UIN Sunan Kalijaga Kukuhkan Prof. Alimatul Qibtiyah Sebagai Guru Besar dalam Bidang Ilmu Kajian Gender

UIN Sunan Kalijaga kembali mengukuhkan Guru Besar yang kedua di bulan September. Prof. Alimatul Qibtiyah dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Kajian Gender, Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang dikukuhkan oleh Ketua Senat Prof. Dr. H. Siswanto Masruri, M.A. dihadapan Rektor dan wakil rektor, para guru besar, anggota senat, dan keluarga besar di Gedung R.H.A Soenarjo (17/09/2020) dengan tetap mematuhi protokol kesehatan dan membatasi jumlah hadirin. Sidang senat terbuka pengukuhan guru besar Prof. Alimatul Qibtiyah tersebut dihadiri tamu undangan secara virtual melalui Zoom dan Youtube UIN Sunan Kalijaga. Prof. Alimatul Qibtiyah, S. Ag., M. Si., MA., Ph.D. dikukuhkan berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 45791/MPK/KP/2020.

Dalam pidato pengukuhannya yang berjudul “Arah Gerakan Feminis Muslim di Indonesia,” Prof. Alimatul Qibtiyah menjelaskan bahwa perbincangan arah gerakan feminis muslim sangat penting dan relevan pada saat ini, ada tiga alasan yang diajukan. Pertama, adanya kompleksitas wacana perempuan dalam berbagai upaya peningkatan kesadaran perempuan dan persoalan yang dihadapi perempuan. Alasan kedua, kompleksitas wacana perempuan tersebut mengantarkan pada dinamika dan sekaligus ketegangan mengenai pemahaman feminisme, baik di internal kelompok muslim, dan juga di antara feminis muslim dengan pemahaman gerakan feminis lainnya. Ketiga, adanya kekhasan praktik feminis muslim dalam meramu dan mencari titik temu di antara dinamika dan ketegangan tersebut. Status perempuan sering dipahami sebagai makhluk atau jenis kelamin kedua. Tubuh perempuan sering dihubungkan dengan simbol kesucian, kesuburan, pemuas, hingga disebut sebagai sumber mala petaka. Di dalam pidato pengukuhannya ia menegaskan sebagai feminis dan muslim yang agamis adalah hal yang sangat mungkin meskipun dalam praktiknya keduanya kerap bernegosiasi untuk menemukan titik temu pandangan yang saling berbeda.

Berdasarkan beberapa lokus kajian feminis muslim, dapat dibaca arah gerakan feminis muslim Indonesia adalah pada penguatan keluarga feminis. Semangat keluarga feminis menghargai semua peran anggota keluarga sama pentingnya, mengimplementasikan kesalingan dan kesetaraan, mengedepankan negosiasi, komromi, serta menerima fleksibilitas peran gender. Keluarga feminis menolak semua bentuk kekerasan dan senantiasa mendukung praktik-praktik pasangan yang tumbuh bersama dalam kebaikan. Bagi feminis muslim keluarga adalah entitas penting untuk membangun peradaban bangsa, karena itu hak-hak asasi anggota keluarga sangat penting diperhatikan. Walaupun feminis muslim banyak fokus pada keluarga, bukan berarti tidak peduli pada urusan publik. Banyak masalah keluarga ditentukan oleh peran publik, sehingga memberikan perhatian pada isu publik. Jika seseorang dapat menyelesaikan masalah gender dalam keluarga, seperti relasi kuasa, peran yang tidak seimbang, kesempatan yang tidak merata serta kekerasan, dengan baik, maka akan ada jaminan mereka bisa berkiprah secara maksimal di ruang publik. Menyelesaikan ketimpangan gender di ranah keluarga bukanlah hal yang mudah, tetapi bukan berarti hal yang mustahil diwujudkan. Oleh karena itu keluarga feminis yang menjadi arah gerakan feminis muslim berbeda gerakan ketahanan keluarga yang dimaksud oleh kalangan konservatif.

Dalam sambutannya usai prosesi pengukuhan, Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof. Phil. al Makin berharap kepada Prof. Alimatul Qibtiyah agar menjadi ilmuwan harapan dan berdedikasi yang tinggi, penuh semangat dan tetap istiqomah kepada ilmu pengetahuan. Menurut Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof. Alimatul Qibtiyah adalah sosok yang luar biasa dengan semangat percaya diri yang tinggi. Hal tersebut tergambar dari video profil yang ditayangkan pada saat proses sidang senat terbuka, ia memiliki perjuangan yang sangat gigih. Sejak kecil sudah membiasakan diri sholat subuh di masjid dan merangkak saat berangkat ke masjid saat duduk di kelas 2 SD karena kakinya sakit. Prof Alimatul Qibtiyah saat remaja, selepas lulus PGA hampir menjadi tenaga kerja wanita di negeri seberang, karena kesulitan ekonomi. Tetapi kemudian ia bertekat untuk melanjutkan kuliah. Karena ketidak berdayaan ekonomi itu pulalah, ketika mahasiswa sering berpuasa karena tidak adanya makanan. Perjuangan dan kerja kerasanya, membuahkan hasil 46 publikasi karya dalam 10 tahun terakhir, menjadi dosen UIN Sunan Kalijaga teladan mutu pada tahun 2017, penerima 5 beasiswa studi S1 sampai S3, reviewer beasiswa Presiden Republik Indonesia , penghargaan satya lencana. Serta berkecimpung di 23 international conference. Dan saat ini dipercaya oleh presiden RI untuk mengemban jabatan sebagai Komisioner di Komnas Perempuan Indonesia, serta sederetan jabatan penting lainnya baik di Yogyakarta maupun di tingkat nasional. (Aulia/Weni)