MENGENANG MELAYU REMPANG

MENGENANG MELAYU REMPANG

Oleh Dr. Hamdan Daulay, MA, Ketua Program Magister KPI UIN Sunan kalijaga Yogyakarta

Masyarakat Melayu Rempang (Pulau Rempang, Batam), menjadi pembicaraan yang hangat akhir-akhir ini, baik di media lokal maupun nasional. Bukan hanya karena persoalan demonstrasi masyarakat Melayu yang berhadapan dengan aparat keamanan, namun lebih penting dari itu terkait dengan nilai kebangsaan dan nasionalisme. Bukan hanya semata persoalan investasi ratusan triliun dari luar negeri yang akan ditanam di pulau Rempang, namun dampak investasi tersebut bagi masyarakat Melayu Rempang. Para tokoh Melayu Rempang sudah menyampaikan pesan dengan tegas, bahwa mereka tidak pernah menolak investasi asing dan kebijakan pembangunan yang dibuat oleh negara. Namun mereka tidak ingin “terusir” dari kampung halamannya sendiri karena alasan pembangunan dan investasi.

Betapa pentingnya secara jujur memahami sejarah dan khazanah budaya bangsa, juga menghargai jasa para pejuang bangsa yang ikut andil melawan penjajah. Masyarakat Melayu di pulau Rempang memiliki akar sejarah dengan nilai kebangsaan, karena leluhur mereka yang tinggal di daerah itu ratusan tahun yang lalu adalah pejuang bangsa yang ikut andil melawan penjajah. Kita semua perlu mengenang sejarah dan jasa para pahlawan yang telah mengorbankan jiwa raganya untuk bangsa ini. Salah satu cara menghargai jasa para pahlawan, bisa dengan menghargai keturunan mereka.

Ir. Soekarno sebagai tokoh bangsa, pernah menyampaikan pidato yang berjudul “Jasmerah” (jangan sampai melupakan sejarah). Bangsa yang besar menurut Ir. Soekarno, selalu menghargai jasa para pahlawannya. Pesan penting yang disampaikan Ir. Soekarno dalam pidato “Jasmerah” itu agar kita mau mengenang dan menghargai jasa para pahlawan. Jangan sampai karena alasan pembangunan dan inventasi dari luar negeri, pemerintah mengorbankan rakyat sendiri.

Pembangunan dan investasi tentu sangat penting untuk kemajuan bangsa, dan bisa berjalan seiring (kolaborasi) dengan kesejahteraan rakyat. Karena sejatinya inventasi dan pembangunan adalah untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat. Demikian pula dengan masyarakat Melayu Rempang tentu sangat mengharapkan kemajuan dan kesejahteraan. Namun mereka tentu tidak mau “terusir” dari kampung halamannya karena alasan investasi dan pembangunan. Justru mereka berharap pembangunan dan investasi bisa berjalan seiring dengan kesejahteraan rakyat.

Komunikasi yang jujur tentu perlu dilakukan antara pemerintah dengan masyarakat Melayu Rempang. Jangan sampai ada mafia dalam komunikasi tersebut, sehingga membuat banyak kebohongan yang sering merugikan rakyat. Ketika komunikasi dilakukan dengan jujur antar pemerintah dengan rakyat, tentu akan diketahui keinginan rakyat yang sejujurnya. Rakyat bisa menyampaikan keinginannya, dan pemerintah pun bisa mendengar langsung isi hati nurani rakyatnya. Demikian pula ketika rakyat “ditunggangi” mafia politik, isu sederhana bisa “digoreng” menjadi luar biasa dan bahkan bisa menimbulkan konflik berkepnjangan yang disusupi dengan target-target politik hitam.

Komunikasi Jujur

Komunikasi terbuka dan jujur antara pemerintah dengan masyarakat Melayu Rempang, barangkali bisa menjadi solusi terbaik untuk mewujudkan suasana damai dan sejahtera. Jangan sampai ada mafia dari kedua belah pihak yang membuat suasana gaduh dan mencari keuntungan sepihak di atas penderitaan rakyat. Sejatinya dalam negara demokrasi, rakyat memiliki tempat terhormat di nagara ini dalam arti sesungguhnya. Suara rakyat jangan hanya dibutuhkan ketika pemilu, pilkada atau pilpres. Namun esensi dari suara rakyat sebagai pemegang kedaulatan, haruslah diwujudkan dalam mengelola pembangunan di negara ini. Bagaimana bisa dikatakan rakyat berdaulat, kalau mereka harus diusir dari kampung halamannya karena alasan investasi.

Indonesia yang sudah merdeka 78 tahun, sejatinya mampu melindungi dan memberi kesejahteraan kepada rakyatnya. Negara tidak boleh melakukan tindakan kasar kepada rakyatnya sendiri. Apalagi aparat keamanan yang sejatinya menjadi pengayom dan pelindung rakyat tidak pantas berlaku kasar kepada rakyat. Rakyat yang berdaulat tentu harus mendapat posisi yang kuat dalam proses pembangunan. Rakyat tidak boleh menjadi pelengkap penderita dalam pembangunan bangsa. Civil society harus hadir membela dan medampingi rakyat yang lemah karena tergusur dan terusir dari kampung halamannya.

Sejatinya tidak perlu ada konflik antar pemerintah dengan rakyat dalam negara yang demokratis. Karena pemerintah yang jujur mempunyai kewajiban untuk memberi kesejahteraan dan kedamaian bagi rakyatnya. Demikian pula dengan posisi masyarakat Melayu Rempang, selalu menghargai dan menghormati kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk memperbaiki kesejahteraan rakyatnya. Terkadang karena komunikasi yang kurang baik dan masuknya “mafia politik” membuat suasana semakin gaduh. Dengan demikian perlu ada komunikasi persuasif yang terbuka antara pemerintah dengan masyarakat Rempang. Melalui komunikasi persuasif, membuat kedua belah pihak saling menghargai, sehingga tidak ada lagi yang merasa tersakiti.

(Dr. Hamdan Daulay, MA, Ketua Program Magister KPI UIN Sunan kalijaga Yogyakarta).

(Feature adalah karya jurnalistik dalam bentuk berita yang bercerita)

Kolom Terkait

Kolom Terpopuler