Prof. Peter Carey: Pahamkan Mahasiswa UIN Suka tentang Tingginya Nilai Budaya Nusantara dan Budaya Jawa
Prof. Peter Brian Ramsey Carey (65 tahun) adalah Guru Besar Oxford University, Inggris. Disamping itu, Peter Carey, demikian panggilan akrabnya, adalah sejarawan dan peneliti berkebangsaan Inggris, yang konsen melakukan penelitian tentang naskah-naskah sastra sejarah nusantara selama 45 tahun. 40 tahun diantaranya meneliti tetang naskah-naskah sastra sejarah Jawa yang mengkhususkan Kisah Pangeran Diponegoro dan Perang Jawa. Ia juga terlibat dalam proyek digitalisasi naskah-naskah sastra sejarah yang dimiliki kraton Yogyakarta dan naskah-naskah sastra nusantara yang lainnya. Selasa, 7/11/17, bertempat di Gedung R.H.A. Soenarjo, kampus UIN Sunan Kalijaga, Prof. Carey bercerita di hadapan ratusan Mahasiswa Fakultas Adab dan Ilmu Budaya tentang perjalanan penelitiannya selama 45 tahun di Indonesia.
Dijelaskan, pada awal ia mengenal sosok Pangeran Diponegoro saat pertama kali memahami sejarah Pangeran Diponegoro, Prof. Carey sudah mengagumi karakter Diponegoro. Menurut Prof. Carey, Pangeran Diponegoro merupakan sosok yang tekun, melakukan lelono, laku tasawuf dan mendalami mistik Islam-Jawa, serta belajar ke-Islaman di Pesantren Mlangi dengan gurunya Kyai Abdul Jami’, berteman dengan Mas Suwiryo dari Purworejo, mengabdi kepada Pangeran Pakubuwono, dikirim ke Bagelen, hingga membentuk dirinya menjadi sosok yang misterius, religius, tokoh Muslim yang saleh, pemimpin suci yang mencintai tanah tumpah darahnya hingga sangat berani berperang melawan penjajah. Pangeran Diponegoro juga merupakan sosok yang jujur, tegas, selalu melakukan apa kata hatinya. Pangeran Diponegoro adalah tokoh pahlawan nasional yang paling utama. Gambaran ini bisa dibaca dalam naskah Babat Diponegoro (yang ditulis sendiri oleh Pangeran Diponegoro melalui juru tulisnya). Kegigihan Pangeran Diponegoro dalam membukukan biografinya membuktikan keaslian sejarah, juga pandangan visioner yang dimiliki Pangeran Diponegoro, kata Prof. Carey.
Pengembaraan penelitian Prof. Carey terhadap naskah sastra (biografi) Pangeran Diponegoro melahirkan karya tulisan setebal 1.146 halaman yang diberinya judul “Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa (1785-1855).” Karya itu kemudian diringkas menjadi buku biografi “Takdir: Riwayat Pangeran Diponegoro (1785-1855).” Sementara itu, pengembaraannya melakukan penelitian terhadap karya – karya sastra nusantara diringkasnya dalam sejumlah karya buku antara lain: Sisi Lain Diponegoro – Babat Kedung Kebo dan Historijografi Perang Jawa, Orang Cina Bandar Tol, Candu dan Perang Jawa, Asal – Usul Yogyakarta dan Malioboro, Korupsi dalam Silang Sejarah Indonesia – Dari deandels (1808-1811) hingga Era Reformasi, Perempuan-Perempuan Perkasa di Jawa Abad XVIII-XIX, Inggris di Jawa (1811-1816), dan lain lain-lain.
Di hadapan ratusan mahasiswa Carey menyatakan, pengembaraan penelitiannya selama 45 tahun di Indonesia telah memberikan pemahaman kepadanya, betapa Nusantara, khususnya Jawa memiliki karya berupa naskah-naskah sastra sejarah yang luar biasa. Naskah-naskah sastra sejarah seperti Babat Diponegoro, RA. Kartini, Raden Mas Said merupakan karya budaya yang adiluhung, penuh dengan pesan-pesan kearifan lokal, spiritualitas dan ajaran ke-Islaman. Uniknya Pangeran Diponegoro, Raden Mas Said, RA. Kartini menulis sendiri apa yang dialaminya, seperti buku harian. Upaya digitalisasi karya sastra nusantara yang dilakukan timnya bekerjasama dengan Kraton Yogyakarta dimaksudkan untuk memenuhi keingintahuan dunia tentang kekayaan karya sastra sejarah nusantara. Keunikan dan nilai adiluhung karya sastra sejarah nusantara sangat disukai orang-orang mancanegara, karena memiliki nilai etik dan moralitas yang tinggi. Saat ini sudah 700 naskah dari Kasultanan Yogyakarta dan 300 naskah nusantara berhasil digitalisasikan. Pihaknya yakin, upaya digitalisasi naskah sejarah nusantara, bila banyak dibaca dan dipahami masyarakat dunia akan berdampak baik bagi tatanan kehidupan masyarakat dunia. Dari Jawa misalnya, banyak nilai nilai filosofi Jawa yang terdapat dalam naskah-naskah sastra sejarah yang bisa duipublikasi untuk diterapkan secara mendunia seperti; nilai-nilai moralitas yang terdapat dalam tembang-tembang Mocopat, gending Puspowarno karya Mangkunegoro XIV, indahnya kesenian gamelan, sepenggal kalimat Sepi Ing Pamrih Rame Ing Gawe, Memayu Hayuning Bawono, perang batin dalam menentukan sikap terbaik adalah kalimat-kalimat yang memiliki nilai kearifan lokal yang sangat tinggi, dan lain-lain.
Oleh karena itu sangat disayangkan bila orang-orang Indonesia sendiri justru lebih akrab dengan budaya Barat, dibanding warisan budaya sendiri yang sesungguhnya justru mampu menjaga nilai-nilai perjuangan dan moralitas bangsa. Indonesia saat ini hidup dalam kekosongan historiografi, tambahnya.
Kepada para Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Prof. Carey mengajak untuk menekuni kajian sastra sejarah nusantara. Hal ini penting. Melalui kajian sastra sejarah berarti menghidupkan kembali masa lalu, untuk dipetik nilai-nilai luhurnya, diterapkan di era kini dalam rangka menjaga peradaban bangsa. Namun masih jarang orang-orang Indonesia yang mau melakukannya, kata Prof. Carey. Tantangan Sejarawan di Indonesia adalah menulis kembali sejarah atas pesanan politis yang berkuasa. Sehingga penulisan sejarah tidak lagi netral, hasilnya juga tidak orisinil. Apa yang ia lakukan selama 45 tahun di Indonesia, diharapkan bisa mengilhami banyak orang Indonesia lebih menghargai sejarah nusantara dan banyak anak muda Indonesia berani menjalani karier sebagai sejarawan profesional. Hal ini perlu digelorakan di kalangan akademisi, untuk melahirkan sejarawan-sejarawan profesional, harap Prof. Carey (Weni Hidayati-Humas).