Memahami Potensi Merapi dan Kearifan Lokal Masyarakat di Lereng Merapi, Relawan Tanggap Bencana UIN Sunan Kalijaga Gelar Sarasehan Merapi

Terletak diantara DIY dan Jawa Tengan, meliputi Kabupaten Sleman, Magelang, Boyolali, dan Klaten, Merapi menyimpan sejuta kearifan yang mempu menghidupi ratusan ribu manusia yang ada di lerengnya. Merapi menyimpan potensi yang luar biasa, baik potensi alamnya, kekayaan biodeversitas, potensi untuk mengembangkan pertanian, peternakan, pariwisata dan seterusnya. Perilakunya menginspirasi para cendekia untuk terus menggali. Di balik sejuta kearifannya, Merapi menyimpan bahaya yang mampu meluluh lantakkan peradaban. Sejak tahun 1768 merapi sudah meletus 100 kali. Letusan besar terjadi 1872, dentuman suaranya terdengar sampai Kerawang dan Madura. Terjadi letusan besar lagi pada tahun 1930, erupsi tahun 2006 membentuk kawah yang menghadap ke selatan, sehingga diproyensikan jika terjadi letusan wilayah paling terdampak adalah kabupaten Sleman. 26 Oktober 2010 Merapi meletus lagi, mengeluarkan semburan awan panas, terus membesar hingga Novemver 2010 puncak erupsi, 400 ribu jiwa mengungsi, 3000 rumah luluh lantak, pohon pohon tumbang, 3000 binatang ternak mati. 398 jiwa ditemukan tak bernyawa. Perekonomian lumpuh, kerugian material lebih dari 3,5 trilyun. Pasca letusan besar itu morpologi merapi berubah total membetuk kawah yang menghadap ke selatan dan tenggara. Hal ini menyebabkan ancaman letusan merapi beberapa dekade ke depan diprediksi mengarah ke selatan dan tenggara (wilayah Yogyakarta), juga ancaman lahar dingin melalui 10 sungai yang mengalir ke selatan dan tenggara di lereng merapi.

Bertolak dari kondisi itu, para pemangku kebijakan melakukan penyusunan rencana tata kota berbasis Mitigasi Bencana berdasarkan pada UU Nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, dan Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang. Menata Kawasan Merapi menjadi kawasan lindung dan budidaya. Serta menyelenggarakan wajib latih penanggulangan bencana bagi seluruh masyarakat di lereng merapi, dan pembentukan sistem peringatan dini bencana Merapi, sebagai upaya memperkecil resiko bencana ke depan. Alam menyuguhkan berjuta kearifan bagi setiap insan yang hidup di sekitarnya, berkatnya manusia hidup di atas kemakmuran, kedamaian, dan kesejahteraan. sudah selanyaknya tumbuh saling mengerti dan menghargai antara bumi, alam dan manusia, untuk sebuah harmoni. belajar dari Merapi.

Demikian antara lain narasi dari video bertajuk “Belajar dari Merapi” yang disuguhkan mengawali kegiatan Sarasehan virtual yang diselenggarakan Tim Relawan Tanggap Darurat Merapi UIN Sunan Kalijaga, 28/12/2020. Kepala Pusat Pengabdian Masyarakat, Trio Yonathan Teja Kusuma, S.T., M.T., saat membuka agenda sarasehan menyampaikan, sarasehan kali ini diikuti seluruh relawan mahasiswa UIN Sunan Kalijaga yang berjumlah 70 orang. Mereka ini sudah diterjunkan ke berbagai lokasi barak tanggap darurat Merapi, diantaranya di area Wonokerto, Purbobinangun, Girikerto sampai ke Srumbung, Magelang. Berbagai kegiatan sudah dilakukan para relawan, diantaranya; pendataan barak pengungsian (fasilitas air, sanitasi, daya tampung dan lain-lain), bersih bersih barak, mitigasi bencana, aksi peduli dampak covid-19 bekerja – sama dengan Dompet Dhuafa dan Elsheskin, dengan membagikan 100 paket sembago, juga membagikan proposal ke berbagai elemen untuk memperoleh peralatan sanitasi barak.

Kegiatan sarasehan kali ini melengkapi kegiatan relawan merapi sebagai upaya untuk mengenal dan memahami lebih dekat tentang potensi dan bahaya Merapi, sehingga memudahkan para relawan untuk melakukan apa yang harus dilakukan, serta memudahkan berbagai kerja-sama dalam tim dari berbagai elemen selama diterjunkan menjadi relawan. Selain itu para mahasiswa relawan juga dapat menyerap berbagai pelajaran kehidupan di lereng merapi yang tentunya akan sangat bermanfaat bagi masa depan mereka. Sarasehan kali ini menghadirkan narasumber dari berbagai elemen, yakni; Dr. Ahmad Salehudin, S.Th.I., M.A (Antropolog UIN Sunan Kalijaga) tentang Budaya dan Mitigasi Bencana Merapi, Dr. Moh Soehadha, S.Sos.M.Hum. (Antropolog UIN Sunan Kalijaga) tentang Merapi dan Budaya Jawa, Tomon Haryo Wirosobo (Lurah Wonokerto) tentang Desa Tangguh Bencana Merapi, Ahmadi ( Taman Nasional Gunung Merapi) tentang Kelestarian Biodiversitas Merapi, Djoko Suprijadi S.Hut. M.Cs (Kehutanan UGM) tentang Konservasi Merapi, Subandriyo( BPPTKG) tentang Literasi Kebencanaan Merapi, Dr. Totok Dwiantoro (Hukum Lingkungan UGM) tentang Masyarakat Merapi dan Lingkungan Hidup, Dr. Mukhrisun BSW, MSW (Ketua LPPM UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta) tentang Pemberdayaan Masyarakat Lereng Merapi, Bekel Anom Surakso Sehono (Mas Asih) (Juru Kunci Merapi) tentang Relasi Budaya Masyarakat Lereng Merapi, Elo Susilo (SAR DIY) tentang SAR DIY dan Tanggap Bencana Merapi. Sarasehan dimoderatori Dr. Hj. Adib Sofia, S.S., M.Hum (Sekretaris LPPM UIN Sunan Kalijaga). Hadir pula memberikan sambutan; Dr. Abdur Rozaki (wakil Rektor bidang Kemahasiswaan dan Kerja – Sama UIN SuKa Yogyakarta), Subagyo (Panewu Turi).

Dalam sambutannya, Dr. Abdur Rozaki antara lain menyampaikan; ada banyak yang bisa dipetik para relawan mahasiswa saat menyatu dengan masyarakat yang mengungsi di barak (belajar sambil mengabdi untuk masyarakat). Diantaranya tentang karakter kebencanaan, bagaimana bersahabat dengan bencana, belajar tentang teknologi untuk memahami aktifitas kebencanaan dan bagaimana menanggulangi bencana, bagaimana proses mengedukasi masyarakat tentang peringatan dini bencana, bagaimana sistem mitigasi kebencanaan dalam rangka meminimalisir korban, kerusakan infrastruktur, aktifitas ekonomi agar tidak lumpuh, belajar tentang daya tahan masyarakat, melatih ketajaman, kepekaan, empati para mahasiswa, dan seterusnya. Semua itu sangat bermanfaat untuk membentuk karakter kepemimpinan mereka.

Sementara itu, dari paparan para narasumber yang dapat dipetik sebagai pelajaran yang sangat berharga; Tomon; Ketangguhan desa-desa di lereng Merapi dalam menghadapi setiap ancaman dan bencana Merapi tidak terlepas dari sinergi berkelanjutan dari semua elemen (BNPB, BPBD, Pemda/Pemangku Kebijakan, FPRB, LSM, dari kalangan pendidikan, SAR/Relawan dan seterusnya). Ahmadi; Kekayaan potensi merapi -taman nasiona, biodiversitas, hidrologi/16 aliran sungai, lahan pertanian yang subur, budaya masyarakat setempat, pariwisata, aktifitas kegung-apian, dan seterusnya. Semua potensi itu membuat merapi selalu bisa menghidupi. Potensi itu bisa terancam oleh proses alam atau oleh perlakuan manusia yang berlebihan. Oleh karenanya perlu arif dalam memperlakukan Merapi. Joko; Ekosistem Merapi memiliki karakteristik yang dinamis. Misalnya; tiba tiba tumbuh tanaman yang sebelumnya tidak ada. Artinya Merapi memiliki ketahanan ekosistem. Pasca diterjang lahar dan awan panas yang dahsyat-pun, tak lama berselang flora dan fauna kembali pulih. Menjadi satu dengan Merapi, wilayah Yogyakarta memiliki kekayaan geomorpologi (terkaya di dunia). Diperlukan pendekatan konservasi yang tepat agar kekayaan alam yang dimiliki DIY terjaga (pendekatan soft science, hard science dan tata kelola air). Disamping itu perlu ditanamkan kepada seluruh masyarakat tentang budaya konservasi, gaya hidup yang sadar pelestarian ekosistem, dan kesiap-siagaan mengadapi bencana. Joko berharap, LPM UIN Sunan Kalijaga tidak hanya menggalang relawan tanggap bencana, tetapi juga berlanjut ke relawan konservasi. Totok; Mengantisipasi agar bencana tidak terjadi (bencana alam, pencemaran, kerusakan lingkungan), maka antisipasi yang dilakukan adalah memahami pola-pola perilaku manusia, literasi kebencanaan secara terus menerus, dan tata ruang kawasan rawan bencana. Subandriyo; Sarasehan seperti ini sangat penting untuk mengetahui Merapi dari semua aspek. Potensi dan ancaman bencana Merapi (primer-erupsi, skunder-lahar dingin, tersier-kerusakan lingkungan). Literasi Kebencaan untuk meminimalisir resiko bencana/penyelamatan aset dan jiwa.

Bekel Anom; Kebiasaan/adat istiadat (labuhan/nyadran) / kesenian (tari-tarian/budaya dan kearifan lokal masyarakat merupakan wujud bahwa masyarakat itu menyatu dengan alam/hubungan mutualisma agar bisa saling menghidupi dan menjaga kelestariannya. Semua itu juga berfungsi untuk mengembangkan pariwisata. SAR DIY; Kondisi terkini tanggap darurat bencana merapi dengan kesiapsiagaan berbasis kesatuan masyarakat. Selain itu melakukan konsulidasi semua sektor dan pembelajaran kesiapsiagaan di kalurahan-kalurahan dalam rangka meminimalisir korban jiwa. Salahuddin; Bencana itu bagian dari kehidupan. Merapi meletus adalah cara Merapi menyeimbangkan dirinya. Maka yang terpenting adalah terus melakukan transformasi pengetahuan, belajar dari masa lalu untuk lebih baik, terus membangun sinergitas semua pihak dalam rangka menjaga sumber sumber mata air dan sumber alam lainnya dari Merapi, dan juga untuk meminimalisir korban jiwa. Soehada; Merapi merupakan bagian dari filosofi orang Jawa. Bagaimana orang Jawa merefleksikan kehidupan akherat melalui Merapi. Filosofi itu membuat orang Jawa berhati hati memperlakukan Merapi. Selain itu, melalui simbul-simbul adat kebiasaan dan ritual, masyarakat merefleksikan bahwa manusia harus menyatu dengan alam agar tercipta harmonisasi kehidupan. Jadi secara arif masyarakat di lereng merapi tidak menganggap diri mereka sebagai pusat. Karena anggapan yang demikian membuat mereka akan mengekploitasi Merapi.

Sarasehan ditutup oleh Dr. Muhrisun, yang antara lain menyampaikan bahwa; bagi Kampus UIN Xsunan Kalijaga Yogyakarta Merapi merupakan wahana untuk belajar dan mengabdi melui kerja-sama yang terus dilakukan dengan desa desa di lereng Merapi. Bentuk kerja – sama itu selain diwujudkan dalam pengiriman relawan tanggap bencana, juga kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat di lereng Merapi dan pembentukan desa inklusi, serta edukasi masyarakat ramah difabel. (Weni)