Mengagungkan Tuhan, Menghargai Manusia dan Alam

Oleh: Prof. Dr. Phil Al Makin (Rektor UIN Sunan Kalijaga)

Dalam kalimat takbir selama lebaran Idul Fitri kita memuji Tuhan, dalam kalimat tahmid, segala puji untuk Tuhan. Ini juga berarti pujian bagi karya Tuhan. Membesarkan dan memuji Tuhan harus disertai memuji ciptanNya.

Ketika melantunkan takbir dengan indah dan merdu, Tuhan Maha Besar, maksudnya adalah kepasrahan hamba pada Sang Pencipta. Tuhan, tuan, penguasa, dan raja mengatur warga, dalam sistem duniawi. Tuhan menguasai alam dan ciptaannya dalam konsep teologi. Kehidupan saat ini hanyalah bayangan dari kehidupan lain yang lebih sempurna yang ada, kata filsuf kuno Plato (428-348 SM). Kehidupan langit dan bumi saling memantulkan. Apa yang terjadi sekarang sudah terjadi di masa lalu, dan akan terjadi lagi di masa depan, begitu kata para kaum bijak dari negeri Yunani dan China, seperti Lao Tse (571 SM).

Hargai manusia

Dalam iman Kristiani, ada kerajaan Bapa di surga yang lebih abadi, mulia, dan imani. Kerajaan Tuhan mengharuskan bersikap rendah hati, mengurangi kepongahan manusia yang serba terbatas ini. Tuhan Maha besar dalam takbir dan tahmid umat Muslim, adalah penyucian Tuhan yang bisa dirasakan, diimani, tidak bisa dilihat dengan kasat mata.

Pikiran manusia termasuk barang gaib. Fisiknya terdiri dari berbagai anatomi otak yang rumit dengan aliran listrik. Itulah yang membuat manusia berfikir dan menggerakkan seluruh anggota tubuhnya. Otak manusia secara biologis kompleks, sama kompleksnya dengan alam raya. Galaksi, planet, dan kehidupan ala mini dalam diri manusia merupakan simbol besar semesta ini (makrokosmos). Manusia itu sendiri sudah kompleks, alam raya lebih kompleks lagi dalam skala yang jauh tak terbatas. Manusia mungkin sulit memahami dirinya sendiri, dan apalagi alam raya ini.

Tuhan Maha besar dalam takbir dan tahmid umat Muslim, adalah penyucian Tuhan yang bisa dirasakan, diimani, tidak bisa dilihat dengan kasat mata.

Tuhan Maha Besar, alam raya dan ciptaannya juga mewah dan agung. Begitu menurut ajaran tasawuf dalam tradisi Islam Nusantara dalam berbagi serat (catatan) dan babat (kronikel). Membesarkan dan memuji Tuhan sekaligus, dan harus, disertai dengan memuji ciptaannya. Pertama sesama manusia (habl min al-nas), kedua kita juga menempatkan alam juga mulia (habl min al-makhluqat). Hubungan antara manusia dan Tuhan, juga harus disertai dengan hubungan baik dengan sesama manusia dan alam. Maha Besar Tuhan, dan semua ciptaannya.

Dalam kalimat takbir selama lebaran Idul Fitri ini, kita memuji Tuhan, dalam kalimat tahmid, segala puji untuk Tuhan. Ini juga berarti pujian bagi karya Tuhan. Manusia adalah karya Tuhan yang juga berhak untuk dihargai. Kecerdasan dan kepiawaian manusia dalam bekerjasama dengan manusia lain melahirkan peradaban. Begitu kesimpulan dari para sejarawan misalnya Yuval Noah Harari, yang merupakan lanjutan dari pemikiran Darwin dalam teori evolusi manusia secara umum. Manusia secara teori antropologi terus berubah menyesuaikan dengan alam dan manusia lain. Manusia adalah makhluk yang dinamis.

Segala puji bagi Tuhan, dalam kalimat Tahmid. Memuji Tuhan juga memuliakan manusia lain, apapun keyakinan, iman, etnis, bahasa, budaya dan tradisinya. Tidak membeda-bedakan manusia lain. Tidak menganggap satu manusia lebih benar dari manusia lain, tanpa melihat karya dan perilakunya. Siapapun bisa lebih baik, dan berhak atas pujian, terlepas dari besarnya mata, warna kulit, tinggi tubuh, atau dari bangsa mana. Pujian dalam takbir adalah mengakui kembali kemanusiaan, relasi manusia dan alam raya. Itu dilakukan oleh individu, orang per-orang, ataupun oleh kolektif sebagai umat atau bangsa.

Mahligai alam raya

Dalam masa pandemi Covid-19 manusia telah diuji oleh alam. Tidak terlihat kasat mata, virus itu begitu cepat bermutasi dalam hitungan bulan dan minggu. Manusia membutuhkan waktu jutaan tahun untuk beradaptasi terhadap alam sehingga manusia bertahan hidup di bumi ini. Dari satu jenis ke jenis lain, berbagai homo, manusia membutuhkan jutaan tahun. Jenis yang saat ini, yang mampu bertahan dan membentuk peradaban dan bekerjasama dengan manusia lain. Dalam ilmu biologi dan arkeologi, terjadi perkawinan silang antar homo, misalnya neanderthal dan sapiens. Ini bukti bahwa manusia yang bertahan saat ini adalah hasil gabungan dari berbagai jenis homo, bukan satu saja. Ini juga mengingatkan mutasi yang terjadi dengan virus corona, yang juga dengan cepat beradaptasi dengan iklim dan cuaca masing-masing negara.

Maka dengan mengagungkan Tuhan dan memujinya, kita berharap juga agar keagungan makhluknya terasa.

Alam memang misterius, sebagaimana titah Tuhan. Tuhan tidak bisa dipahami secara lahiriah, dalam banyak perbincangan kalam (logos) dari masa abad pertengahan hingga saat ini. Sepertinya tampak di depan mata, tetapi alam juga merupakan cermin dari Sang Khaliqnya. Alam banyak mengandung misteri, dan itu yang melahirkan ilmu pengetahuan dari fisika, kimia, astronomi, biologi, dan lain-lain. Tidak zahir-nya alam melahirkan rasa ingin tahu manusia. Manusia akan merasa kecil jika dibandingkan dengan mahligai alam ini. Maka dengan mengagungkan Tuhan dan memujinya, kita berharap juga agar keagungan makhluknya terasa.

Kondisi bumi sedang mengalami perubahan. Pencairan es di kutub, berkurangnya pohon-pohon, berubahnya fungsi lahan, meningkatnya penggunaan bahan bakar bumi, dan menipisnya lapisan ozon merupakan permasalahan semua umat. Membacakan takbir dan tahmid juga sekaligus mengingatkan itu semua. Membesarkan asma Tuhan, juga mengingatkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi antara manusia dan alam. Relasi antara manusia dan alam perlu direnungkan. Manusia dengan Tuhan adalah relasi individu terjadi ketika saatnya berpasrah diri berzikir. Doa siang dan malam, mengingatkan relasi Tuhan dan manusia untuk beriman. Relasi manusia dan alam kita rasakan semua kegiatan dan karya malam dan siang juga untuk meneguhkan iman.

Artikel ini telah dimuat pada laman Opini Kompas.id edisi1 Mei 2022 09:30 WIB

Baca juga: Idulfitri Penyembuhan Bangsa