Politik Damai

Oleh : Dr. Hamdan Daulay, M.Si., M.A., (Ketua Program Magister KPI UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta).

Kedewasaan berdemokrasi bisa diukur dengan terwujudnya praktik politik yang santun, damai dan menyejukkan. Walaupun beda pilihan politik, masyarakat tetap guyub rukun, saling menghargai dan menguatkan toleransi. Perlu pendidikan politik yang kontiniu kepada masyarakat untuk mewujudkan kedewasaan berpolitik, sehingga masyarakat bisa merasakan politik yang damai. Sesama anak bangsa hendaknya memiliki komitmen yang kuat untuk merawat nilai-nilai kebangsaan dan nasionalisme di tengah pluralitas yang ada di tengah masyarakat. Masyarakat boleh beda pilihan politik, namun tidak perlu saling caci, saling hujat dan saling fitnah, yang membuat semangat kebangsaan tercerabut. (Deliar Noer, Etika Politik dan Demokrasi, 1990:8)

Dalam pendidikan politik yang damai dan demokrasi yang sehat, memberi kesempatan yang sama dan adil kepada semua anak bangsa untuk tampil menjadi pemimpin bangsa. Tidak perlu ada “cawe-cawe” (rekayasa kotor) dari elit penguasa untuk mendukung calon tertetu dan menghambat calon lain. Biarkanlah rakyat memilih calon pemimpin terbaik dalam pilihan mereka, karena sejatinya esensi demokrasi ada pada kebebasan rakyat untuk menyalurkan pihannnya, tanpa ada pengaruh dan rekayasa dari kelompok mana pun.

Tensi politik menjelang pemilu dan pilpres 2024 tampaknya semakin tinggi dan terkesan saling hujat antara kelompok yang berbeda pilihan. Terlebih ketika sudah muncul nama capres/cawapres yang diusung oleh partai politik, muncul hujatan dari kelompok yang tidak suka pada capres/cawapres tersebut dengan berbagai dalih dan retorika. Padahal sejatinya penyampaian nama capres/cawapres sejak dini adalah pendidikan politik yang sangat baik dalam demokrasi. Ditambah lagi dengan berbagai hasil “survey pesanan” pada elektabilitas masing-masing capres/cawapres menambah tensi politik semakin tinggi. Saat ini sulit rasanya mendapatkan hasil survey yang jujur dan obyektif yang mampu mencerdaskan wawasan politik masyarakat. Karena lembaga survey terkesan melakukan pekerjaan sesuai pesanan politik.

Jangan karena perbedaan pilihan capres/cawapres membuat sesama anak bangsa saling hujat dan saling fitnah. Kedewasaan berpolitik dan berdemokrasi bisa terwujud manakala kita bisa saling menghargai di tengah perbedaan yang ada. Para tokoh pendiri bangsa ini sudah memberi teladan betapa indahnya bangsa yang plural ini manakala dikelola dengan semangat toleransi dan kebersamaan di tengah perbedaan. Perbedaan agama, budaya, etnis dan pilihhan politik adalah wajah bangsa Indonesia sejak dahulu. Toleransi dan kerukunan menjadi kata kunci merawat bangsa ini menjadi bangsa yang kuat dan besar. Tentu diperlukan keteladan dari elit politik saat ini untuk menunjukkan kedewasaan berpolitik yang santun baik dalam ucapan maupun tindakan.

Tindakan intoleransi, provokasi dan ujaran kebencian merupakan musuh bersama karena akan merusak nilai-nilai kedamaian. Sejak dahulu para tokoh bangsa ini sudah bekerja keras menanamkan nilai-nilai persatuan dan kerukunan di tengah pluralitas yang ada. Bagaimana pun kerasnya perbedaan politik, nilai persatuan dan kerukunan harus tetap dijaga. Tokoh-tokoh bangsa ini, seperti Soekarno, Hatta, Sutan Syahrir. Mohammad Natsir telah memberi teladan, betapa pentingnya menjaga kerukunan dan kedamaian di tengah perbedaan yang ada. Mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan kelompok dan golongan menjadi esensi penting dalam komitmen mewujudkan pembangunan bangsa.

Patut direnungkan kembali pesan Mohammad Hatta tentang pentingnya kewaspadaan pada pemgkhianat bangsa yang merusak persatuan dan toleransi di tengah perbedaan. Bahkan saat ini begitu banyak tokoh politik yang tidak sesuai antara ucapan dengan tindakan. Retorika yang disampaikan seolah mencintai bangsa ini, namun dalam realitanya berpotensi merusak persatuan dengan berbagai kegaduhan yang dibungkus dengan perbedaan kepentingan politik. Dengan kepentingan politik yang berbeda mereka menyebar ujaran kebencian dan provokasi yang sangat berbahaya bagi persatuan bangsa.

Kali ini mengandung konsekwensi luar biasa, karena berpotensi membuat kegaduhan dan itoleransi. Negara seharusnya tegas dan adil dalam mencegah tindakan intoleransi. Jangan sampai diberi ruang sekecil apa pun yang berpotensi merusak persatuan dan toleransi, baik yang dillakukan oleh lawan politik atau kawan politik pemguasa. Tindakan tegas dan berkeadilan harus dilakukan oleh aparat penegak hukum kepada setiap warga negera yang melakukan tindakan intoleran. Penegakan hukum yang tegas dan berkeadilan bagi warga negara yang melakukan kesalahan sangat diperlukan agar masyarakat berhati-hati dalam menyebar ujaran kebencian dan permusuhan.

Terkadang karena faktor kebencian bisa membuat sesorang begitu mudah membuat pesan yang kasar dan sengaja membuat ujaran kebencian. Padahal dampak dari ujaran kebencian akan menimbulkan intoleransi yang sangat berbahaya bagi masyarakat. Persoalan utama saat ini sesungguhnya dalam proses komunikasi politik, bagaimana mengikis rasa benci antar kelompok yang berbeda pilihan politik. Di tengah perbedaan yang ada, sejatinya komunikasi tetap dijaga dengan santun, sejuk dan damai. Jangan karena perbedaan pilihan politik membuat kita saling hujat dan fitnah sesama anak bangsa. (*)

Kolom Terkait

Kolom Terpopuler