UIN Sunan Kalijaga Menjadi Tuan Rumah Peringatan Hari Disabilitas Internasional Kemenag RI

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menjadi tuan rumah puncak acara peringatan Hari Disabilitas Internasional. Peringatan kali ini dengan menggelar seremonial dilanjutkan deklarasi mengusung tema “Pendidikan Tanpa Diskriminasi, Setara untuk Semua,” bertempat di gedung Prof. H.M. Amin Abdullah, kampus setempat, 3/12/2021. Agenda ini dihadiri Ibu Menteri Agama/Penasehat Dharma Wanita Persatuan Kementerian Agama RI, Eny Retno Yaqut. Hadir pula pada agenda yang digelar atas kerja-sama UIN Suka, Dirjen Pendis Kementerian Agama RI, dan Dharma Wanita Persatuan Kementerian RI ini; Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof. Phil Al Makin, Dirjen Pendis, Muhammad Ali Ramdhani, Sekretaris Ditjen Pendis/Ketua Pokja Pendidikan Islam Inklusi, Rohmat Mulyana Sapdi, Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan Madrasah, Muhammad Zain, Direktur Kurikulum Sarana Kesiswaan, dan Kelembagaan Madrasah, Moh. Isom Yusqi, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Dr. Waryono Abdul Ghofur, Direktur Pendidikan Agama Islam, Amrulloh, Direktur Pendidikan Tinggi Agama Islam, Suyitno, Ketua Dharma Wanita Persatuan Kementerian Agama, Farikhah Nizar Ali dan para pengurus DPW Kementerian Agama, Jajaran pimpinan Kanwil Kemenag RI, Jajaran pimpinan dan Civitas akademika UIN Suka, serta Organisasi Difabel se-Indonesia. Acara terselenggara secara Daring dan Luring.

Acara kali ini digelar untuk menggelorakan kepada masyarakat bahwa pembangunan yang inklusif bukan untuk memperbaiki keterbatasan fungsi yang dimiliki oleh penyandang disabilitas, tetapi untuk menyokong penyandang disabilitas, agar dapat berperan/berpartisipasi aktif dalam lingkungan masyarakatnya sehingga dapat berkontribusi dalam pembangunan. Memberikan pemahaman isu disabilitas dan merangkul dukungan atas martabat, hak, dan eksistensi dari penyandang disabilitas. Di kampus UIN Suka ini Kementerian Agama RI menegaskan menjamin penyandang disabilitas untuk mendapatkan haknya dalam setiap bidang pembangunan, khususnya sektor pendidikan Islam sehingga tercipta Pendidikan Islam Inklusif di Indonesia.

Dalam sambutannya, Prof. Phil Al Makin bercerita tentang gagasan inklusi di kampus UIN Suka. Disampaikan, Tahun 2007 Pusat Layanan Difabel didirikan di kampus UIN Suka oleh orang-orang yang gelisah, lulus kuliah mendalami tentang social work, kerja sosial: Rofah Ph.D, Muhrison Ph.D, Andayani, Dr. Asep Jahidin, lalu bergabung Arif Maftuhin, Astri Hanjarwati, Mimin Aminah (relawan). Merekalah yang membuat Gerakan penerimaan mahasiswa difabel di UIN. Lalu PLD resmi menjadi unit dibawah LP2M, Lembaga Pengabdian dan Penelitian Masyarakat. PLD menerima kudungan resmi dari dana LP2M dan menjadi Lembaga struktural, satu-satunya di seluruh PT atau PTKI di Indonesia. Tidak ada layanan difabel di tempat lain yang struktural, menerima dana resmi dari kampus DIPA BLU dan BOPTN. Semasa Prof Amin Abddulah rektornya sudah menerima penghargaan nasional, juga Prof. Musa Asy’arie, juga Prof Yudian Wahyudi. PLD sudah memberi teladan pada hampir semua perguruan tinggi nasional, untuk membuka PLD. Maka para aktivis PLD sudah banyak diundang ke berbagai perguruan tinggi di Indonesia untuk konsultasi. Network dengan LSM bergerak di bidang disabilitas juga sama dengan Sigap, Pertuni, Pemda, Kemristekdikti, Kemendikbud. PLD aktif dalam drafting aturan daerah dan nasional. Di luar negeri juga menjalin Kerjasama dengan founding internasional Japan Foundation, Uni Eropa, Spanyol, Inggris, Yunani.

Kementerian agama adalah rumah UIN Suka. Maka UIN Suka bersyukur Kementerian Agama memberi kehormatan dan Ibu Eni sangat antusias. Sekarang dapat dibayangkan masa depan dari disabilitas ini, inklusif yang serius ini. Terimakasih Pak Dirjen, Direktur, Kasubdit, dan semua Kementerian yang mengayomi dan suportif pendidikan inklusi. Disampaikan, Soal disabilitas bukan karena kebaikan kita. Tetapi karena melaksanakan kewajiban. Sama juga sikap kita pada orang minoritas dalam agama, etnis, budaya, dan lain-lain. Kesetaraan dalam semua hal, agama, etnis, budaya dan kemampuan manusia. Itu sudah masuk dalam hak asasi manusia. UIN Sunan Kalijaga berusaha melaksanakan itu sebaik-baiknya, tidak hanya meneliti, mengajar, sebagai guru yang sederhana Umar Bakri dalam lagu Iwan Fals. PNS dengan tas kulit tua dan sepeda butut. Kebhinekaan, toleransi, moderasi dalam praktek, bukan dalam konsep dan angan, tetapi nyata di kampus UIN Suka, ungkap Prof. Phil Al Makin.

Sementara itu, dalam laporannya, Rohmat Mulyana Sapdi selaku Ketua Pokja Pendidikan Islam Inklusi Kemenag RI menyampaikan, melalui peringatan Hari Disabilitas Internasional, Kementerian Agama ingin bersama-sama mewujudkan layanan pendidikan tanpa membedakan RAS, budaya , strata sosial dan kondisi fisik. Semua diperlakukan secara setara proporsional dan adil. Sebagai Pengurus Kelompok Kerja Pendidikan Islam Inklusif, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI telah membentuk Kelompok Kerja Pendidikan Islam Inklusif berdasarkan SK Dirjen Nomor : 6661 tahun 2021. Kelompok Kerja Ini bertugas untuk memastikan semua Direktorat di bawah naungan Ditjen Pendis Kemenag RI mengadaptasi wawasan pendidikan inklusif dalam kebijakan, melakukan harmonisasi, dan menjadi dirigen bagi arah pelaksanaan layanan pendidikan Islam yang inklusif.

Disampaikan, beberapa langkah yang telah dilaksanakan Pokja antara lain; tahun ini menyusun roadmap pengembangan madrasah inklusi. Tahun depan segera dikembangankan roadmap pendidikan Islam inklusi pada semua direktorat; direktorat PTKI, PD Pontren, Direktorat PAI dan sekretariat sebagai supporting system. Di samping itu, mendirikan Forum Pendidik Madrasah Inklusi (FPMI). Pusat telah membentuk kepengurusan di daerah-daerah, secara bersama-sama mulai menggerakkan geliat layanan pendidikan Islam inklusi ini. Sehingga kehadiran kementerian agama dalam memberikan layanan pendidikan Islam inklusif bisa dirasakan secara nyata.

Menurut data EMIS tahun 2021, di madrasah ada 47.516 peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK). Secara kelembagaan, Ada 110 Madrasah Inklusi yang melayani PDBK. Para guru pendamping khusus (GPK), telah bergabung dalam Forum Pendidik Madrasah Inklusi (FPMI). Mereka secara mandiri dan seadanya telah mengembangkan kapasitas dirinya untuk memberikan layanan terbaik kepada PDBK tersebut. Dukungan dari semua pihak masih sangat dibutuhkan, dari lembaga pusat hingga unit terkecil dari satuan pendidikan. Demikian juga di Perguruan Tinggi keagamaan. Ekosistem layanan pendidikan inklusi kementerian agama juga belum bersinergi dengan baik. Inilah tantangan untuk mewujudkan “Pendidikan Tanpa Diskriminasi, Setara Untuk Semua.”

Pihaknya berharap, kegiatan peringatan hari disabilitas ini, menjadi momen untuk membangun kebersamaan dari pusat hingga daerah, secara bersama –sama dan gotong royong menangani ini. Pihaknya juga berharap semua unsur pendidikan Islam mulai pusat hingga daerah dan unit terkecil pendidikan, juga yang hadir pada agenda kali ini (Para Direktur di lingkungan Ditjen Pendis Kemenag RI, Direktur KSKK Madrasah, Direktur PTKI, PD Pontren, Direktur PAI dan Kesekretariatan Ditjen Pendis, kepala kanwil Kemenag DIY dan jajaran pejabat kependidikan lainnya, Rektor UIN Sunan Kalijaga dan para dekan beserta jajaran lainnya, para kepala madrasah: RA, MI, MTs dan MA baik swasta maupun Negeri, perwakilan pengurus FPMI tingkat provinsi se Indonesia, para aktivis Pendidikan Islam Inklusi; dosen, guru dan NGO, perwakilan PDBK dan Mahasiswa Disabilitas, serta para peserta dari guru, pengurus FPMI, yang mengikuti secara Daring seluruh Indonesia), dapat membangun kebersamaan dan menumbuhkan semangat gotong royong memberikan layanan pendidikan Islam yang inklusif; “ demikian Rahmat Mulyana.

Eny Retno Yaqut menyampaikan, Hari Disabilitas Internasional mengingatkan kembali pada prinsip-prinsip ajaran agama. Yang mengajarkan; penghormatan, pengakuan kemanusiaan, mengajarkan akhlak, kemuliaan, kesetaraan, layanan untuk semua, anti diskriminasi dan nilai kebaikan lainnya. Eny Yaqut mengajak untuk menyuarakan kepada dunia bahwa Kementerian Agama telah siap memberikan layanan pendidikan yang tanpa diskriminasi dan setara untuk semua. Namun kata Eny Yaqut, kesiapan ini, mesti kita buktikan pada tataran konsep, regulasi, implementasi dan dukungan semua pihak, sehingga memungkinkan terciptanya ekosistem pendidikan tanpa diskriminatif, dan setara untuk semua.

Apa yang digagas oleh Dirjen Pendidikan Islam, bahwa akan bertekad memenuhi; Regulasi yang cukup, Implementasi yang konsisten, dan Budaya yang menguatkan, sudah sangat komprehensif dan strategis. Tinggal bagaimana itu semua, mendapatkan dukungan dari semua kalangan. Karena penanganan urusan pendidikan, apalagi pendidikan inklusif yang melayani semua, tidak mungkin dikerjakan oleh satu atau dua pihak, tanpa keterlibatan berbagai pihak. Semua harus mengambil tanggung jawab ini, sesuai kapasitas, tugas pokok dan fungsinya. Baik pejabat di pusat, di wilayah, di daerah, maupun di satuan-satuan pendidikan. Baik perguruan tinggi, madrasah dan pondok-pondok pesantren, serta organisasi profesi, dan kelompok-kelompok pemerhati penyandang disabilitas dan pendidikan inklusi.

pada peringatan Hari Disabilitas Internasional ini, pihaknya mengajak untuk wujudkan tekad kebersamaan itu, untuk membangun komitmen bersama mewujudkan layanan pendidikan yang inklusif, tanpa diskriminasi dan setara untuk semua. Kementerian Agama RI harus punya distingsi, punya daya beda dengan lainnya dalam hal penanganan pendidikan inklusi. Harus ada suatu nilai tambah yang membedakan, Sebagai tambahan dari pelayanan dasar yang harus diberikan sebagaimana mestinya. Sebagai aparatur dan insan yang berjuang di kementerian agama, maka nilai-nilai agama-lah yang harus mewarnai cara berfikir, bersikap dan bertindak. Cara pandang terhadap penyandang disabilitas-pun mesti diwarnai dengan nilai-nilai agama. Setidaknya cara pandang keagamaan seperti ini sejalan dan sesuai dengan sila kesatu pancasila. Dalam agama Islam, bahwa semua manusia dilahirkan sudah dalam keadaan mulia. Nila kemuliaan sudah melekat pada dirinya sebagai manusia.


Kata al-Qur’an “ Wa Karamna bani Adama”. ( Allah memuliakan anak-cucu Adam). Apapun kondisinya, manusia lahir adalah mulia, yang harus dimuliakan. Mencibir, merendahkan, meremehkan, bahkan mengabaikan hak-hak seseorang yang lahir dengan disabilitas adalah bentuk pelanggaran dari nilai agama. Hak-hak dasar penyandang disabilitas, untuk mendapatkan kehidupan, pendidikan dan perlakuan yang baik adalah, merupakan kewajiban kita semua. Jadi, tindakan kita semua kepada penyandang disabilitas bukanlah sekedar amanat undang-undang dan konvensi internasional, tapi lebih penting dari itu adalah panggilan ajaran Agama Islam. Karena itu tidak ada alasan bagi ASN Kemenag untuk tidak mengambil tanggung jawab ini. “Saya sangat mendukung gerakan dari Dirjen Pendis kemenag RI, bahwa : semua lembaga pendidikan Islam memberikan layanan yang menjangkau semua anak berkebutuhan khusus.Tidak boleh lagi, ada madrasah-madrasah, Perguruan Tinggi Keagamaan Islam, Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren kita, yang menolak anak berkebutuhan khusus. Semua harus dilayani. Semua ini, dilakukan dalam kerangka kehidupan beragama, berbangsa, bernegara yang berdasarkan Pancasila, berkonstitusi UUD 1945 dalam suasana kebhinekaan yang tunggal Ika,” demikian harap Eny Yaqut Qoumas.

Ditjen Pendis, Muhammad Ali Ramdhani memastikan pendidikan berbasis inklusif, tanpa diskriminasi dan setara untuk semua mendapatkan regulasi cukup. Kebijakan turunan untuk membangun ekosistem layanan disabilitas, segera diwujudkan. Regulasi dan Kebijakan tersebut kita implementasikan secara konsisten, terarah dan terkoordinasi pada semua sektor antar Direktorat; Direktorat KSKK Madrasah, PTKI, PD Pontren, PAI pada sekolah Umum dan Kesekretariatan. Kehadiran Pokja Pendidikan Islam Inklusif Ditjen Pendis kemenag RI dibutuhkan sebagai dirigen harmonisasi antar direktorat. Melalui regulasi yang cukup, implementasi yang konsisten, didukung dengan sosialisasi dan transformasi inklusivitas kepada semua stakeholders pendidikan, pihaknya berharap budaya inklusif terbentuk. Baik pada lingkungan pendidikan kita, maupun pada masyarakat pada umumnya. Pihaknya mengajak para Direktur, Kepala Kanwil Kemenag Provinsi, para aparat kependidikan lainnya, para kepala madrasah, pimpinan perguruan tinggi keagamaan Islam, para praktisi pendidikan, organisasi-organisasi profesi, asosiasi-asosiasi dan Organisasi Non Pemerintah lainnya, untuk menjadikan momen Peringatan Disabilitas Internasional ini, menjadi tonggak keberpihakan dan komitmen bersama untuk memberikan layanan pendidikan tanpa diskriminasi dan setara untuk semua. Tidak boleh lagi, ada madrasah-madrasah, Perguruan Tinggi Keagamaan Islam, Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren yang menolak anak berkebutuhan khusus. Semua harus dilayani sebagai hak para penyandang disabilitas. Sebagai kewajiban Syar’an wa adatan. Kewajiban agama dan sekaligus kewajiban undang-undang negara,

Seremonial diakhiri dengan Deklarasi Pendis Inklusi oleh semua Direktur pada Dirjen Pendidikan Islam, penganugerahan Bunda Inklusi kepada Ibu Menteri Eny Retno Yaqut, dan pemberian penghargaan sebagai bentuk apresiasi Kementerian Agama RI dan UIN Suka kepada Mahasiswa difabel/PDBK Madrasah berprestasi nasional dan internasional; 1. Peraih medali emas Peparnas XVI tahun 2021, Nabilaatunajah dari MTSN 19 Jakarta, 2. Peraih medali perak Peparnas XVI tahun 2021, Kuswantoro dari MAN 2 Sleman, 3. Peraih Top 50 Capstone Teams Bangkit 2021, Fayyadh Aunilbarr, 4. Peraih medali perunggu IAYSF tahun 2021 di Iran, Tim riset MAN 2 Sleman. Penghargaan diserahkan Ibu Menteri, Eny Retno Yaqut. (Tim Humas)