UIN Sunan Kalijaga Targetkan Mahasiswanya Pintar Bahasa Inggris selain Bahasa Arab
Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof. Drs. K. H. Yudian Wahyudi, BA., BA., MA., Ph.D., saat membuka Seminar
Globalisasi harus diimbangi dengan kemampuan Bahasa Ingris. Bahasa Inggris menjadi syarat utama dalam dunia kerja maupun studi lanjut ke luar negeri. Demikian antara lain dikatakan Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof. Drs. K. H. Yudian Wahyudi, BA., BA., MA., Ph.D., saat membuka Seminar bertajuk “Peran Ujian Kemampuan Bahasa Inggris Dalam Pengembangan Kapasitas Insan Akademik dan Institusi Pendidikan di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri,”di Gedung Prof. Dr. Saifuddin Zuhri, Selasa, 17/7/18. Forum ini diikuti para Rektor/Pimpinan dari 57 Perguruan Tinggi Negeri di bawah lingkungan Kementerian Agama di Indonesia didampingi Kepala UPT Bahasa.
Seminar ini terselenggara atas kerjasama UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan IIEF– Indonesian International Education Foundation, dalam rangka mempersiapkan program-program pelatihan kepiawaian berbahasa Inggris bagi para dosen dan mahasiswa di lingkungan perguruan tinggi yang berada di bawah Kementerian Agama RI, agar memiliki keahlian TOEFL yang tinggi.
Forum ini menghadirkan tiga pembicara, yakni: Prof. KH. Yudian Wahyudi, B.A., B.A., Drs., Ph.D. Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, mempresentasikan pentingnya pembibitan generasi muda dalam menyiapkan lulusan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri di Lingkungan Kementerian Agama dalam menghadapi perkembangan global. Prof. Dr. Joko Nurkamto, MPd. dari Universitas Sebelas Maret Surakarta mempresentasikan pentingnya ujian bahasa Inggris berstandar internasional di Indonesia. Diana Kartika Jahja, S.S., M. App. Ling. dari IIEF– Indonesian International Education Foundationmemaparkan data penggunaan nilai dan sertifikat ujian Bahasa Inggris berstandar internasional TOEFL-ITP di Indonesia.
Dalam presentasinya lebih jauh, Prof. Yudian Wahyudi menyampaikan, saat ini keahlian berbahasa Inggris sangat penting. Dalam seleksi mahasiswa baru, karyawan baru, promosi jabatan, studi lanjut dan beasiswa mensyaratkan kemampuan TOEFL dengan skor tinggi. Sedangkan salah satu kelemahan perguruan tinggi, termasuk juga Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) itu adalah masih banyaknya mahasiswa dan dosen yang keahlian berbahasa Inggrisnya lemah. Hal itu lantaran PTKIN sejauh ini lebih berorientasi ke Timur Tengah, dimana bahasa yang digunakan adalah Bahasa Arab.
Padahal menurutnya, Timur Tengah bukan satu-satunya guru. Guru yang hebat kebanyakan berasal dari dunia Barat, Kata Prof. Yudian. “Saya tidak mabuk barat, tidak, tetapi ini real. Islam harus melek keilmuan, dan syaratnya harus bisa berbahasa Inggris dengan baik,”terangnya.
Peningkatan keahlian berbahasa Inggris ini juga mengacu pada program 5.000 Doktor yang digulirkan Pemerintah. Prof. Yudian menginginkan jumlah Doktor dengan persentase tinggi dimiliki oleh PTKIN. “Seringkali studi lanjut yang bertujuan ke Barat kurang pelamar, karena kurang Bahasa Inggrisnya. Nah, progran kerjasama UIN Sunan Kalijaga dengan IIEF ini untuk memperkuat itu,” tambahnya.
Dalam seminar kali ini pihaknya memperkenalkan Program AKSARA (Ajang Kemahiran Berbahasa Berstandar Dunia). Program ini dirancang khusus untuk perguruan tinggi di Indonesia, untuk mendapatkan kemudahan dan manfaat tambahan dalam membekali mahasiswa dan para dosen yang akan studi lanjut melalui nilai dan sertifikat bahasa Inggris berstandar internasional TOEFL.
Melalui Program AKSARA ini, UIN Sunan Kalijaga bersama IIEF akan mempersiapkan dan memudahkan mahasiswa setelah kelulusan, baik untuk memasuki jenjang karier maupun melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi ke negara kemanapun yang diinginkan.
Direktur IIEF, Diana Kartika menambahkan, lemahnya kemampuan berbahasa Inggris sebenarnya tidak hanya terjadi di PTKIN, tetapi perguruan tinggi umum lainnya. Minimnya kemampuan berbahasa Inggris harusnya menjadi masalah besar sebagai negara besar yang paling banyak mendapatkan jatah beasiswa luar negeri. Tetapi penyerapannya susah setengah mati mencari kandidat untuk bisa diterima beasiswa, termasuk program 5.000 Doktor yang sedang berjalan saat ini.
Masalah ini harus segera direspon Pemerintah. Mengingat, banyak orang hebat yang terganjal tidak bisa studi lanjut ke luar negeri, karena terganjal kemampuan bahasa Inggris yang tidak memenuhi standar. Mungkin karena masyarakat menganggap remeh bahasa. Kemudian saat butuh persyaratan skor TOEFL baru kelabakan mencari dan berlatih bahasa, kata Diana. (Weni, Doni)