Perjalanan 10 tahun UKM Kalimasada: Suguhkan Pagelaran Wayang Untuk Mensyukuri Kelahiran UIN Sunan Kalijaga
Salah satu persembahan mempesona sebagai rangkaian kegiatan Mensyukuri Kelahiran UIN Sunan Kalijaga yang ke 72 tahun adalah pagelaran wayang kulit dari UKM Kalimasada, di halaman Gedung Kuliah Terpadu (GKT), kampus UIN Sunan Kalijaga, 16/9/2023. Persembahan pagelaran wayang kulit mengangkat judul “Babat Alas Mertani” ini juga merupakan ungkapan syukur dari perjalanan UKM Kalimasada yang telah memasuki usianya yang ke 10 tahun berkiprah. Unit Kegiatan Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Kalimasada bergerak dalam pelatihan dan pengkajian kesenian dan kebudayaan Jawa. UKM Kalimasada menggelar Pentas Ambal Warsa Kartala Abhinaya Labdagali dengan menyuguhkan Pagelaran Wayang Babat Alas Mertani mengandung makna rasa kekeluargaan di dalamnya dapat menjadi sinar penerang untuk mencapai tujuan bersama”. Ujar Lukman Muhammad Dani selaku ketua panitia pagelaran wayang.
Menurut Pembina UKM Kalimasada Drs. Radino M. Ag., disela-sela acara pagelaran wayang, pagelaran wayang ini sebagai wadah untuk memperkenalkan kesenian wayang kepada para Mahasiswa, dimana generasi sekarang masih sangat asing terhadap kesenian wayang. Diharapkan dengan adanya acara ini Mahasiswa memiliki kemauan untuk mengenal dan melestarikan kesenian wayang.
Pagelaran wayang ini dihadiri juga Wakil Rektor 3, bidang Kemahasiswaan dan Kerja sama, Dr. Abdur Rozaki S. Ag., M. Si. Dalam sambutannya, Dr. Abdur Rozaki berharap UKM Kalimasada ini seperti puisinya Khairil Anwar “Aku ingin hidup seribu tahun lagi. UKM Kalimasada ingin hidup seribu tahun lagi.” Dr. Abdur Rozaki juga menyampaikan bahwa Mahasiswa yang datang ke pagelaran ini menunjukkan sebagai Mahasiswa pecinta budaya dan mencerminkan inti dari Sunan Kalijaga.
“Nama kampus kita itu Sunan Kalijaga, maka sebenarnya pementasan malam hari ini menurut saya pementasan yang sangat sakral karena tanggal 26 September ini UIN Sunan Kalijaga menginjak usianya yang ke-72 tahun. Kita nggak akan pernah mengenal Islam secara lebih utuh dan kemudian berkelindan dengan pendekatan kebudayaan tanpa Sunan Kalijaga masuk menjadikan wayang sebagai bagian risalah dakwah. Dan sekarang wayang di tanah Jawa ini sudah diakui oleh dunia, sudah diakui oleh PBB sebagai warisan kebudayaan yang sangat terhormat. Kalau kemudian Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga masih terus nguri-uri kebudayaan ini, maka sebenarnya masa depan Indonesia dan dunia masih sangat cerah,” ungkap Dr. Abdur Rozaki.
Pagelaran wayang kali ini menampilkan Ki Dalang Rifki Ardimas Gati Eksa Putra yang juga merupakan anggota dari UKM Kalimasada. Hal ini juga menunjukkan bahwa generasi sekarang ikut andil dalam melestarikan budaya Indonesia.
Sementara itu, Pagelaran Wayang Babat Alas Mertani sendiri berkisah tentang Pandawa yang dihadapkan dengan kondisi, tempat, dan keadaan baru, yaitu Alas Mertani. Kabag Umum UIN Sunan Kalijaga, Radiman S.T., M.T., yang ikut mebersamai prosesi pagelaran malam itu mengisahkan secara lengkap jalan cerita pagelaran. Menurut Radiman, cerita Babat Alas Mertani dimulai dari Duryudana memberi tantangan kepada Wijasena dan Pandawa untuk membersihkan dan meratakan Alas Mertani. Duryudana menjanjikan akan memberikan Hastinapura jika mereka berhasil.
Alas Mertani adalah hutan yang lebat tempat bangsa jin dan binatang buas bersemayam. Selain itu, Alas Mertani juga dikenal dengan keangkeran dan bahayanya yang menyulitkan Pandawa. Perjuangan dan semangat pantang menyerah dari Pandawa inilah yang diharapkan menjadi teladan bagi para Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, demikian harap Radiman
Para pandawa dapat mengatasi rintangan demi rintangan. Hingga dapat selamat dari kejadian Bale Sigala-Gala (kebakaran istana) yang membuat duryudana murka karena gagal menghabisi para pandawa.
Duryudana marah kepada jajaran dan istana Resi Durna yang menjanjikan Pandawa akan habis terbakar api namun masih selamat. Maka dari itu Duryudana dan Resi Durna membuat lagi rencana untuk menyingkirkan para Pandawa dari Hastinapura.
Wijasena (Werkudara) dipanggil ke istana oleh Guru Durna untuk menghadap Duryudana. Duryudana memberi tantangan jika Werkudara dan Pandawa berhasil membersihkan dan meratakan hutan Mertani, akan mendapatkan wilayah itu dan sebagian wilayah dari Hastinapura untuk Pandawa.
Wijasena (Werkudara) berangkat terlebih dahulu ke hutan. Disana ia mulai membersihkan hutan, menebang pohon untuk diratakan. Disaat Wijasena membersihkan hutan ada penghuni hutan yang terganggu yaitu Sapujagad. Ia tidak terima perbuatan Wijasena yang seenaknya membuat rusuh hutan. Lalu mereka bertarung dan Wijasena kalah karena terjerat pusaka Sapujagad yaitu pusaka Jalasutra yang membuat Wijasena tidak bisa bergerak. Berselang lama Arjuna mencari kakaknya Wijasena yang sudah lama tidak kembali selepas memasuki hutan. Arjuna dengan ditemani semar masuk hutan dan menyelamatkan Wijasena.
Setelah bertarung Sapujagad ke istana rajanya (Raja Amarta /kerajaan jin) dan melapor bahwa ada lima orang yang meratakan hutan. Sang Raja Jin berkata bahwa kelima orang itu sudah diramalkan dan ditakdirkan menjadi kesempurnaan kematian Raja Jin. Lalu sapujagad diperintahkan mencari mereka untuk menemui Raja Jin dan ke empat adiknya. Setelah bertemu, Raja Jin menjelaskan bahwa sesungguhnya dirinya dan keempat adiknya adalah bagian dari kesejatian jiwa para Pandawa. Maka dari itu Raja Jin ingin merasuki mereka dan bersatu dalam jiwa dan raganya serta memberikan seluruh wilayah hutan, dan memberikan pusaka Jamus Kalimasada dan Tombak Tunggul Nogo yang berfungsi sebagai pondasi berdirinya negara yang bernama Amarta. Cerita wayang ini dapat menjadi motivasi untuk membangun kampus terpadu UIN Sunan Kalijaga di Pajangan. Semua tantangan dan rintangan diatasi sampai dapat dibangun kampus terpadu untuk mengembangan keilmuan UIN Sunan Kalijaga yang Integratif-Interkonektif, demikian harap Radimana. (putri/Weni)