Rektor UIN Suka Soroti Maraknya Siaran Religi
Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof. Dr. Phil Al Makin, S.Ag., M.A. menyoroti maraknya siaran televisi religi. Demikian disampaikan Prof. Dr. Phil Al Makin, S.Ag., M.A. pada Focus Group Discussion (FGD) Riset Indeks Kualitas Program Siaran Televisi Periode II tahun 2021, Senin (1/11/2021), di Hotel Harper Jl. P. Mangkubumi, Yogyakarta.
“Sebagai seorang peneliti harus dapat memposisikan diri berada di luar bukan di dalam objek penelitian. Semua peneliti supaya memiliki self magnifine sehingga tidak membenar-benarkan diri sendiri. Keluarlah dari zona nyaman Anda,” kata Al Makin.
Dia menyayangkan banyaknya acara religi yang disampaikan oleh sosok yang kurang berkompeten. Selain itu, dia melihat masih banyak kasus korupsi di Indonesia meski acara religi marak. Al Makin membandingkan aktivitas keagamaaan di Indonesia dengan beberapa negara lain seperti Malaysia, Brunei, Saudi, Syuriah dan Afganistan.
Menurut Al Makin, agama bermanfaat untuk dua komponen bangsa yaitu pegiat ekonomi dan pegiat politik. Ia mencontohkan, ketika menjelang Ramadan, agama dikaitkan dengan persiapan-persiapan menyambut Ramadan.
Komisioner KPI Pusat, Hardly Stefano menyampaikan harapannya agar hasil riset survei indeks kualitas siaran TV bisa disampaikan kepada masyarakat sehingga bisa menjadi referensi ketika akan menonton siaran TV
“Ke depan bisa semakin memperkuat kerjasama dengan UIN Sunan Kalijaga selain pelaksanaan riset. UIN Sunan Kalijaga memberi warna dengan menginisiasi diseminasi khusus tentang program religi bersama Kemenag.
Baca juga: Prof. Iswandi Bicara Perspektif Kualitas Siaran Menyongsong Era Digitalisasi Siaran Televisi
FGD tentang program siaran religi. FGD melibatkan rektor atau dekan-dekan dari UIN Suka,” ujar Hardly.
Hardly menganalogikan siaran televisi seperti makanan. Dia menyebutkan makanan terlarang yaitu karena membahayakan, makanan-makanan tidak dilarang tapi tidak sehat seperti junk food.
“Ada konten siaran yang masuk terlarang seperti ketelanjangan, sadis, melampaui norma, memutilisasi orang. Ada juga yang tidak dilarang tapi tidak sehat karena terlalu banyak konten-konten yang mengganggu psikologi anak dan remaja. Itu semua juga tergantung penonton yang memilih program siaran yang berkualitas,” papar Hardly.
Menurutnya, tugas KPI menyampaikan mana menu yang sehat, kurang sehat dan bisa mengganggu kesehatan mental. Mana siaran yang harus diperbanyak, mana yang harus dikurangi dan mana yang enggak dilarang tapi perlu dikurangi.
Sementara itu Bono Setyo, Pengendali lapangan riset wilayah DIY mengatakan bahwa riset ini merupakan periode kedua dalam tahun 2021. “Di tahun ini dilaksanakan 2 kali riset yang melibatkan 8 informan yang expert dibidang-bidang tertentu sesuai dengan delapan kategori yang telah ditentukan oleh KPI Pusat, yaitu berita, talkshow, infotainment, variety show, sinetron, religi, siaran anak dan wisata budaya” Jelas Bono. Hasil FGD ini nanti selanjutkan akan dikompilasi dengan 12 kota lainnya di Indonesia untuk mendapatkan gambaran dan kesimpulan tentang kualitas program siaran televisi Indonesia tahun 2021. (Nurul)