Sejumlah Dosen Baru Fakultas Sains dan Teknologi UIN Suka Dapat Pembekalan Islam Berkemajuan dan Wawasan Kebangsaan

32 CPNS Dosen Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sunan Kalijaga mengikuti pembekalan Islam Berkemajuan dan Wawasan Kebangsaan, di gedung Prof. Saifuddin Zuhri, kampus setempat, Rabu, 31/7/19. Forum ini menghadirkan kandidat Profesor Muda UIN Sunan Kalijaga, Alimatul Qibtiyah, Ph.D., Mohammad Lukman Hakim MA., dari Kanwil Kementerian Agama dan Ketua Pusat Studi Pancasila dan Bela Negara, Dr. H. Badrun Alaena., M. Si. Forum dibuka Wakil Dekan bidang Akademik dan Pengembangan Lembaga, Agung Fatwanto, Ph.D.

Dalam sambutan pembukaannya Agung Fatwanto antara lain menyampaikan, perlunya pemahaman wawasan keislaman bagi para dosen baru UIN Sunan Kalijaga, karena rata-rata calon dosen berasal dari perguruan tinggi umum. Sehingga UIN merasa perlu menambah wawasan keislaman. Sementara itu, wawasan kebangsaan sebagai dasar bagi dosen untuk membaur sebagai warga kampus universitas negeri. Dan sebagai bekal membaur di lingkup masyarakat luas, agar para dosen UIN Sunan Kalijaga bisa menjadi panutan dalam hal nasionalisme dan wawasan kebangsaan. Apalagi di penerimaan tahun ini terdapat dua dosen non muslim sehingga wawasan kebangsaan makin diperlukan agar toleransi antar warga kampus makin kuat, kata Agung.

Pembekalan wawasan keislaman dan wawasan kebangsaan perlu dipahami dengan baik untuk seluruh dosen yang ada di Fakultas Sains dan Teknologi, sebagai penciri khas yang harus dimanifestasikan dalam bentuk karya-karya tridarma. Bukan hanya pembeda tapi menjadi penciri dilingkungan akademik secara global. “UIN Sunan Kalijaga dalam peta akademik dunia belum mempunyai karya-karya yang dapat dibanggakan. Tapi kami berharap teman-teman dosen baru nanti bisa menjadi motor,” tambah Agung Farwanto.

Sementara itu Alimatul Qibtiyah dalam paparannnya antara lain menyampaikan, pentingnya pembekalan keislaman yang moderat dan progresif bagi para dosen Fakultas Sains dan Teknologi untuk menangkal paham radikal di kalangan dosen muda UIN Sunan Kalijaga. Hasil penelitian menunjukkan, latar belakang keilmuan eksak berpengaruh pada kecenderungan cara beragama yang hitam putih, halal haram secara saklek, atau cara berargumentasi keagamannya tidak seluwes orang social science. Mereka yang berlatar belakang keilmuan eksak memiliki pandangan keislaman yang tekstual (sangat terikat pada simbul-simbul keagamaan dibanding substansi keagamaan, cara beragamanya bersifat rigid, absolud/mengakui kebenaran tunggal/merasa paling Islami, dan memandang metode adalah hal yang tidak boleh berubah. Cara pandang keislaman seperti itu juga masih berkembang dalam forum-forum pengajian. Hingga memunculkan kekhawatiran. Misalnya ketika anak mengikuti pengajian, pulangnya mengkhafirkan orang tuanya. Hal ini tidak sejalan dengan pandangan keislaman moderat-progresif yang menjadi core values UIN Sunan Kalijaga.

Alimatul Qibtiyah menjelaskan, yang perlu dipahami para dosen di UIN Sunan diantaranya; selain terus melakukan kajian-kajian dan pengembangan keilmuan di bidangnya, juga terus melakukan kajian studi keislaman (mengkaji al Qur’an dan Hadis secara substatif bukan tekstual). Mengkaji al Qur’an dilakukan ayat demi ayat dan dipetik sari pati maknanya untuk tujuan pengembangan keilmuan, sehingga ayat-ayat dalam al Qur’an bisa membumi dalam rangka memecahkan persoalan persoalan dunia kekinian. Dalam mengkaji hadis perlu dipahami asbabul nuzulnya sehingga bisa membedakan mana hadis soheh, hasan dan dhoif. Islam dan keilmuan dikembangkan bersamaan secara integratif dan interkonektif.

“Jadi cara pandangnya seperti ini: Al Qur’an dan Hadis Soheh menjadi pijakan pertama dan utama, teori ilmu pengetahuan seperti apa, perkembangan terkini seperti apa, lalu dilakukan kajian secara komprehensif, baru terlahirlah pandangan integratif-interkonektif yang tepat untuk mengatasi persoalan kekinian.” Jelas Alimatul Qibtiyah.

Perlu juga dipahami makna Islam liberal yang dikembangkan di kampus UIN Sunan Kalijaga. Liberal bukan berarti tidak melaksanakan ajaran Rosulullah. Liberal hanya dipakai sebagai acuan untuk memberi ruang kebebasan berpikir dalam koridor Islam yang rahmat bagi alam semesta dan seisinya. “Jadi Islam moderat dan progresif itu sesungguhnya sudah melalui Islam tekstual dan sudah berlalu sehingga muncullah Islam yang empaty, Islam yang peduli, Islam yang cinta kasih, Islam yang bersahabat, Islam yang penuh kelembutan hati bagi seluruh alam semesta dan semua makhluk ciptaan-Nya.” Imbuh Alimatul Qibtiyah.

Mengenai cara berpakaian, mengapa di kampus UIN Sunan Kalijaga merekomendasikan sebaiknya tidak mengenakan cadar. Menurut Alimatul Qibtiyah, sebelum ISIS berkembang, kampus UIN Sunan Kalijaga tidak pernah mempersoalkan pakaian hijab bercadar. Tetapi setelah ISIS berkembang selembar kain cadar ternyata menyimpan ideologi yang membahayakan moralitas Islam. (Weni/Khabib)