Indonesia Sebagai Baldatun Thayyibah Oleh: Dr. H. Waryono, M. Ag.(Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama)

Indonesia sebagai negara-bangsa, baru saja memasuki usia 74 tahun. Sebagai negara-bangsa, Indonesia memiliki wilayah dan kawasan yang luas dan subur dengan keragaman hayati dan manusia yang ada di dalamnya. Wilayah yang luas tersebut diikat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ikatan ini sudah menjadi konsesus bersama yang senantiasa dijaga dengan Persatuan Indonesia. Sementara itu, kawasan Indonesia juga subur, makmur dan indah sehingga dapat mencukupi warganya dan bahkan membuat orang lain tertarik untuk datang baik untuk wisata maupun usaha. Buminya yang subur, lautnya yang kaya, dan alamnya yang indah membuat Indonesia dijuluki sebagai qit’atun minal jannah (sepotong surga). Apakah dengan kondisi Indonesia seperti tersebut layak menyandang sebagai baldatun thayyibah sebagaimana Saba’ yang disebutkan dalam al-Qur’an?

Untuk disebut dan layak menyandang predikat tersebut, sebuah negara harus memiliki kriteria dan muatan yang terkandung dalam rangkaian kalimat yang berasal dari istilah thayyib atau thayyibah. Kata thayyibah merupakan bentuk mu’annats dari kata kerja thaba-yathibu yang berarti suci, baik, bagus, lezat, halal, subur, senang, memperkenankan, dan membiarkan. Dalam al-Qur;an, kata thaba di samping membentuk kata thayyib dan beberapa derivasinya seperti thayyibat, thayyibah, thayyibun, dan thayyibin membentuk beberapa kata jadian lain seperti thibna, thibtum, dan thuba. Seluruhnya disebut sebanyak 46 kali. Kriteria pertama; bila negara memiliki aturan terkait barang-barang yang dikonsumsi masyarakatnya, terutama makanan dan minuman. Sebagaimana diketahui bersama, bahwa pemerintah Indonesia memiliki aturan terkait makanan dan minuman yang halal dan haram. Melalui Kementerian Agama, pemerintah membentuk lembaga BPJPH. Jauh sebelum dibentuknya lembaga tersebut, MUI mendapat mandat dari negara untuk memastikan kehalalan makanan dan minuman, terutama yang bersifat olahan. Pemerintah bahkan membentuk BP POM yang diberi tugas untuk menyelidiki obat-obatan dan makanan, sehingga dapat dipastikan baik dan sehat untuk dikonsumsi oleh manusia. Adanya lembaga halal ini sebagai petunjuk dan bukti bahwa pemerintah sangat peduli dan memperhatikan masyarakatnya yang secara syar’i memiliki ajaran mengenai halal-haram terkait makanan dan minuman. Karena itu, adanya lembaga tersebut disambut positif oleh umat Islam.

Manusia membutuhkan makanan yang dapat dicerna agar dapat menghasilkan tenaga dan panas bagi tubuh, sehingga secara biologis mampu bertahan hidup. Untuk itulah Allah menyiapkan rezeki yang melimpah di muka bumi dan lautan, yang terangkum dalam tiga unsur, yaitu 1) protein yang terdapat dalam daging, telur keju, kacang-kacangan, dan biji-bijian, 2) glukosa yang mencakup gula-gulaan dan karbohidrat yang terdapat pada gandum, kentang, dan beras, dan 3) lemak yang mencakup di dalamnya lemak nabati dan lemak hewani. Itulah kriteria makanan yang baik (thayyib) untuk tubuh manusia. Makanan dan minuman yang tidak memenuhi tiga kriteria tersebut, dalam istilah al-Qur’an disebut dengan adna. Makanan dan minuman yang adna untuk tubuh manusia antara lain disebutkan dalam QS. al-Baqarah [2]: 173, al-Ma’idah [5]: 3, dan al-An’am [6]: 145, antara lain bangkai, darah, khamar, dan lain-lain. Di samping disebut adna, berbagai jenis makanan yang diharamkan tersebut diberi predikat sebagi rijsun. Menurut al-Asfahani, rijsun adalah sesuatu yang kotor dan menjijikkan. Sesuatu dianggap kotor dan menjijikkan dapat dilihat melalui empat perspektif, yaitu dari karakter/sifatnya, akal/rasio, syar’i, dan ketiganya. Bangkai adalah sesuatu yang kotor jika dipandang dari sisi karakter/sifatnya, rasio dan juga agama. Secara biologis-medis, makanan dan minuman yang adna dan rijsun tersebut memang tidak baik untuk dikonsumsi, karena memiliki efek buruk pada tubuh. Sebagai contoh, mengkonsumsi khamr memiliki pengaruh pada berbagai organ manusia. Pada organ pencernaan mengakibatkan rentan mengalami infeksi dan kanker lambung, pada jantung berakibat gangguan infeksi pembuluh pena peripheral, pada saraf berakibat pada pembekuan otak dan kelumpuhan, pada seks berdampak pada impotensi, dan lain-lain. Pembuktian secara medis ini sekadar menguatkan bahwa yang dilarang oleh Allah pastilah yang terbaik terutama untuk keberlangsungan hidup manusia. Karena itu makanan dan minuman yang thayyib adalah yang baik untuk kesehatan tubuh, sementara yang kotor adalah yang mengakibatkan sakit karena mengkonsumsinya.

Kriteria kedua, bila pemerintah atau negara memperhatikan penduduk atau generasi manusianya. Indonesia memiliki aturan yang relative lengkap terkait pembentukan generasi manusia warga bangsa sehingga terbentuk dzurriyah thayyibah. Generasi yang thayyib adalah generasi yang steril atau jauh dari kebodohan, kefasikan, dan perilaku buruk, sebaliknya ia selalu menghiasi diri dengan ilmu, iman, dan amal-amal baik. Dengan kata lain, anak manusia yang thayyib adalah anak yang berilmu, imannya kuat, akhlaknya mulia, dan baik tindak-tanduknya. Dengan kata lain, anak manusia yang thayyib adalah anak yang berilmu, imannya kuat, akhlaknya mulia, dan baik tindak-tanduknya. Anak manusia seperti inilah yang selalu diidam-idamkan kehadirannya oleh pasangan suami-istri setelah keduanya mengikat janji. Dzurriyah thayyibah sudah pasti akan mengkonsumsi makanan dan minuman yang thayyib. Demikian juga ketika ia mencari pasangan hidup. Anak-anak baik yang berbakti kepada kedua orang tuanya dan patuh kepada Allah sudah pasti akan mencari pasangan yang baik. Karena anak-anak yang baik secara ikhtiyari dan ikhtisabi akan berkembang dari keluarga yang baik pula.

Untuk mencapai dan mewujudkan generasi yang thayyib tersebut pemerintah menyediakan berbagai lembaga pendidikan baik formal maupun informal, dari mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Pemerintah juga membuat lembaga setingkat kementerian yang mengurusi pendidikan dan pembinaan pemuda. Dan untuk membentengi generasi manusia Indonesia dari berbagai perilaku buruk, pemerintah juga membentuk lembaga seperti BNN, BSF, dan lain-lain. Agar lahir generasi emas tersebut, pemerintah juga mengatur lembaga perkwainan. Salah satu yang diatur dalam peraturan perkawinan tersebut adalah terkait dengan siapa yang layak dan patut secara agama untuk dijadikan pasangan hidup manusia atau dinikahi. Ini adalah kriteria ketiga sebuah negara layak mendapat predikat sebagai baldatun thayyibah. Meski Indonesia bukan negara Islam, namun negara memiliki aturan terkait dengan perkawinan, terutama bagi umat Islam. Pengaturan tersebut dimaksudkan sebagai ikhtiar untuk mendapatkan dzurriyah atau generasi yang thayyib thayyibah sebagaimana dikemukakan sebelumnya. Cukup banyak ayat maupun hadis yang mengandung anjuran kepada kaum Muslim, baik secara langsung maupun tidak, untuk melakukan pernikahan dan membangun keluarga yang sehat lahir-batin. Karena itu, perzinahan, bukan saja dilarang agama, tapi juga dilarang negara. Jangankan berzina, Islam bahkan melarang pergaulan bebas, seperti khalwat. Hal ini seperti diisyaratkan Rasulullah dalam sabdanya, “Janganlah kamu masuk ke rumah seorang perempuan”. Seorang dari Anshar bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana jika dia salah seorang kerabatnya?” Kemudian Nabi menjawab, “Kerabat dapat menimbulkan fitnah” (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan Ahmad). Sebagaimana diketahui, dalam pergaulan, apalagi pergaulan bebas pastinya akan sulit mengendalikan pandangan mata. Bila pandangan mata sudah liar, maka otak akan memproses dan menggerakkan anggota tubuh lain untuk melakukan perbuatan lebih jauh yang dilarang agama. Pada saat itulah perzinaan, persetubuhan, hubungan suami-istri yang belum diperbolehkan sangat mudah terjadi. Itulah mengapa dalam QS al-Isra’ [17]: 32, Allah menekankan agar laki-laki dan perempuan sama-sama menjaga pandangan matanya. Dengan menjaga penglihatan, diharapkan kelaminnya juga terjaga dan terpelihara. Dengan terpeliharanya kelamin, maka penularan penyakit seksual juga terjamin. Maka salah satu solusi yang ditawarkan oleh al-Qur’an untuk mengatasi semakin tingginya penyakit HIV/AIDS dan penyakit kelamin lainnya akibat hubungan seksual di luar nikah adalah dengan menjaga mata. Kejahatan seksual mayoritas dilakukan oleh mereka yang membiarkan dan memanjakan matanya melihat hal-hal yang dilarang agama dan lawan jenis, sehingga nafsu birahinya muncul.

Kriteria keempat adalah bila negara memiliki aturan terkait komunikasi dan informasi. Pemerintah Indonesia memiliki beberapa aturan terkait komunikasi dan informasi tersebut, sehingga lahir kalimah thayyibah dan ‘ulya dan mengurangi atau menghilangkan kalimah khabitsah dan kalimat as-sufla yang penuh caci maki, rasis dan kebencian. Kalimah thayyibah adalah kalimah al-husna dan ‘ulya seperti al-Qur’an. Sementara kalimah khabitsah adalah kalimah as-sufla yang biasanya keluar dari mulut orang kafir. Secara ontologis kalimah thayyibah memiliki akar yang kuat dan menghujam, karena didasarkan pada pengetahuan yang mendalam, sehingga ketika disampaikan selalu berbuah kebaikan, meski mungkin pahit dirasakan. Sementara itu kalimah khabitsah tidak didasarkan pada pengetahuan yang mendalam, sehinga kata-katanya bukan saja kotor, tapi juga menyakitkan. Kalimah khabitsah tentu saja banyak bentuknya, seperti ghibah, namimah, dan lain-lain. Karena itu para ‘ulama menafsirkan kalimah thayyibah dengan kalimat tauhid, istighfar, tasbih, dan segala macam ucapan yang menyeru pada kebajikan dan mencegah pada kemunkaran. Kalimah thayyibah tidak harus berupa kalimat ungkapan Arab, sedangkan kalimah khabitsah adalah kalimat kufur, syirik, dan segala perkataan yang tidak benar atau etis, dan mendorong pada perbuatan buruk serta tercela, meskipun menggunakan bahasa Arab.

Undang ITE salah satunya mengatur bagaimana kita berkomunikasi baik langsung maupun melalui media. Karena itu orang melakukan ujaran kebencian misalnya akan terkena hukuman. Kelima; sebuah kawasan disebut thayyib bila negara tersebut memiliki tanah yang subur, air melimpah dan penghuninya bertempat tinggal yang ajeg. QS. al-A’raf [7]: 58 sangat tepat menggambarkan bumi dan alam nusantara Indonesia. Tanahnya baik dan subur sehingga tanaman-tanamannya mudah tumbuh menghasilkan buah-buahan yang sangat kaya. Saking kaya dan suburnya Koes Ploes menjelaskan alam Indonesia dalam lagunya:

Bukan lautan hanya kolam susu

Kail dan jala cukup menghidupimu

Tiada badai tiada topan kau temui

Ikan dan udang menghampiri dirimu

Orang bilang tanah kita tanah surga

Tongkat kayu dan batu jadi tanaman ...

Meskipun demikian, Indonesia perlu banyak belajar dari sejarah. Salah satunya sejarah negara dan kaum Sabab’. Pelajaran yang dipetik antara lain 1) kekayaan dan kemakmuran yang melimpah dapat berubah menjadi azab/siksa, bukan hanya bagi pemiliknya tapi juga masyarakat luas. Oleh karena itu, dengan berebut kekayaan sumber daya alam, pelan namun pasti akan berakibat pada bencana alam dan sosial. 2) kekayaan yang melimpah bila tidak disertai dengan iman yang kuat akan membuahkan sikap sombong dan penggunaan harta yang tidak sesuai dengan aturan Tuhan. 3) musyawarah adalah salah satu cara terbaik untuk menyelesaikan masalah bangsa. 4) kekuatan militer dapat diandalkan, namun kekuatan ilmu dan keterlibatan banyak pihak dalam mengatasi masalah termasuk berdakwah lebih menjanjikan keberhasilan. 5) perlu berhati-hati dalam pemberian bantuan atau hadiah, sebab bantuan dapat melemahkan kekuatan diri dan internal bangsa, dan 6) berdakwah dapat dilakukan melalui berbagai jalur, salah satunya surat-menyurat.

Kriteria keenam adalah negara yang memfasilitasi warganya dengan hunian yang pantas (maskan thayyib). Melalui Kementerian Perumahan Rakyat pada era ORBA dan PU PR di era sekarang, pemerintah telah mengupayakan penyedian rumah bagi warga/keluarga kurang mampu dengan harga yang relatif murah dan terjangkau. Dengan tersedianya rumah, diharapkan tercipta keluarga sakinah. Keluarga sakinah merupakan keluarga yang terbentuk melalui ikatan pernikahan, sehingga diharapkan lebih mudah memperoleh dzurriyah thayyibah yang selalu dapat menjaga etika komunikasi dan media informasi. Keluarga yang menjaga anggotanya, sehingga hanya yang halal saja yang dikonsumsi. Keluarga sakinah adalah keluarga yang mewujudkan lingkungan fisik dan sosial yang bersih dan nyaman, yakni memiliki rumah, meski mungkin bentuknya kecil, dihuni dengan keridhoan.

Negara ini dibangun bukan sekadar dari hasil usaha negara seperti pajak dan keuntungan hasil bumi dan perusahaan yang dikelola oleh BUMN, tapi juga melalui partisipasi warganya, melalui beberapa kegiatan dan amal usaha. Sebuah negara dapat diberi predikat sebagai baldatun thayyibah bila negara tersebut memberi ruang dan memfasilitasi partisipasi warga melalui sumbangan social yang dalam bahasa al-Qur’an diistilahkan dengan infak yang thayyib. Ini adalah kriteria ketujuh. Melalui infaq atau kedermawanan warga inilah, pemerintah terbantu untuk memenuhi kebutuhan warga yang tidak dapat dipenuhi pemerintah, seperti sarana pendidikan, rumah sakit, panti social, dan lain-lain. Sebagai bagian dari sarana pemenuhan warga, tentu infak yang disalurkan haruslah yang berasal dari rizki yang thayyib. Rizki adalah segala pemberian yang dapat dimanfaatkan, baik material maupun spiritual atau yang diperoleh melalui usaha (kasab) yang thayyib. Indonesia merupakan negara yang menyediakan berbagai lapangan usaha dan pekerjaan bagi warganya, baik di sector formal maupun non formal, seperti menjadi abdi negara maupun swasta. Ditilik dari kenyataan tersebut, maka Indonesia layak disebut sebagai baldatun thayyibah. Apalagi, realitas social menunjukkan bahwa kehidupan warga dan negara, meski belum ideal namun menunjukkan tanda-tanda hayatan thayyibah. Bekerja dan berusaha aman, beribadah dan melaksanakan ajaran agama tenang tanpa gangguan, proses pendidikan berjalan baik, dan hubungan social kemasyarakatandamai. Karena itu tanpa perlu menyebut Indonesia sebagai negara Islam, namun tata nilai Islam tersemai dan terlaksana dengan baik. Indonesia memang bukan negara Islam, tapi Indonesia adalah baldatun thayyibah.