Prof. Syafiq Mahmadah Hanafi Dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Manajemen

Prof. Dr. H. Syafiq Mahmadah Hanafi, S.Ag., M.Ag., dikukuhkan sebagai Profesor/Guru Besar di bidang Ilmu Manajemen melalui sidang senat terbuka. Prof. Syafiq dikukuhkan oleh Ketua Senat UIN Suka, Prof. Siswanto Masruri, M.A., berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia nomor 5486/M/07/2023. Sidang senat tersebut diselenggarakan pada 10/5/2023, di Gedung Prof. RHA. Soenarjo, SH., atau Convention Hall UIN Sunan Kalijaga. Hadir dalam Rapat Senat Terbuka kali ini antara lain: Rektor UIN Suka, Prof. Phil Al Makin, Ketua Senat, Prof. Dr. H Siswanto Masruri, para Wakil Rektor, jajaran Dekanat, keluarga besar, kolega, tamu undangan dan segenap Sivitas Akademika UIN Sunan Kalijaga.

Dalam pidato pengukuhan, Prof. Syafiq Mahmadah Hanafi menyampaikan topik yang berjudul "Investasi Etis Islam: Apakah Dapat Menjadi Pilihan Investor Religius dan Investor Rasional?" Dalam pidato tersebut, Prof. Syafiq berusaha untuk mempertemukan kepentingan investor etis dengan investor rasionalistik dalam konteks berinvestasi. Prof. Syafiq menjelaskan bahwa investasi merupakan upaya untuk meningkatkan kemakmuran dari harta yang dimiliki pada saat sekarang untuk kemakmuran di masa mendatang.

Disebutkan, investor etis adalah kalangan investor yang mempertimbangkan nilai-nilai positif pada perusahaan dan operasionalnya. Ada beberapa macam investasi etis anatara lain, Investasi Etis berdasarkan Nilai-Nilai Agama, berdasarkan CSR, dan isu-isu sosial. Investor etis tidak hanya fokus pada keuntungan finansial semata, tetapi juga pada kepuasan batin, investasi jangka panjang, dan upaya perbaikan dunia.

Investasi Etis melibatkan dua bentuk screening: Negative Screening dan Positive Screening. Negative Screening memastikan perusahaan tidak melanggar nilai-nilai agama, sementara Positive Screening mengharuskan perusahaan memiliki tanggung jawab sosial dan respon terhadap perubahan lingkungan. Dalam investasi etis, nilai-nilai agama dan tanggung jawab sosial menjadi faktor penting dalam pemilihan perusahaan atau produk investasi. Selaras dengan prinsip-prinsip Islam, investasi dalam produk haram seperti alkohol dan pornografi tidak diperbolehkan. Investasi etis mendorong kesuksesan finansial yang sejalan dengan prinsip-prinsip etis dan nilai-nilai yang diyakini oleh para investor.

Pendekatan screening terhadap obyek bisnis sebenarnya telah dikenal sejak zaman Nabi Muhammad SAW ketika beliau melakukan penapisan terhadap aktivitas bisnis yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Bisnis yang melibatkan praktik maysir, gharar, riba, penipuan, dan ketidakadilan dilarang secara tegas dalam Islam. Dalam konteks investasi modern, pendekatan ini lebih dikenal sebagai ethical screening. Hal ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW telah melakukan proses pemilihan dan pemisahan bisnis yang sesuai dengan ajaran Islam sebelum dunia Barat mengenal mekanisme serupa.

Di sisi lain, ada kalangan investor yang melakukan investasi di luar lingkup investasi etis, yang dikenal sebagai investasi non-etis atau investtor rasional. Pandangan tradisional menganggap bahwa tujuan utama dari investasi non-etis adalah mencapai tingkat keuntungan yang diharapkan.

Pria yang juga aktif menjadi Asesor Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi ini menyebutkan bahwa perusahaan syariah tidak selalu unggul walaupun menggunakan kerangka syariah pada produk dan mekanismenya. Namun, pihaknya juga menjelaskan bahwa pembuktian keunggulan investasi etis 'hanya' dapat dilakukan dengan kinerja yang baik dan lebih unggul jika dilakukan perbandingan dengan institusi bisnis yang lain. Berbagai literatur menyebutkan kinerja investasi syariah lebih baik dibandingkan kinerja investasi non syariah tetapi juga memiliki hasil yang sama, sehingga tidak berbeda kinerja keduanya. Namun adapula yangmenyebutkan kinerja investasi etis tidak lebih baik bahkan di bawah kinerja investasi non syariah.

Pada akhirnya, dua karakteristik investor menjadi bagian dari dunia investasi saat ini. Keduanya berjalan dalam waktu dan kesempatan investasi yang sama dengan tujuan yang berbeda. Tujuan yang sama hendak dicapai oleh kedua karakteristik investor adalah kepuasan dan kesesuaian dengan hati dan akal pikiran. Kedua karakteristik investor juga memiliki tujuan besar yang sama yaitu kesejahteraan dan kemakmuran dengan cara yang berbeda.

Kinerja yang baik menjadi tujuan sebuah perusahaan karena dapat mempertemukan kepentingan kalangan investor religious/etis dan investor rasional positivistic. Kinerja investasi dan lembaga keuangan yang baik dapat memenuhi harapan kalangan investor religious/etis karena dapat melakukan investasi sesuai dengan keyakinan atau nilai-nilai kebenaran yang dianutnya. Kinerja yang baik juga memberikan keuntungan kalangan investor etis/religious sebagai imbalan atas investasi mereka sehingga memberikan dua keuntungan. Kalangan investor rasional positivistic akan memilih kinerja yang baik tanpa melihat atribut investasi baik investasi syari’ah maupun non syari’ah. Kelompok investor ini cenderung untuk memilih investasi yang dapat memberi tingkat keuntungan yang diharapakan atas investasi mereka, pungkasnya.

Menanggapi pidato ilmiah Prof Syafiq, Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof. Al Makin antara lain menyampaikan, akuntansi syari’ah itu akuntansi yang benar, semua akuntansi yang benar sudah bersyari’ah, tanpa disebut syari’ah. Akuntansi yang penuh perhitungan, sederhana, tidak terlalu liberal, hati-hati (prudens) adalah akuntansi syari’ah.

Menurut Prof. Al Makin, syari’ah merupakan niche (lingkungan) atau market (pasar). Syari’ah menjanjikan klien, customer, dan pasar tersendiri sehingga label itu mujarab mendatangkan peminat dan pembeli. Syari’ah apa saja laku di Indonesia: baju, produk, wisata, dan obat-obatan. Syari’ah merupakan daya tawar. Juga dalam bidang ekonomi, mungkin dan seringkali kita jumpai juga dalam bidang politik dan sosial di Indonesia. Kalau kita kembali pada pemikiran Prof. Misnen, syari’ah adalah bentuk kehati-hatian, tidak terlalu berlebihan dalam memutuskan, prinsip adil, sederhana, jujur, dan seimbang adalah prinsip syari’ah dalam berekonomi. Ini nada optimisnya. Dan keuntungan menggunakan Islam dan syari’ah yang disampaikan Prof. Syafiq: Investasi dalam Islam mendorong sektor industri dan aktivitas bisnis yang bergerak di sektor riil sebagai nilai lebih.

Pada bagian lain, investor muslim juga mengharapkan bahwa investasi syari’ah dapat memberikan keuntungan dan perkembangan yang baik. Kriteria investasi syariah dalam rangka mencapai tujuan tersebut adalah tingkat hutang yang rendah, kapitalisasi pasar yang besar di samping kriteria kualitatif yang telah ditentukan oleh ajaran Islam (DeLorenzo, 2001).

Apa yang disampaikan Prof. Syafiq realistis dan kritis: Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perusahaan syari’ah tidak selalu unggul walaupun menggunakan kerangka syari’ah pada produk dan mekanismenya. Hal tersebut menegaskan bahwa jargon syari’ah atau investasi etis tidak selalu identik dengan keunggulan dan kinerja. Pembuktian keunggulan investasi etis “hanya” dapat dilakukan dengan kinerja yang baik dan lebih unggul jika dilakukan perbandingan dengan institusi bisnis yang lain.

Kegagalan ekonomi syari’ah (di Pakistan misalnya), atau investasi syari’ah tidak berjalan dengan baik di negara itu, bukan karena kualitas syari’ahnya, atau karena teorinya, tetapi lebih karena negaranya sendiri tidak berjalan dengan baik. Secara politik dan sosial Pakistan tidak stabil. Disamping itu juga karena kinerja yang tidak baik dikarenakan pemilihan portofolio yang tidak sesuai (Shaikh, 2019).

Jadi realistisnya, kinerja bank Syari’ah tidak lebih baik dibandingkan bank non syari’ah sehingga masyarakat cenderung menganggap tidak ada perbedaan antara bank syari’ah dan non syari’ah kecuali hanya atribut “syari’ah”. Begitulah nada pesimis dari pemikiran Prof. Syafiq.

Namun begitu, demikian ungkap Prof. Al Makin, di UIN Sunan Kalijaga menyambut pasar dan niche syari’ah ini dengan mendirikan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI). FEBI menarik banyak minat Mahasiswa, dan juga Kerja sama dengan pihak luar. Ini artinya syari’ah di kampus kita dan di negara kita laku dan menarik konsumen. Ini adalah potensi pasar. Selanjutnya pusat halal kita dan sertifikasi halal mendapatkan sambutan yang hangat dari UMKM. Lebih dari lima ratus usaha kecil dan menengah sudah bermitra dengan sertifikasi halal UIN Sunan Kaljaga. Itu adalah awal yang baik. Selanjutnya kita akan lihat dan tunggu. Secara epistimologi sama dengan Prof. Misnen yang meletakkan sejarah investasi Islam dalam investasi secara umum. Agama menjadi acuan moral dan control terhadap pasar.

Saat ini kita semua mencatat investasi halal telah menjangkau industri halal dan meliputi fashion, makanan, farmasi, kosmetik dan juga meluas ke traveling, dan wisata (ISEF.co.id). Diharapkan ini juga sekalligus membuka lapangan kerja dan masyarakat menerima jaminan halal dari setiap produk dan meramaikan pasar.

Oleh karena itu, yang terpenting bagi yang mendukung ekonomi Islam, harus dipahami bahwa tujuan perusahaan dalam kacamata Islam adalah falah yang tujuan tidak hanya di dunia tetapi juga di akhirat. Dan penting juga untuk dipahami, bahwa Konsep utama ekonomi syari’ah adalah perimbangan, keadilan sosial, etika bisnis dengan puncaknya adalah kesalehan ekonomi, tegas Prof. Al Makin. (RTM/Weni/Ihza)