Prof. Dr. Hj. Maizer Said Nahdi, M. Si., Dikukuhkan sebagai Guru Besar UIN Sunan Kalijaga

Ketua Senat UIN Sunan Kalijaga, Prof. Dr. H. Siswanto Masruri, MA., mengukuhkan Prof. Dr. Hj. Maizer Said Nahdi, M. Si., Sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, bertempat di Gedung Prof. RHA. Soenarjo, SH., Kamis, 21/11/19. Prof. Maizer dikukuhkan sebagai Guru Besar berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 30012/M/KP/2019. Prof. Maizer dikukuhkan sebagai Guru Besar setelah menyampaikan orasi ilmiahnya berjudul “Biologi Konservasi: Integrasi Pandangan Islam dan Peran Masyarakat Dalam Konservasi Ekosistem Menuju Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs)” dalam rapat senat terbuka yang dihadiri anggota senat universitas, Rektor UIN Sunan Kalijaga, segenap sivitas akademika UIN Sunan Kalijaga, dan para tamu undangan lainnya.
Dalam orasi ilmiahnya, Prof. Maizer antara lain menyampaikan, saat ini kondisi ekosistem telah banyak terdegradasi. Biologi Konservasi mendesak untuk dikaji, ditingkatkan dan diaplikasikan dalam Tri Darma Perguruan Tinggi menuju ekosistem berkelanjutan sebagai upaya perbaikan lingkungan hidup saat ini dan generasi mendatang. Biologi Konservasi merupakan cabang Ilmu Biologi yang dikembangkan interdisipliner untuk menghadapi berbagai tantangan dan perlindungan terhadap keanekaragaman hayati dan ekosistem. Salah satunya untuk mempelajari aktifitas manusia terhadap keberadaan dan kelangsungan hidup spisies, mencegah kepunahan spesies, menjaga variasi genetik, melindungi dan memperbaiki komunitas biologi dan fungsi ekosistem terkait, serta mendokumentasikan seluruh aspek keanekaragaman hayati di bumi.
Keseimbangan ekosistem sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia dan semua makhluk di bumi. Karena keseimbangan ekosistem menjaga integritas lingkungan melalui keseimbangan Karbon dioksida dan Oksigen, dan berfungsi mengendalikan banjir, menyediakan pembangkit energi, sumber makanan dan obat-obatan,produksi kayu, aestetika, sarana rekreasi dan wisata dan seterusnya. Aktifitas produktif manusia dan pesatnya pertumbuhan penduduk telah menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem di darat dan di laut, hingga terjadinya banyak bencana. Allah SWT telah memperingatkan, yang disebutkan dalam Al Qur’an (Q.S. Ar Ruum (30): 41): telah terjadi kerusakan di darat dan di laut akibat aktifitas manusia. Kemajuan sains dan teknologi telah banyak disalah gunakan manusia untuk mengeksploitasi sumber daya alam yang tak terkendali yang dampaknya semakin merusak ekosistem. Dengan kondisi tersebut, maka konservasi ekosistem mutlak dilakukan segera.
Dijelaskan, Allah SWT telah menciptakan alam semesta dengan sistem dan mekanisme yang sangat mengagumkan. Teliti dan detail sehingga keseimbangannya selalu terjaga, meskipun selalu terjadi perubahan secara terus menerus dalam ratusan bahkan jutaan tahun (Q.S. Ar Ra’d; Al-Mulk (67):3). Sikap manusia yang berlebihan dan serakahlah yang merusak keseimbangan itu. Alam mampu memenuhi kebutuhan primer manusia, tetapi tidak mampu memenuhi ketamakan manusia yang mengikuti nafsu dan zalim (Q.S. Ar Ruum (30):29). Rosulullah SAW juga telah mencontohkan tentang konservasi dalam bentuk Hima’ (cagar alam), Harim (larangan menebang pohon yang bermanfaat sebagai sda)dan Ahya al-mawat (menghidupkan tanah yang mati).
Indonesia patut bersyukur karena memiliki kekayaan biodiversitas, memiliki kekayaan 714 suku dan 340 budaya yang beragam. Wujud syukur itu bisa dilakukan dengan memelihara kelangsungannya. Indonesia mentargetkan Land Degtadation Neutrality (LDN) pada tahun 2030, dalam rangka mengatasi degradasi ekosistem. Pemerintah telah berupaya keras untuk itu, melalui berbagai program rehabilitasi, reboisasi, pembangunan persemaian permanen, kebun bibit rakyat, serta pembangunan konservasi tanah dan air. Namun belum mencapai hasil yang diharapkan. Sehingga dibutuhkan kerja sama berbagai pihak agar target pemerintah bisa tercapai dengan baik.
Banyak pihak yang telah terlibat dalam berbagai program konservasi ekosistem, seperti penghijauan lahan kritis Sultan Ground, Islamic Foundation for Ecology and Environmental Sciences yang melibatkan sejumlah pesantren dan sekolah se-Indonesia, Greenpeace bersama KLHK, MUI, NU dan Muhammadiyah dalam program pengurangan sampah kantong plastik.
Menurut Prof. Maizer, peran serta masyarakat luas dalam mengatasi degradasi ekosistem berbasis kearifan lokal akan sangat afektif, sekaligus masyarakat akan merasakan manfaat baik secara ekonomi, sosial dan spiritual. Kekayaan budaya sebagai kearifan lokal dapat mengelola sumber daya alam hayati, baik flora, fauna, sampai ekosistem. Kearifan lokal masyarakat kadangkala justru mempunyai pengaruh jauh melebihi pengetahuan ilmiah dan sangat berharga untuk pengembangan ilmiah. Karena kearifan lokal lebih konsistem menjunjung prinsip etika, kaidah dan norma yang berlaku dengan sistem alam (sunatullah).
Contoh-contoh kearifan lokal terkait konservasi ekosistem adalah; Kearifan lokal masyarakat Jawa Memayu Hayuning Bawana dalam Serat Centini. Kearifan lokal masyarakat tertentu menganggap keramat (sacred) terhadap lahan atau pepohonan tertentu, ternyata berkaitan dengan upaya menjaga sumber air. Masyarakat Hatam Arfak di pegunungan Arfak, Papua dengan kearifan lokal bigbebei yang menyepakati pengambilan kayu dan kulit kayu untuk membuat rumah sendiri, pengambilan tumbuh-tumbuhan hanya untuk konsumsi sendiri, dan bersama-sama dalam waktu tertentu menghutankan kembali. Contoh keberhasilan konservasi ekosistem berbasis masyarakat: Konservasi Ekosistem Sungai Utik, Kapuas Kalimantan Barat, menolak penanaman sawit oleh perusahaan dan menerapkan sistem pengelolaan dari rakyat untuk rakyat, sehingga keberhasilannya dinobatkan sebagai hutan adat pertama memperoleh sertifikat Ecolabelling, anugerah kalpataru dan Equator Price Aword 2019 dari Kementerian Desa. Konservasi ekosistem masyarakat di Ekosistem Karst Gunung Api Nglanggeran Gunungkidul dan Menara Karst Ramang Ramang Maros Sulawesi Selatan.
Konservasi dan Pembangunan Berkelanjutan
Indonesia merupakan negara dengan megadifersity tertinggi ketiga di dunia. Namun degradasi ekosistem terjadi. Dalam dekade terakhir disebabkan interaksi yang kompleks antara pembangunan ekonomi yang mengandalkan sumber daya alam dan kondisi sosial. Untuk mengatasi diperlukan pendekatan komprehensip melibatkan aspek biofisik dan sosial. Pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) sebagai rencana aksi global PBB yang disepakati para pemimpin duni termasuk Indonesia (25/9/2015), yang bertujuan mulia untuk mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan, dan melindungi ekosistem darat dan laut, perlu di respon bersama. Dengan melakukan kajian Biologi Konservasi yang lebih komprehensif sehingga model konservasi yang diimplementasikan di Indonesia tepat sasaran. Dengan harapan, tahun 2030 nanti target pembangunan berkelanjutan (SDGs) dapat terwujud. Mengingat Indonesia sebagai megabiodiversitas yang banyak menyimpan plasma nutfah, flora, fauna, dan ekosistem yang mungkin masih banyak yang belum teridentifikasi dan butuh perlindungan, demikian papar Prof. Maizer. (Weni)