Seiring dengan perubahan IAIN menjadi UIN, banyak terjadi perubahan struktur kelembagaan di UIN, salah satunya adalah Laboratorium Agama UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang diresmikan pada tanggal 5 Agustus 2010. Dengan mengusung konsep integrasi-interkoneksi, keberadaan Laboratorium Agama Masjid Sunan Kalijaga menjadi terintegrasi dengan berbagai fasilitas kampus, seperti convention hall, mini observatorium, dan lingkungan landscape UIN Sunan Kalijaga. Dengan konsep tersebut diharapkan sarana ibadah ini juga memberikan nilai tambah kompetitif (competitive-values) yang signifikan bagi proses belajar mengajar di kampus UIN dan masyarakat sekitar dalam pengembangan UIN Sunan Kalijaga.
Konsep arsitektur Laboratorium Agama mengandung tiga nilai esensial Islam. 1) hablum minallah (Laboratorium Agama sebagai tempat beribadah dan mengkaji ajaran Islam), 2) hablum minannas (Laboratorium Agama sebagai tempat berinteraksi dan sosialisasi bagi warga kampus dan masyarakat yang memberikan kemaslahatan), dan 3) hablum minal ‘alam (area Laboratorium Agama dikembangkan sebagai ruang terbuka hijau dan ramah difabel). Laboratorium Agama juga dirancang untuk menampung jamaah dalam jumlah besar, dengan perangkat budaya dan teknologi yang berpadu antara unsur-unsur friendly, local content (tradisional), modernity, dan Islamicity.
Rancangan bangunan Laboratorium Agama juga mencerminkan elemen-elemen keteraturan, kesederhanaan, dan keselarasan sesuai ajaran Islam yang tercantum dalam al-Qur’an Surat ash- Shaffat yang berarti “barisan yang teratur” [37]: 1-10. Dalam surat tersebut terkandung makna “para malaikat yang berbaris teratur dan bersih jiwanya, di hadapan Tuhannya tidak dapat digoda oleh syetan”. Sementara pada Laboratorium Agama tersebut, keteraturan terwujud pada perulang-ulangan yang terjadi pada penampilan fasade (perpaduan bentuk) bangunannya, baik berupa penampilan komposisi garis-garis horizontal atau vertikal, maupun bidang-bidang massif atau berongga. Kesemuanya berparade pada barisan fasade. Sementara kesederhanaan tampak pada ornament ataupun bentuk tampilan yang dimunculkan. Demikian juga dengan bentuk selubung atapnya yang mengadopsi bentuk limasan yang lugas dan polos, sederhana apa adanya yang berorientasi ke atas sampai yang tak terhingga.
Bentuknya sangat akrab dengan lingkungan hunian sekitar, menggambarkan keterkaitan dengan corak arsitertur bangunan khas budaya Jawa. Keselarasan, terungkap dalam penampilan yang selalu menghadirkan relung-relung /lubang-lubang cekungan yang ada pada sosok bangunan, sebagai manifestasi keselarasan dengan alam lingkungan yang masih cukup alami di sekitar sosok bangunan tersebut berada. Secara arsitektural, bangunan masjid ini memiliki 3 (tiga) distinctive values yang menjadi ciri utamanya: (1) Islamicity, (2) locality, dan (3) modernity.
Islamicity
Pertama, Masjid Sunan Kalijaga ini dibangun menghadap kiblat. Masjid yang lama tidak menghadap kiblat. Kedua, tulisan kaligrafi Arab dalam berbagai jenisnya, baik naskhi, rik’i, kufi, tsulusi, diwani, dan lain sebagainya. Pesan-pesan dalam kaligrafi juga sangat variatif sesuai visi, misi, dan tujuan UIN Sunan Kalijaga. Ketiga, secara arsitektural masjid ini selaras (tawazun), sederhana (basatah) dan teratur (murattabah).
Keselarasan, terungkap dalam penampilan yang selalu menghadirkan relung-relung/lubang-lubang cekungan yang ada pada sosok bangunan, sebagai manifestasi keselarasan dengan alam lingkungan yang masih cukup alami di sekitar sosok bangunan tersebut berada.Kesederhanaan, tampak pada ornamen atau pun bentuk tampilan yang dimunculkan. Demikian juga dengan bentuk selubung atapnya yang mengadopsi bentuk limasan yang lugas/polos, sederhana, apa adanya, yang berorientasi ke atas sampai yang tak terhingga. Bentuk yang sangat akrab dengan lingkungan hunian yang ada di sekitarnya. Keteraturan, terwujud pada perulangan-perulangan yang terjadi pada penampilan fasade (perpaduan bentuk) bangunannya. Baik berupa penampilan komposisi garis-garis horisontal atau vertikal, maupun bidang-bidang yang masif atau berongga. Kesemuanya berparade dalam suatu barisan fasade bangunan yang menghasilkan suatu komposisi yang kompak dan teratur.
Locality
secara arsitektural, masjid ini juga memperhatikan budaya lokal, Jawa. Masjid ini memiliki desain limasan yang mencerminkan unsur-unsur dari budaya (Jawa) yakni kepribadian dan vitalitas. Yang pertama, menunjuk pada kohesi dan integrasi budaya itu sendiri, yang pada dasarnya menentang perubahan dan mempertahankan keaslian, sedangkan yang kedua, mengacu pada daya penyesuaian dengan masalah-masalah baru dan kontemporer. Jika komponen pertama memungkinkan suatu masyarakat mencari jawaban otonom yang cocok tanpa harus terpaku kepada kelompok lain, maka komponen kedua memungkinkan adanya usaha pengembangan yang dapat mengubah tujuan-tujuan budaya sehingga secara kultural, ada kaitan erat antara pengembangan/perubahan dan pandangan hidup seseorang.
Di belakang papan nama Laboratorium Agama/Masjid Sunan Kaljaga dicantumkan salah satu pesan dan ungkapan Sunan Kalijaga, nama wali penyebar Islam di tanah Jawa yang diambil oleh para pendiri Perguruan Tinggi menjadi nama Universitas Islam ini, yang berbunyi: “Hanglaras Ilining Banyu; Ngeli Hananging Ora Keli”. Maksud dari ungkapan ini adalah bahwa “dalam mengarungi kehidupan, manusia sebaiknya menjalani hidup seperti air yang mengalir; manusia mengikuti air mengalir, tetapi manusia tidak boleh larut dan hanyut”.
Pesan dan ungkapan Sunan Kalijaga tersebut sungguh mengandung nilai-nilai religiusitas dan spiritualitas yang tinggi lebih-lebih di era globalisasi, mengandung sebuah kepasrahan yang sangat dianjurkan dalam tasawuf Islam, namun manusia tidak harus menentang sebuah perubahan selama perubahan itu positif.
Modernity
Sejalan dengan core dan model kajian keilmuan dan keislaman/keagamaan di UIN Sunan Kalijaga, yang bersifat integratif dan interkonektif, maka kesadaran perlunya menjaga lingkungan alam semesta (ekologis), kebersamaan sosial (inklusif) dan nilai-nilai ekonomi tercermin dalam kelengkapan fasilitas bangunan masjid.
Pertama, kesadaran ekologis tergambar bahwa sisa atau bekas air wudhu tidak dibuang mengalir ke luar begitu saja, tetapi ditampung dalam Ground Reservoir. Air yang tertampung di Ground Reservoir kemudian dimanfaatkan untuk menyirami tanaman di sekitar kampus dan untuk kepentingan yang lain. Selain itu, masjid ini didesain tidak menggunakan air conditioning, tetapi memanfaatkan lalu lintas angin yang secara alami akan mendinginkan ruangan. Kedua, inklusifitas masjid tergambar dalam bangunan yang ramah terhadap difabel (different ability), golongan masyarakat yang berkebutuhan khusus (cacat) seperti tuna netra dan tuna daksa. Selain itu, juga disediakan fasilitas tempat duduk khusus bagi para orangtua dan obesitas (kegemukan) yang tidak mampu untuk berdiri maupun duduk bersila yang terlalu lama. Nilai ekonomi dan efisiensi ruang tergambar juga dalam pemanfaatan ruang di bawah bangunan masjid sebagai Kantin Universitas, tempat bertemunya dosen, karyawan, mahasiswa dan para tamu lainnya.
Dengan mempertimbangkan ketiga makna arsitektural yang melekat pada bangunan masjid, maka nilai-nilai, dan makna-makna yang melekat dalam bangunan dan fasilitas Laboratorium Agama/Masjid sekaligus berfungsi sebagai pemberi inspirasi, motivasi dan pedagogis kepada dosen, mahasiswa dan masyarakat serta pengunjung pada umumnya. Masjid baru ini, tidak hanya berfungsi secara ritual-peribadatan, tetapi juga menyandang predikat sebagai “Laboratorium” Agama. Tempat mahasiswa dan para pengunjung lainnya untuk mengasah olah pikir, olah hati, olah rasa, dan olah seni, dalam memahami agama. Kehidupan agama yang tidak terpisah dari makna dan nilai-nilai kultural, ecological, inklusivitas sosial, dan ekonomi.
Letak Geografis
Masjid Suka merupakan salah satu unit atau lembaga yang berada di lingkungan kampus UIN Sunan Kalijaga. Letak Masjid Sunan kalijaga tepat berada di dalam kampus UIN Suka. UIN Suka berlokasi di dekat perbatasan antara Kota Yogyakarta dengan Kabupaten Sleman, tepatnya berada di Jl. Marsda Adisucipto. Lokasi UIN Suka sangat strategis dan mudah dijangkau, hal ini dikarenakan jalan tersebut merupakan jalur utama dari Kota Yogyakarta menuju ke Kota Solo, Jawa Tengah. Adapun letak Masjid Sunan Kalijaga berada di dalam Kampus UIN Suka dengan batas wilayahnya sebagai berikut:
- 1. Sebelah Barat berbatasan dengan Fakultas Saintek dan gedung Convention Hall.
- 2. Sebelah Timur berbatasan dengan kampus timur UIN Suka, di sebrang Jl. Timoho.
- 3. Sebelah Utara berbatasan dengan Fakultas Adab dan Ilmu Budaya.
- 4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Poli Klinik UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Masjid terletak di tengah-tengah bangunan gedung perkantoran, fakultas, laboratorium, dan infrastruktur kampus lainnya. Letaknya central, di tengah, dan lurus ke kiblat. Masjid menjadi bangunan yang paling tampak dan menonjol bila dilihat dari berbagai sisi. Masjid juga menjadi bangunan yang paling tinggi dan mudah dilihat dari atas/lebih-lebih dari pesawat. Ini menunjukkan bahwa masjid adalah bangunan paling penting, menjadi meeting point bagi seluruh sivitas akademika UIN Sunan Kalijaga. Masjid menjadi tempat belajar bersama, tempat bertemunya mahasiswa, dosen, dan karyawan dari 7 fakultas yang ada dan Program Pascasarjana.
Bertemunya banyak orang dari berbagai fakultas, jurusan dan program studi di Masjid ini diharapkan menjadi awal terjadinya sharing pengalaman akademik dan sosial di kalangan sivitas akademika. Dari masjid ini kita berharap upaya integrasi dan interkoneksi bidang keilmuan dapat terwujud secara bertahap, mereka yang menekuni ilmu agama dapat belajar dari koleganya yang menekuni sains dan teknologi serta sosial dan humaniora, begitu juga sebaliknya, mereka yang menekuni sains, sosial dan humaniora juga mahir, dan cakap memahami keislaman secara komprehensif - menyeluruh.
Sharing antar sivitas akademika sebagaimana disebut di atas sangat mungkin terjadi, karena masjid juga dilengkapi dengan fasilitas bagi mereka untuk saling bertemu seperti Kantin Universitas yang sangat luas, selasar – yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari bangunan utama masjid - yang memanjang dan nyaman, Convention Hall/(Di sebelah Barat bangunan Laboratorium Agama/Masjid) yang dapat menampung 500an orang, dilengkapi air mancur dengan
9 titik semburan, Observatium untuk melihat tata surya, dan lansekap yang harmonis. Inilah nilai tambah dari desain arsitektural masjid kita. Meskipun tampak biasa, tetapi ini betul-betul fungsional. Dengan demikian, Masjid ini didesain untuk memudahkan sivitas akademika untuk melakukan hablum minallah, minan-nas, dan minal ‘alami. Masjid juga didesain untuk menampung jamaah dengan jumlah besar (4000 orang).