Helmy Yahya Sharing Session di UIN Suka

Ratusan mahasiswa prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan HumanioraUIN Sunan Kalijaga mengikuti Sharing Sessionyang menghadirkan bintang tamu Direktur Utama Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesaia (LPP-TVRI), Helmy Yahya, MPA., A.k., CPMA., CA., bertempat di aula kampus Fakultas Sosial dan Humaniora, UIN Sunan Kalijaga, 11/9/19. Forum ini dihadiri Dekan Fakultas Imu Sosial dan Humaniora, Dr. Mochamad Sodik, M. Si., dan jajaran Dekanat. Forum ini dimoderatori oleh Drs. Bono Setyo, M.Si., Direktur COMTC (Center for Communication Studies and Training) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Di hadapan para mahasiswa Helmy Yahya antara lain menyampaikan tentang tantangan generasi milenial menghadapi era disrupsi 4.0. Helmy Yahya memberikan gambaran perkembangan teknologi yang begitu pesatnya, yang menuntut kehidupan dari generasi ke generasi harus sigap berinovasi agar bisa eksis baik dalam karya maupun pola kehidupan ditengah masyarakat global.

Helmi mengawali ceritanya tentang bagaimana temuan teknologi yang menguasai masyarakat dunia bisa dengan cepat tergantikan oleh temuan teknologi baru. Nokia; teknologi digital 2G yang sukses menghubungkan masyarakat dunia ini rasanya seperti tak tergantikan. Kala itu kita merasa Nokia sudah demikian canggih. Tetapi dalam waktu yang singkat tergusur oleh Blackberry, kemudian I-Phone, dan sekarang OPPO. Ini adalah gambaran betapa cepatnya dunia berubah, dan ini baru dari sisi produk teknologi. Tentang siapa yang menguasai, juga berubah sangat cepat. Dulu kekayaan tertinggi dipegang oleh dunia otomotif, minyak, dan industri. Kemudian bergeser ke microsoft. Sekarang sudah bergeser lagi ke Internet of Thing. Aplikasi online, telekomunikasi dan semacamnya inilah yang sekarang merajai dunia. Uber, Alibaba.com, Bitcoin, Jeck Ma, Air Bnb, Face Book adalah contoh perusahaan aplikasi online yang saat menguasai dunia, sebagai hasil inovasi orang-orang yang mau berpikir cerdas.

Orang-orang yang mau berinovasi bisa menciptakan value (murah, cepat, bervariasi), mengubah perilaku masyarakat, dan mengubah model bisnis, serta menyingkirkan pemain lama. Nadiem Makarin, pencipta Gojek dengan berbagai aplikasinya (gojek, go food, go massge, Go Tik, Go Mark, dan seterusnya) adalah contoh orang yang mau berpikir cerdas untuk melahirkan inovasi-inovasi, hingga bisa memiliki perusahaan aplikasi online tidak hanya Unicorn, tapi bahkan Dekacorn.

Siapapun sebenarnya bisa seperti Nadien, karena sesungguhnya inovasi online itu tidak terbatas, kata Helmy Yahya. Dari paparannya itu Helmy Yahya berharap, para mahasiswa tidak hanya tekon dalam kuliah untuk neraih nilai tinggi, tapi juga harus mau berpikir keras, berekperimen hingga bisa menghasilkan inovasi-inovasi yang bermanfaat bagi pembangunan masyarakat, dan syukur-syukur bisa membuka lapangan pekerjaan. Jadi stop mencari pekerjaan, tapi ciptakan lapangan pekerjaan melalui kreatifitas dan inovasi. Mereka yang terbiasa perpikir keras dan merealisasikan ide-idenya itulah yang akan selalu bisa beradaptasi terhadap perubahan zaman yang begitu cepat, jelas HelmyYahya.

Itu juga yang dilakukan adik kandung politikus, Tantowi Tahya ini, ketika diberi mandat Pemerintah untuk memajukan kembali TVRI yang telah lama terdisrupsi. Menurut Helmi Yahya, TVRI merupakan lembaga penyiaran yang paling parah terdisrupsi (karena yang semula nomor 1 menjadi nomor 11). TVRI yang awalnya memiliki pemancar paling banyak dan paling baik, SDM yang paling profesional, peralatan yang tercanggih harus rela tenggelam, ibarat raksasa yang tidur panjang karena tidak ada yang mau berinovasi.

Dijelaskan Helmy, penyebab TVRI tenggelam karena lahirnya generasi milenial dan kehidupan yang semakin demokratis dalam segala hal. Maka sebagai Top Leader, ia harus melakukan perubahan untuk meraih kembali perhatian masyarakat, terutama kaum milenial kepada TVRI. Ia yakin perubahan akan berhasil jika dimulai dari Top Leader-nya. Langkah awal Helmy Yahya melakukan identifikasi kekuatan yang dimiliki TVRI dan mermasalahan yang harus diatasi. Kekuatan; TVRI memiliki 365 pemancar, TV swasta tidak lebih dari 60 pemancar. TVRI bisa menjangkau 160 juta pemirsa, TV swasta rata-rata hanya 60 juta pemirsa. Permasalahan; 70% SDM sudah tua (berumur di atas 40tahun), laporan keuangan dan aset yang tidak jelas.

Dari kelemahan itu, Helmy Yahya berupaya keras untuk melakukan pendekatan, melatih dan memberi masukan langsung kepada SDM di semua bagian. Memantapkan misi sebagai lembaga penyiaran publik yang mengedepankan edukasi, budaya, dakwah dan lembaga penyiaran yang netral. Belanjut melatih sendiri SDM produksi untuk berinovasi membuat program-program siaran pendidikan, budaya, dan dakwah yang kreatif sehingga bisa mendokrak rating menggungguli televisi swasta. Pada Uji coba awal, TVRI menyiarkan program siaran langsung prosesi Salat Jum’at Masjid Istiqlal dan film dokumenter menjelajah pulau pulau Indonesia yang dikemas apik. Ternyata mampu menyedot perhatian masyarakat hingga bisa menduduki rating 1. Dari itu Helmy Yahya menyimpulkan bahwa masyarakat Indonesia sebenarnya menyukai siaran-siaran edukasi, budaya maupun dakwah yang dikemas dengan elegan.

Upaya keras yang dilakukan Helmy Yahya ini ternyata membawa LPP TVRI menjadi pilihan nomor 1 lagi bagi sebagian besar masyarakat Indonesia termasuk generasi milenial. Pihaknya juga menerima aplouse yang luar biasa dari banyak pihak dan koleganya, baik dari dalam dan luar negeri. Bono berharap, sharing session bersama Helmy Yahya ini dapat menginspirasi dan memotivasi mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora untuk mengubah mindset dari mengejar formasi sebagai pegawai atau karyawan menjadi berjuang keras untuk mewujudkan cita cita menjadi wirausaha yang sukses, yang bisa membuka banyak lapangan pekerjaan untuk masyarakat. (Weni/Doni)