PSPBN UIN Suka Sukses Menyelenggarakan Seminar Pancasila Sebagai Pemersatu Bangsa Secara Virtual, Dengan 718 Partisipan Zoom Meeting, 1552 orang Link Youtube

Mensyukuri kelahiran Pancasila, Pusat Studi Pancasila dan Bela Negara (PSPBN) UIN Sunan Kalijaga sukses menyelenggarakan Seminar Nasional Pancasila secara Virtual, Sabtu, 13/6/2020, pukul 09.30 s/d 12 WIB. Tidak kurang dari 718 orang peserta dapat mengikuti Zoom Meeting, dan 1552 orang mengikuti live youtube pada agenda yang bertajuk “Pancasila Sebagai Alat Pemersatu Bangsa ini.” Mengawali agenda ini, ketua PSPBN, Dr. Badrun Alaena menyampaikan bahwa, eksistensi sebuah bangsa diletakkan pada ideologi yang mendasarinya. Ideologi menjadi world view yang mengikat keanekaragaman di dalamnya. Pancasila sebagai world view bangsa yang nilai-nilainya digali oleh para founding fathers 75 tahun yang lalu, terus mengalami tantangan jaman agar bisa menjadi rumah bersama bagi perbedaan elemen bangsa Indonesia. Generasi saat ini harus diberi pemahaman bahwa nilai-nilai Pancasila tidak serta merta muncul di tahun awal kemerdekaan. Tapi filosofi dan akar kebudayaannya sudah tertanam kuat berabad-abad sebelum republik ini diproklamasikan. Refleksi kekuatan ideologi itulah yang mendorong PSPBN UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta mensyukuri Hari Lahir Pancasila di tahun pendemi kali ini dengan menggelar Seminar Pancasila.

Forum ini menghadirkan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prof Drs KH Yudian Wahyudi., MA., Ph.D., dan 4 narasumber yakni: Drs Agus Wahyudi, MSi, PhD. dari Universitas Gadjah Mada, Juga ada 2 gurubesar UIN Sunan Kalijaga; Prof Drs H Siswanto Masruri MA dan Prof Dr Hj Ema Marhumah MPd., dan Dr Zuly Qodir MSi dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Plt Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Dr.Phil.Sahiron, MA., saat membuka acara ini antara lain menyampaikan, UIN menyambut baik kehadiran 16 Deputi dari BPIP Pusat yang dipimpin langsung oleh Kepala BPIP, Prof. Yudian Wahyudi untuk mengajak seluruh komponen bangsa Indonesia meresapi kembali nilai nilai luhur Pancasila, yang terangkum dalam sila sila pancasila: Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan dan Kesatuan, Permusyawarahan dan Gotong Royong, serta keadilan sosial. Sebagai kampus Islam, pihaknya ingin semaksimal mungkin menjadi contoh penerapan nilai-nilai luhur pancasila dalam kehidupan sehari-hari, utamanya dalam kehidupan akademik di kampus ini. Nilai nilai itu terus dibangun dan dikembangkan di kampus ini. Seperti misalnya, di kampus ini ada dosen yang beragama Kristiani dan Hindu. Dan kami saling menghormati dan bekerja-sama. Sebagai kampus Islam, di UIN Sunan Kalijaga juga berkembang banyak organisasi di kalangan dosen dan tenaga administrasi: NU, Muhammadiyah, Persis dan seterusnya. Dikalangan Mahasiswa juga beragam organisasi: PMII, IMM, HMI dan seterusnya. Kami beribadah bersama menjunjung tinggi toleransi dalam mengimplementasikan Sila Ketuhanan. Kami bergotong-royong bersama memajukan kampus, mengesampingkan ego sektoral. Di masa Pandemi Covid-19, kami membangun persatuan dan gotong-royong untuk mengatasi pandemi. Menyantuni warga kampus terdampak, terutama mahasiswa melalui Kartini dan UPZ. Satu contoh lagi bagaimana kampus UIN Sunan Kalijaga mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila, yakni; dalam menerapkan UKT di masa Pandemi Covid-19. Dengan menerapkan: Banding UKT, penundaan pembayaran UKT dengan cara mengusulkan, keringanan UKT, dan permudahan perkuliahan, papar Dr. Sahiron.

Sementara itu, Prof. Yudian Wahyudi dalam paparannya menyampaikan, hidup di bumi Indonesia itu harusnya disyukuri dengan kekayaan alam yang berlimpah. Bagaimana mensyukurinya, yakni dengan mengasah potensi SDM secara terus menerus, agar bisa mengelola SDA sebaik baiknya untuk kemakmuran bersama namun tidak melupakan kelestariaannya. Ketika lupa bersyukur, enggan mengoptimalkan potensi SDM, Allah (Tuhan Yang Maha Esa) sesungguhkan selalu mengingatkan.

Seperti Pandemi Covid-19 adalah ujian terbaru dari Tuhan. Ujian untuk umat manusia seluruh dunia, yang bisa disebut sebagai perang dunia III dengan ciri lain. Bangsa-bangsa menjadi bercerai berai, tetapi bangsa Indonesia tidak boleh bercerai berai. Harus bisa mengambil hikmahnya, bawa Tuhan sedang meng-Isra’ Mi’raj-kan bangsa-bangsa di dunia unntuk segera mengubah cara berpikir dari agraris ke digital. Tuhan sedang mengajarkan kepada umatnya agar dapat melompat ke era baru, sekaligus menyelamatkan alam raya ini dari perbuatan berlebihan umat-Nya.

Oleh karena itu Bangsa Indonesia harus bisa mensikapinya, bahwa pandemi sebagai proses yang negatif, menyengsarakan untuk melahirkan kondisi yang positif. Terus berikhtiar, meminimalkan sikap dan perbuatan yang negatif, dan tidak baik. Memaksimalkan sikap dan perbuatan yang positif (kebaikan) menuju keseimbangan, keadilan, keselamatan dan perdamaian. Karena Keadilan itu paling dekat dengan Ketaqwaan, jelas Prof. Yudian Wahyudi.

Terkait dengan implementasi Pancasila, Prof. Yudian Wahyudi menjelaskan bahwa al Qur’an dan Sunnah itu sumber kehidupan. Tetapi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara perlu diejawantahkan melalui ideologi. Pancasila satu satunya ideologi yang pas untuk bangsa Indonesia, agar tidak ada yang bersikap berlebihan dan bisa saling menghargai sebagai bangsa yang plural dan multi tafsir. Seperti yang di isyaratkan dalam al Qur’an (makan dan minumlah tetapi jangan berlebihan). Itu tafsir kuantitatif, jika dilanggar hukum dunia yang berlaku. Tetapi secara teologis itu semua merupakan wujud Ketaqwaan kepada Allah (Tuhan Yang Maha Esa).

Bisa diambil contoh: Covid-19, bisa melahirkan banyak tafsir, secara sosial menumbuhkan solidaritas, secara ekonomi menumbuhkan komoditas seperti bagaimana menciptakan faksin, anti virus, secara administrasi melahirkan pemikiran bagaimana membuat protokol agar selamat dari virus, secara kesehatan bagaimana menyelamatkan mereka yang terindikasi virus. Itu semua cara Tuhan mewujudkan multi tafsir agar manusia berkreasi dan berinovasi. Dalam koridor Pancasila semua itu saling menghargai dalam rangka menuju ketaqwaan kepada Tuhan yang Maha Esa (bukan saling menghujat), sehingga pandemi Covid-19 bisa berlalu dengan hikmah bangsa Indonesia dapat beradaptasi dengan era baru dalam koridor ketaqwaan melalui kehidupan berbangsa dan bernegara yang Pancasilais.

Tentang RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP), Prof. Yudian Wahyudi menjelaskan, adanya tarik menarik dan perdebatan, pihaknya tetap mengedapankan keterbukaan, guyub rukun, gotong-royong. Hingga saat ini yang dihasilkan; Tap MPR Nomor 20 tahun 1966 tidak dihapus, tidak boleh ada komunis, Agama nomor satu, kepercayaan dipayungi, kebudayaan ditumbuhkembangkan, pendidikan agama diajarkan dari TK sampai PT, tokoh-tokoh agama di posisikan tinggi, jadi tidak ada meterialistik, sekularistik, ateistik atau anti Muslim. Jadi protes-protes bahwa draft RUU HIP masih menggunakan perspektif lama itu tidak benar. Akhirnya Dewan Pengurus BPIP menajak semua unsur “Mari beribadah dengan khusuk di Negara Pancasila ini,”demikian Prof. Yudian menutup presentasinya.

Prof Siswanto Masruri mengajak untuk tidak memperdebatkan perbedaan yang ada, tidak perlu menghujat yang berbeda dalam menafsirkan pancasila. Yang perlu dilakukan adalah bagaimana menggelorakan kekuatan Indonesia dengan gotong-royong dan kerja bersama. Kerja bersama adalah kerja yang berbeda beda namun selaras untuk menuju Persatuan Indonesia. Bagaimana mengimplementasikan, yakni dengan mengikuti protokol keluarga Indonesia sebagai bangsa dan negara. Pemimpin Bangsa bisa bersikap sebagai orang tua yang memahami tanggungjawab kepada semua warga negara sebagai anak anak bangsa. Sementara warga negara bisa memposisikan sebagai anak yang shaleh dan sholihah. Menghormati pemimpinnya, mendoakan mereka, bukan membuli, syah wasangka, su’udzon, iri, dengki. Seperti itulah implementasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sementara itu Prof. Siswanto Masruri akan terus mendukung upaya BPIP di bawah kepemimpinan Prof. Yudian Wahyudi untuk terus melakukan kegiatan-kegiatan membumikan Pancasila terutama kepada generasi milenial yang belum begitu memahami sejarah kesaktian Pancasila. “Meskipun terkesan keras, saya yakin Prof. Yudian Wahyudi memiliki niat yang tulus untuk mewujudkan persatuan, kesatuan dan kemajuan bangsa Indonesia menuju Ketaqwaan Kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa,” kata Prof. Siswanto Masruri.

Sementara itu Prof. Ema Marhumah mengedepankan peran keluarga sebagai pertama dan utama dalam meneguhkan nilai-nilai Pancasila. Founding Parents Indonesia melahirkan Pancasila sebagai Ideologi negara bukanlah dunia fantasi, tetapi berpijak pada fakta sejarah. Oleh karenanya nilai-nilai luhur Pancasila perlu terus dihidupkan melalui internalisasi dalam kehidupan keluarga terkecil. Oleh karena itu setiap orang tua perlu memiliki interpersonal skill dan energi potitif dalam menanamkan nilai-nilai agama dan pancasila menjadi satu kesatuan. Para orang tua yang hepi, penuh cinta, sabar dan care akan membentuk jiwa anak anak yang taat agama dan pancasilais, karena sejatinya tidak ada perbedaan yang substantif antara agama dan pancasila. Sebaliknya orang tua yang egois, suka mencaci, berpikiran negatif dan seterusnya juga akan menghasilkan anak-anak yang ekskusif dan tak pancasilais, ungkap Prof. Marhumas. Untuk melihat materi seminar Pancasila Sebagai Pemersatu Bangsa secara lengkap bisa melalui link YouTube https://www.youtube.com/user/uinsk. (Weni/Doni)