRI. Inilah yang disebut moderasi Islam.

Rektor mengingatkan kembali sejarah NKRI. Menurutnya, kalau saat itu Sultan HB IX bersikap egois karena beliau berkuasa, maka Indonesia akan terpecah-pecah. Tetapi beliau memilih NKRI dan menyerahkan kekuasaannya, maka sudah pantas kalau Yogyakarta diberi keistimewaan, dan ini konstitusional, tegas Prof. Yudian Wahyudi.

Ke Depan Rektor mengajak keterlibatan Keraton Yogyakarta untuk terus menyuburkan moderasi Islam dan mengembangan budaya Indonesia di tengah peradaban global dalam rangka menguatkan karakter bangsa. Ketahanan dan Kemajuan NKRI terletak pada keberhasilan moderasi Islam, kalau moderasi Islam ini bergeser akan terjadi kekacauan di negeri ini. Selama ini sudah ada berbagai kerjasama antara UIN Sunan Kalijaga dengan kraton, tinggal mengembangkannya agar semakin baik,” demikian harap Rektor. (Weni/Habib)