Ibrahim AS Sang Komunikator Persuasif

Oleh: Prof. Dr. Syihabuddin Qalyubi, Lc, M.Ag

(Guru Besar Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)

Ibrahim AS Sang Komunikator Persuasif

Secara garis besar Komunikasi persuasif adalah bentuk komunikasi yang dirancang untuk mengubah sikap atau perilaku komunikan (seseorang atau kelompok) ke arah peristiwa atau gagasan yang dilakukan secara verbal ataupun non-verbal. Unsur yang paling penting dalam komunikasi persuasif adalah komunikator.

Dalam Alquran bisa dijumpai Ibrahim AS sebagai komunikator persuasif, ditinjau dari aspek ethos, pathos, dan logos.
1 Ethos adalah berkitan dengan otoritas atau kredibilitas komunikator (pembicara), yakni sejauh mana kemampuan komunikator dapat meyakinkan komunikan (audiens) bahwa dia memenuhi syarat untuk berbicara tentang topik tertentu. Dalam surah Maryam: 43 disebutkan

Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus.

Dalam ayat ini Ibrahim memberitahu ayahnya bahwa ia telah mendapatkan otoritas dari Allah SWT berupa wahyu yang bisa mengantarkan manusia ke jalan yang benar. Dengan demikian Ibrahim AS mempunyai otoritas untuk berdakwah atau komunikasi secara persuasif. Otoritas dan kredibilitas Ibrahim ini diperkuat oleh pernyataan Allah: Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan) (al-Nahl: 120)

2. Pathos adalah hubungan emosional antara komunikator dengan komunikan, yaitu bagaimana komunikator bisa membangkitkan semangat komunikan dan menggerakkan emosi-emosi mereka, sehingga memotivasi komunikan untuk mendengarkan message (pesan).

Ada beberapa ayat yang menuturkan bagaimana usaha Ibrahim memotivasi anaknya, ayahnya, dan umatnya agar mendengarkan dan mengikuti ajakannya. Sebelum peristiwa qurban terjadi ada peristiwa yang sangat dramatis, yaitu ketika Ibrahim meminta pendapat anaknya (Ismail) tentang pelaksanaan mimpinya. Ia tidak langsung berkata: Hai Ismail saya harus menyembelih kamu, coba perhatikan kalimatnya:

Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu! (as-Saffat: 102)

Dalam ayat itu digunakan seruan Ya bunayya , sebagai panggilan sayang kepada anak laki-laki (Baca yusuf: 5, 67, 87, Ibrahim: 35, Luqman: 16, 17), sebagaimana ya abati panggilan hormat anak kepada orang tuanya. (Baca Maryam: 42-45, as-Saffat: 102).

Dalam Tafsir al-Mizan disebutkan bahwa diksi ara ( أرى) menggunakan fi’il mudlari’ menunjukkan makna mimpi itu terjadi berulangkali (baca Yusuf:43), namun Ibrahim baru waktu kala itu ia berani mengutarakannya kepada anaknya. Disamping itu kata ara fil manam dalam ayat lain disebut al-ru’ya dalam Al-Qur’an mempunyai arti mimpi yang benar atau wahyu. Untuk mengungkapkan makna mimpi dalam Alquran disebut juga al-hulm atau ahlam namun berarti mimpi yang bohong. Sehingga tatkala Ibrahim berkata ara fil manam, maka Ismail AS langsung meresponnya secara positif, karena mimpi itu adalah mimpi benar atau wahyu dari Allah SWT:

“"Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar" (as-Saffat: 102).

3. Logos adalah bukti logis yang disampaikan oleh komunikator. Dengan kalimat lain komunikator terampil mempengaruhi komunikan dengan menyampaikan argumentasi yang masuk akal. Perhatikan komunikasi Ibrahim AS dengan raja Namrud:

Ketika Ibrahim mengatakan: "Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan," orang itu berkata: "Saya dapat menghidupkan dan mematikan". Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari Timur, maka terbitkanlah dia dari Barat," lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (al-Baqarah: 258).

Dalam Tafsir al-Jalalain disebutkan, bahwa Namruz bertanya kepada Ibrahim: Siapakah Tuhanmu yang kamu mengajak kami kepada-Nya? Ibrahim menjawab: Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan, maksudnya menciptakan kehidupan dan menghilangkannya. Lalu Namruz berkata: "Saya pun dapat menghidupkan dan mematikan", yakni dengan membunuh dan memaafkan, lalu dipanggillah dua orang laki-laki, yang seorang dibunuh dan seorang lagi dibiarkan hidup. Maka tatkala Ibrahim lihat Namruz seorang yang tolol, ia meningkatkan argumentasi yang lebih jelas dan lebih logis lagi: "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari Timur, maka terbitkanlah oleh dari Barat. Lantas Namruz bingung dan terdiam, tidak dapat memberikan jawaban atau dalih lagi.

Sebetulnya dalam Alquran banyak sekali pelajaran yang bisa diambil untuk kehidupan kita sehari-hari. Dari Ibrahim kita bisa belajar bagaimana memperlakukan anak dan bagaimana berhadapan dengan orang yang berbeda paham. Disamping itu, untuk mempersuasi perlu seorang komunikator yang kredibel, menggunakan cara yang simpati dan pesan yang logis.