Pengabdian Kepada Masyarakat Di Era Digital
Oleh : Prof. Susiknan Azhari (Guru Besar Fakultas Syari’ah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga)
Pengabdian Kepada Masyarakat merupakan salah satu pilar penting dalam Tridarma Perguruan Tinggi. Namun dalam praktiknya seringkali aspek pendanaan kurang memperoleh perhatian dibandingkan aspek pendidikan-pengajaran dan penelitian. Kebijakan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT) melalui Sembilan Standar mengisyaratkan untuk meningkatkan kualitas pengabdian dengan pendanaan setaraf pendidikan-pengajaran dan penelitian. Keseimbangan dana sangat diperlukan agar pengabdian kepada masyarakat dapat dimaksimalkan dengan berbagai bentuk inovasi untuk menjawab tantangan zaman yang serba kompleks.
Pola pikir yang berkembang selama ini peneliti lebih dihargai dibandingkan para pengabdi kepada masyarakat. Padahal sesungguhnya tidak demikian. Pada website litapdimas-Kementerian Agama RI diinformasikan Kementerian Agama mengumumkan 636 dosen Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) penerima dana bantuan penelitian. Mereka menerima bantuan penelitian dengan total anggaran mencapai 17 miliar. Penerima dana bantuan penelitan ini dibagi dalam dua kelompok besar. Pertama, penerima bantuan penelitian berbasis SBK (Satuan Biaya Khusus) sejumlah 398 penerima. Kedua, penerima bantuan pendukung mutu penelitian, publikasi ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat sejumlah 238 penerima (khusus pengabdian sebanyak 113 penerima).
Berdasarkan data di atas dapat dinyatakan bahwa dana penelitian sebanyak 523 penerima (82%) dan dana pengabdian sebanyak 113 penerima (18%). Hal ini membuktikan bahwa pengabdian kepada masyarakat belum diposisikan setara pendidikan-pengajaran dan penelitian. Akibatnya pengabdian kepada masyarakat belum menjadi pilihan utama oleh para dosen. Pengabdian kepada masyarakat yang berjalan belum memaksimalkan teknologi informasi. Padahal era digital menuntut kehadiran produk-produk dan konten pengabdian yang menarik melalui youtube, tik-tok, instagram, dan lain sebagainya.
Selanjutnya dalam pandangan Ilham Habibi, seharusnya kampus lebih aktif melakukan pengabdian kepada masyarakat sehingga keberadaannya memilki arti bagi kemajuan masyarakat sekitar. Pandangan Ilham Habibi ini nampaknya relevan dengan semangat BANPT yang ingin menempatkan pengabdian "sejajar" dengan penelitian. Bagi Ilham kehadiran kampus perlu berkolaborasi dengan masyarakat sekitar sehingga masyarakat merasa memiliki. Jangan sampai pemikiran-pemikiran yang dikembangkan di Kampus kurang dipahami oleh masyarakat.
Di lingkungan Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri dipelajari berbagai macam hadis sesuai program studi. Misalnya hadis yang mengajarkan selesai makan tidak boleh ada sisa di Piring. Dalam praktiknya banyak tempat-tempat makan dan keluarga yang menyisakan nasi dalam piring. Jika setiap individu makan tersisa satu genggam nasi/beras, maka berapakah jumlah nasi/beras yang terbuang dalam satu bulan? Satu genggam beras tidak memiliki ukuran yang pasti karena itu bisa bervariasi tergantung pada ukuran tangan dan seberapa penuh genggamnya. Namun, secara kasar, satu genggam beras biasanya sekitar 125 hingga 150 gram. Anggaplah nasi terbuang 125 gram setiap kali makan.
Jika dikali dengan jumlah penduduk Indonesia 278,8 juta (Data 2023 menurut Badan Pusat Statistik), maka 125 gram × 278,800,000 orang=34,850,000,000 gram. Jadi, hasilnya adalah 34.850.000.000 gram atau setara dengan 34,85 juta ton/sekali makan. Jumlah tersebut jika makannya tiga kali sehari, maka total beras yang terbuang, 34,85 juta ton x 3 kali = 104,55 juta ton beras. Selanjutnya jika dikali satu bulan, 104,55 juta ton x 30 = 3.135 juta ton beras. Angka 3.135 juta ton adalah angka yang besar (Nur Hidayatullah, 2023).
Kasus di atas bisa dijadikan bahan pengabdian kepada masyarakat dengan mengkaitkan fikih ketahanan, kemandirian, dan kedaulatan pangan. Agendanya melakukan kolaborasi antar dosen fakultas membuat video pendek dan infografik berisi pesan-pesan tentang etika makan dan ketahanan makanan di tiktok, instagram, facebook, dan warung-warung makan yang sudah menjalin kerja sama dengan pihak universitas. Kegiatan pengabdian ini sebagai upaya mengimplementasikan materi di perkuliahan agar tidak terjadi keretakan kata dan laku. Dengan demikian format pengabdian mengikuti perkembangan era digital. Sekaligus materi perkuliahan berbasiskan data pengabdian di lapangan dan bisa dievaluasi setiap semester.
Selain pengabdian dengan menggunakan sarana teknologi informasi dan digital. Kunjungan silaturahim secara offline juga sangat diperlukan. Misalnya kunjungan ke Sekolah Menengah Atas (SMA dan MA). UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta bisa menjadi projek percontohan nasional dengan program "Guru Besar Menyapa Siswa". Selama ini kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta hampir setiap hari dikunjungi para siswa dari berbagai kota. Tidak ada salahnya ke depan para guru besar UIN Sunan Kalijaga melakukan pengabdian kepada masyarakat ke Sekolah-Sekolah Menengah atas, khususnya Madrasah Aliyah di Yogyakarta sesuai bidang keilmuannya. Hal ini untuk menebarkan nilai-nilai kebaikan dan kemajuan UIN Sunan Kalijaga.
Gerakan Guru Besar Menyapa Siswa jika dilakukan secara serentak di Lingkungan PTKN (UIN, IAIN, dan STAIN) se Indonesia maka akan berdampak positif bagi kemajuan sekolah-sekolah di daerah masing-masing. Sekaligus meningkatkan kualitas para gurunya dalam proses belajar-mengajar. Keberadaan para guru besar di Sekolah-Sekolah dapat dijadikan konsultan maupun pengarah bagi kemajuan. Disinilah saatnya perbaikan dan peningkatan aspek budgetting pengabdian kepada masyarakat di lingkungan PTKN. Semoga dengan peningkatan aspek budgetting menghasilkan produk-produk pengabdian di media sosial yang menarik bagi generasi milineal sesuai tantangan zaman untuk pencerahan peradaban.