LPPM UIN Sunan Kalijaga Selenggarakan Konferensi Moderasi, Pariwisata, Pendidikan dan Budaya Libatkan Peran Serta Masyarakat
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) UIN Sunan Kalijaga melaksanakan acara ACCEPT (Annual Conference on Community Engagement for Peaceful Transformation) dengan mengangkat tema “ Sustainable engagement based on moderation of Religion, Tourism, Education and Culture”, bertempat di Gedung RHA Soenarjo, SH., (Convention Hall) UIN Sunan Kalijaga, 6/10/2022.
Ketua Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (PPPM) UIN Sunan Kalijaga, Dr. Muhrisun, S.Ag., BSW., M.Ag., yang hadir membuka forum ini menjelaskan, ACCEPT merupakan konferensi tahunan yang dilaksanakan LPPM dengan melibatkan partisipasi masyarakat, secara berkelanjutan. Pada forum kali ini masyarakat diajak untuk transformasi damai dalam hal moderasi agama, pariwisata, pendidikan dan juga budaya. Sementara itu, Narasumber yang hadir antara lain: Head Sub-Direktorate of Research and CommunityService Ministryof Religion Republic Indonesia, Dr. Suwendi, M.Ag., Headman of Pujon Kidul Village, Udi hartoko, Research From Erasmus University of Rotterdam (Netherland, Dr. Leny Pattikawa, M.Sc., dan Chief Operating Officer Youth Break The Bondaries Fondation (Turkey), M. Aldi Subakti, dan Kapus Penelitian dan Publikasi, LPPM UIN Sunan Kalijaga, Achmad Zainal Arifin, M.A., Ph.D.
Lebih jauh Muhrisum menyampaikan, Pujon Kidul sebagai partner LPPM yang ada di Malang. Sementara itu, pada forum ini sedikitnya ada 330 artikel yang terdaftar pada konferensi ini. Kemudian menyeleksi menjadi 92 artikel. Dan ada 10 artikel yang terpilih untuk dipresentasikan di sesi parallel. Selain itu, juga dilombakan poster, video dokumenter, video feature dan ada video tik tok. Untuk poster ada 24 yang diseleksi. Sedangkan untuk video dokumneter ada 52 video, 33 untuk video feature, dan video tik tok sebanyak 36 dengan total pendaftar 157 orang dengan memberi satu kategori favorit, demikian jelas Muhrisun.
Dr. Suwendi, M.Ag., mengapresiasi adanya acara ACCEPT ini untuk membentuk perguruan tinggi dalam membangun kedamaian, keharmonisan dalam kehidupan negara yang plural dengan menanam 4 pilar utama pada perguruan tinggi diantaranya: ada keilmuan, Keislaman, Keindonesiaan dan Kemasyarakatan. Karena perguruan tinggi merupakan bagian penting bagi masyarakat, dan masyarakat menjadi tempat bergulat dan bergelut bagi perguruan tinggi.
“ada 2 kata kunci dalam proses menumbuhkan keharmonisan dalam kehidupan kita, yaitu kita harus menyadari bahwa Indonesia itu adalah negara yang plural dan juga Indonesia adalah negara yang religius. Yang mana keduanya tidak bisa terpisahkan,” kata Dr. Suwendi.
Udi Hartoko mengungkapkan pengalamannya di lapangan. Menurutnya ada 5 pilar sinergi yang dibutuhkan untuk membangun sebuah desa. Salah satu diantarnya yaitu akademisi. Dengan melibatkan pihak akademisi dalam membangun desa karena sumber daya manusia yang ada di desa sangat terbatas. Dengan adanya sumber daya yang mumpuni, sebuah desa yang memiliki potensi belum tergali-pun bisa dikembangkan dan dapat bermanfaat bagi masyarakat desa.
Achmad Zainal Arifin menyampaikan, pengembangan potensi desa menjadi desa wisata dapat melibatkan Bumdes. Sementara, problem utama dari pengembangan desa wisata salah satu diantaranya yaitu banyaknya pemembangunan spot foto atau wisata religi tetapi lupa untuk membuat narasi terkait keunggulan, nilai-nilai sakral, dan kebermaknaan untuk memperoleh pengalaman religius wisata religi dalam rangka memperteguh keimanan belum digarap dengan baik. Pengembang tempat-tempat wisata religi-pun hendaknya mengetahui dengan jelas siapa target dari pembangunan wisata religi tersebut. inilah yang dinilai sebagi suatu aspek yang penting dalam pengembangan desa wisata religi.
Sementara itu, Dr. Leny Pattikawa menjelaskan filsafat dari teknologi. Bagaimana bahaya akan teknologi dalam hidup jika kita tidak mengetahui esensi dari teknologi. Teknologi memang memiliki sejumlah manfaat, yang dapat memudahkan masyarakat mendapatkan apapun yang diinginkan melalui teknologi digital. Namun jika tidak hati – hati dalam memanfaatkan kemudahan teknologi dalam hidup, maka hal itu akan menimbulkan bahaya. Adapun bahaya dari teknologi menurut Heldegger yaitu membuat kita kehilagan kesempatan dan kecakapan untuk berhubungan erat dengan sesama dan alam semesta secara natural. Kehilangan hakikat sebagai manusia bermartabat tinggi untuk terlibat langsung dalam pelestarian dan pengembangan alam semesta menjadi lebih baik. (Ulfia, Tiara, Laila, Himas, Ira)