Konferensi Integrasi-Interkoneksi Islam dan Sains Fakultas Saintek UIN Suka, Upaya Mengadirkan Sumbahsih Studi Ke-Islaman bagi Pengembangan Saintek yang Lebih Responsif Terhadap Permasaalahan Bangsa
Wakil rektor I (Bidang Akademik dan Pengembangan Lembaga), Prof. Iswandi Syahputra mengatakan, beberapa tahun lalu, nitizen ramai membahas tentang aksi Ustad Bakhtiar Nazir yang meminum urine unta saat umrah. Videonya viral dan memicu kontroversial, hingga membentuk dua polarisasi khalayak. Kelompok pertama khalayak yang percaya bahwa meminum urine unta begian dari ajaran Rosulullah berdasarkan HR. Bukhari Muslim. Kelompok kedua, khalayah yang menilai aksi meminum urine unta itu najis dan merusak kesehatan, meskipun ada hadisnya.
Saya menilai kelompok pertama sebagai umat Islam beriman yang pasif, tanpa menggali ilmu pengetahuan terkait itu. Tesisnya, apa saja yang bersumber dari Rosulullah adalah benar. Karena Rosulullah SAW terpelihara dari salah dan khilaf. Kelompok kedua bisa dinilai sebagai umat Islam yang tidak beriman dan tidak berpengetahuan. Anti tesisnya juga sederhana, keimanan bukan entitas yang lepas dari rasionalitas. Tesis dan anti-tesis tersebut harusnya mendorong munculnya kelompok ketiga yang mampu memberikan sintesis. Dalilnya sederhana; Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya (QS. Al-Isra’/17:36).
Prof. Iswandi Syahputra menyampaikan pengantar tersebut saat membuka Konferensi bertajuk Integrasi-Interkoneksi Islam dan Sains yang diselenggarakan Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, bertempat di Gedung Prof. RHA. Soenardjo, kampus UIN Sunan Kalijaga, 18/11/2020. Ketua panitia konferensi, Dr. Muhammad Wakhid Musthofa, M. Si., dalam laporannya menyampaikan, Konferensi Integrasi – Interkoneksi Islam dan Sains yang diselenggarakan di Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga ini merupakan agenda tahunan, dan kali ini sudah yang ketiga kalinya. Agenda ini dilakukan dalam rangka memperkuat dan mempertajam iklim pembelajaran dan pengembangan akademik yang mengacu pada konsep integrasi-interkoneksi Islam dan Sains, sebagai amanah visi-misi yang harus diemban oleh semua fakultas yang ada di kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pada konferensi yang ketiga ini Fakultas Saintek berkomitmen untuk memperkuat dan mempertajam implementasi konsep tersebut dalam setiap agenda perkuliahan, penelitian maupun pengabdian kepada masyarakat, yang tercermin dalam kurikulum pembelajaran, kata Wakhid Mustofa.
Konferensi diawali dengan pemaparan 3 narasumber, yakni; Prof. Dr. HM. Amin Abdullah, dengan makalahnya “ Integrasi-Interkoneksi Islam dam Sains.” Prof. Dr. H. Siswanto Masruri, MA., memaparkan pemikirannya “Integrasi Ilmu Untuk Bangsa.” Keduanya merupakan pencetus konsep integrasi-interkoneksi keilmuan yang menjadi visi-misi pengembangan akademik di kampus UIN Sunan Kalijaga. Kandidat Prof. Dr. Agung Fatwanto memaparkan tentang “15 Tahun Fakultas Saintek UIN Suka-Distingsi Prodi dan Ciri Khas model Kajian.” Dilanjutkan diskusi paralel menampilkan 64 pemakalah, yang diikuti 178 partisipan dari PT seluruh Indonesia melalui zoom meeting, imbuh Wakhid mustofa. Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Suka, Dr. Khurul Wardati menambahkan, konferensi tahunan ini dilaksanakan sebagai bentuk apresiasi terhadap karya dan sarana bertukar pikiran bahwa keilmuan sains tidak bisa lepas dari keilmuan Islam. Integrasi-Interkoneksi Islam dan Sains sebagai pondasi pengembangan keilmuan Fakultas Saintek UIN Suka. Juga bagaimana mewujudkan Firman Allah SWT dalam Ayat-Ayat suci al Qur’an ke dalam riset eksperimental sains yang memberi manfaat sekaligus rahmat bagi kehidupan manusia, sebagai perjuangan untuk menjemput Ridlo-Nya.
Sementara itu lebih jauh lagi Prof. Iswandi Syahputra bercerita tentang kelompok ketiga yang dijelaskan di atas. Kelompok ketiga lahir dari produk ilmu pengetahuan yang seharusnya berkembang di perguruan tinggi Islam. “Tentu saja sebagai ilmuwan muslim saya akan berdiri di kelompok ketiga. Saya mencari, membaca, dan menemukan artikel ilmiah tentang urine unta. “Camel Urine Components Display Anti-Cancer Properties In Vitro (Journal Ethnopharmacology),” The Unique Medicinal Properties Of Camel Products: A Review of The Scientific Evidence (Journal Of Taibah University Medical Sciences). Satu artikel lagi berjudul “Camel urine For Health In Islam And Science Prespective (Kaunia).” Saya kaget artikel ini ditulis oleh Wachidah Nur Latifah, Siti Nur Ngaeni, Rian Adi Setia Rahman, Inarotu Millati Azka, Muhammad Ali Maqshudi Zain. Semua adalah Dosen Fakultas Saintek UIN Suka. Saya lega dan bangga, setidaknya kampus UIN Sunan Kalijaga melalui risetnya telah berkontribusi pada pengembangan pemaduan Islam dan ilmu pengetahuan. Artikel tersebut menjadi salah satu bukti implementasi Integrasi-Interkoneksi Islam dan Sains dalam riset ilmiah,” demikian cerita Prof. Iswandi Syahputra.
Di pacu dari adanya konferensi tahunan ini, pihaknya berharap Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga, ke depan bergerak lebih maju ke arah aksi dalam mengimplementasikan Integrasi-Interkoneksi Islam dan Sains, membumikan Ayat-Ayat Suci al Qur’an melalui riset menjadi karya-karya nyata yang bermanfaat dan menjadi rahmat dalam kehidupan.
Dijelaskan, riset tentang urine unta baru kasus kecil. Yang sesungguhnya penting didiskusikan dalam konferensi ini adalah tentang epistemologi keilmuan Integrasi-Interkoneksi Islam dan Sains. Prof. Kuntowijoyo telah mengawalinya melalui konsepnya Islamisasi ilmu pengetahuan ; mengandaikan proses pembenaran ilmu pengetahuan melalui dalil Nash. Nash menjadi justifikasi bagi hadirnya sains. Relasinya benar, tapi tidak berhubungan karena tidak saling mengenal. Dan pengilmuan Islam; mengandaikan proses penemuan ilmu pengetahuan melalui dalil Nash. Ini merepresentasikan kelompok ketiga, beriman dan memiliki dasar ilmu pengetahuan. Nash menjadi inspirasi bagi muncul dan berkembangnya sains. Relasinya benar dan saling berhubungan karena diperkenalkan oleh ilmuwan. Uraian itu memperjelas bahwa Integrasi-Interkoneksi Islam dan Sains menjadi gagasan segar, yang bukan hanya menjadi wacana, tetapi harus disegerakan menjadi seperangkat metode berpikir dalam mengembangkan keilmuan baru. Disusul berbagai langkah kongkrit riset-riset ilmiah yang dipublikasi secara internasional di kampus UIN Sunan Kalijaga tercinta ini.
Pihaknya juga menaruh penghargaan yang tinggi kepada Prof. Amin Abdullah dan Prof. Siswanto Masruri sebagai penggagas Integrasi-Interkoneksi Islam dan Sains yang dengan gigih dan konsisten mengawal terimplementasikan gagasan ini dalam setiap redesain kurikulum di kampus ini. Bahkan Prof. Amin Abdullah tetap produktif menulis karya ilmiah dalam penyempurnaan Integrasi-Interkoneksi Islam dan Sains. Karya terbarunya; Multi Disiplin, Inter Disiplin dan Trans Disiplin: Metode Studi Agama dan Studi Islam Di Era Kontemporer. Karya ilmiah Prof Amin Abdullah juga banyak dipakai acuan Kemenristekdikti dalam melahirkan kebijakan pengembangan pendidikan tinggi di Indonesia, papar Prof. Iswandi.
Prof. Amin Abdullah dalam paparannya antara lain menyampaikan, Multidisiplin, interdisiplin, transdisiplin menjadi solusi yang tepat dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi saat ini (complex problem solving). Pandemi covid 19 menyadarkan kita sebagai umat Muslim bahwa butuh kerjasama semua bidang keilmuan agar bisa terhindar dari virus yang sudah banyak menyebabkan kematian, dan problem-problem kemanusiaan yang kompleks. Negara-negara majupun kewalahan menghadapinya, tetapi dengan kerjasama (networking) antar para ahli di bidang kesehatan, hukum, ekonomi, pertanian, agama, sosial, budaya dan seterusnya, terbukti Indonesia bisa menekan dampak buruk covid 19. Artinya pandemi covid 19 memudahkan kita memahami konsep Integrasi-Interkoneksi. Saling menyapa, saling menghormati campur tangan antara bidang yang satu dengan yang lain terbukti lebih mudah menyelesaikan permasalahan yang kompleks akibat pandemi ini.
Banyak yang bisa dijadikan gambaran bagaimana kita bersikap menghadapi norma baru pasca pandemi, seperti; monodisiplin menjadikan kita emosional. Multidisiplin membuat kita mampu memecahkan permasalahan yang kompleks. Mengapa orang masih saja teriak mengkhafirkan orang lain, sementara banyak yang sibuk mengatasi masalah pandemi, Itu karena pemikirannya monodisiplin (wawasannya sempit). Mengapa keras pada orang lain, karena pemikirannya terbatas linieritas. Jadi menganggap dirinya benar sendiri. Maka metodologi studi Islam harus membuka diri melibatkan banyak dimensi, menyapa semua bidang keilmuan. Semua bidang ilmu juga saling menggandeng secara terbuka, agar terlahir ilmuwan-ilmuwan yang care terhadap setiap permasalahan era kini.
Prof. Siswanto menegaskan, ilmu apapun tidak akan berkembang lebih maju jika tidak mendiskusikannya dengan ilmu yang lain. Hal tersebut sudah diperkenalkan oleh Albert Einstein melalui pernyataannya;”Ilmu tanpa agama akan lumpuh, agama tanpa ilmu akan buta, ungkap Prof. Siswanto Masruri.
Sementara itu dalam penjelasannya, Kandidat Prof. Agung Fatwanto menyampaikan, 15 tahun usia Fakultas Saintek, belum mapan ciri khas pengembangan keilmuan di fakultas ini yang bisa dipersembahkan untuk bangsa. Perlu ada kegigihan untuk menggali melalui riset untuk memapankan ciri khas itu. Sebagai gambaran ciri khas kajian riset yang menggali dari nilai-nilai Islam atau yang bersumber dari teks ayat-ayat suci al Qur’an. Ilustrasi; barangsiapa ingin berumur panjang maka silaturahmi. Lakukan riset multy-cross. Ketemulah, hubungan baik kunci hidup sehat yang menjadi salah satu syarat untuk berumur panjang. Cantoh lagi, lakukan kajian ulang bahwa atum itu benda mati. Karena teks al Qur’an menyebutkan, semua yang ada di bumi bertasbih, termasuk atum? Bisa juga melakukan eksplorasi teks keagamaan dan permasalahan peradaban dalam rangka mencari solusi permasalahan peradaban. Ini juga peluang untuk memantapkan ciri khas Fakultas Saintek UIN Suka. Jadi tidak perlu mencontoh apa yang sudah dilakukan ITB atau ITS, dan lain-lain, tapi menggali sendiri, papar Agung Fatwanto.(Weni/Doni/Dimas)