MENDIALOGKAN ANTARA KOLABORASI DAN KOMPETISI

Susiknan Azhari (Guru Besar Fakultas Syari'ah dan Hukum)


Akhir-akhir ini istilah "kolaborasi" sering dimunculkan dalam berbagai pertemuan baik nasional maupun internasional. Dalam studi Islam istilah kolaborasi semakna dengan istilah "ta'awun". Pada kitab al-Mu'jam al-Mufahras li al-Fadz al-Quran al-Karim karya Fuad Abdu al-Baqi halaman 494 disebutkan bahwa istilah ta'awun dalam al-Qur'an dengan berbagai derivasinya ditemukan sebanyak 11 kali. Salah satunya berbunyi "Wa Ta'awanu ala al-Birri wa at-Taqwa wa la Ta'awanu ala al-Itsmi wa al-'Udwan (Berkolaborasilah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa dan jangan berkolaborasi dalam dosa dan pelanggaran). Secara tekstual "kolaborasi" pada ayat ini bisa bersifat positif dan negatif. Namun secara tekstual pula ayat tersebut mengisyaratkan penggunaan kolaborasi positif bukan kolaborasi negatif.

Sementara itu kata kompetisi dalam bahasa Arab semakna dengan kata "musabaqah". Namun dalam al-Qur'an tidak ditemukan istilah tersebut. Al-Qur'an menggunakan istilah "fastabiqu" sebanyak 2 kali, yang terdapat pada Q.S. al-Baqarah ayat148 dan Q.S. al-Maidah ayat 48 (Maka, berlomba-lombalah dalam berbuat kebaikan). Berbagai literatur menyebutkan kata kompetisi memiliki konotasi ingin mengalahkan pihak lain. Salah satunya dikemukakan oleh Deaux, Dane, & Wrightsman (1993), kompetisi adalah aktivitas mencapai tujuan dengan cara mengalahkan orang lain atau kelompok. Dalam realitasnya definisi semacam ini nampaknya sangat mempengaruhi pola pikir seseorang. Dalam dunia akademik penggunaan istilah kompetisi saat ini mulai dihindari. Begitu pula dalam kepemimpinan sebuah institusi kecil maupun besar. Berbagai pihak menyadari kompetisi seringkali mengajarkan seseorang untuk "menghabisi" pihak yang berlawanan sehingga saat ini mulai dikurangi penggunaannya.

Dalam konteks kepemimpinan UIN Sunan Kalijaga ke depan penggunaan istilah "kolaborasi" perlu ditumbuhsuburkan. Kolaborasi menyadarkan bahwa setiap individu memiliki kelebihan. Jika hal ini dipadukan maka akan menjadi kekuatan untuk mewujudkan cita-cita bersama yang tertuang dalam renstra UIN Sunan Kalijaga. Dengan kolaborasi diharapkan para pimpinan dapat "mengorangkan orang" sesuai kapasitas yang dimiliki dan dapat berkomunikasi menggunakan falsafah "ilmu tajwid". Pimpinan harus tahu kapan menggunakan idzhar (jelas), kapan harus ikhfa' (samar), kapan harus iqlab (membalik) dan seterusnya. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi Agus Maftuh Abegebriel periode 2016-2021. Sejalan dengan Abegebriel, Prof. Bermawy Munthe dalam khutbah Jum'atnya di Masjid UIN Sunan Kalijaga pernah menyampaikan seorang pemimpin perlu memahami falsafah semiotika "alat vital laki-laki" untuk mewujudkan kepemimpinan yang baik dan menggembirakan. Menurutnya ciri-ciri alat vital laki-laki, yaitu 1). Tidak pernah menonjolkan diri tapi tampil paling depan saat dibutuhkan, 2). Ada saatnya keras, ada saatnya lembut (menahan diri - tahu situasi), 3). Dapat melahirkan generasi penerus baru, 4). Bisa "menyerang" pihak lawan dgn tetap memberi kenyamanan, 5). Walau terjadi gesekan-gesekan antara kedua belah pihak, namun pada akhirnya semua bahagia, 6). Setelah sukses mencapai target, posisi dan kedudukan, tidak berbesar kepala atau sombong namun selalu mengecilkan diri.

Kepemimpinan kolaboratif meniscayakan kearifan, keterbukaan, dan bekerja sesuai aturan yang ditentukan. Kerja sama yang sudah berjalan bagus antara Senat dan Rektorat perlu dipertahankan dan ditingkatkan. Begitu pula kerja sama dengan pihak lain, baik dalam negeri maupun luar negeri yang sudah dirintis oleh para pimpinan sebelumnya perlu ditindaklanjuti dengan program-program berkelanjutan yang merujuk renstra UIN Sunan Kalijaga agar ketercapaiannya bisa diukur sehingga tidak terkesan ganti rektor ganti kebijakan dan menghilangkan prestasi pimpinan sebelumnya. Kolaborasi peningkatan kualitas akademik dan administrasi bagi para dosen dan tenaga kependidikan perlu dilakukan antara fakultas yang berbasis studi Islam dan fakultas yang berbasis sains agar tidak terjadi kesenjangan antara keduanya. Rektor baru juga memiliki jaringan yang luas dan berpengalaman dalam membangun kerja sama dengan pihak luar negeri. Untuk itu jika legasi pimpinan sebelumnya dan pengalaman pimpinan baru dikolaborasikan maka akan menjadi modal besar bagi kemajuan UIN Sunan Kalijaga. Ke depan kerja sama luar negeri sebaiknya tidak hanya terfokus ke dunia Barat. Perguruan Tinggi Timur Tengah juga perlu memperoleh perhatian sehingga terjadi keseimbangan.

Salah satu kampus yang sangat terkenal di Arab Saudi yang berada di Mekah al-Mukarramah adalah Universitas Umm al-Qura. Di Indonesia selama ini Umm al-Qura lebih dikenal kampus yang hanya menawarkan program studi Islamic Studies yang telah melahirkan beberapa tokoh di Indonesia. Padahal kampus ini selain Islamic Studies juga menawarkan program studi lainnya, khususnya di bidang sains. Kampus yang sangat luas dengan fasilitas modern ini perlu menjadi pilihan untuk melanjutkan jenjang magister dan doktor di bidang sains. Untuk itu tidak ada salahnya UIN Sunan Kalijaga, khususnya Fakultas Sains dan Teknologi mulai mencoba menjalin kerja sama dengan berbagai kampus besar di Arab Saudi dan Timur Tengah yang mengembangkan sains dan teknologi misalnya melalui riset kolaboratif dan pertukaran mahasiswa. Hal ini sekaligus sebagai pertanda kebangkitan sains di dunia Islam. Kolaborasi dalam bentuk "rihlah ilmiah" telah dicontohkan para saintis zaman keemasan Islam.

Abu Raihan Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Al-Biruni (wafat tahun 440 H/1048 M) sebelum menghasilkan karya-karya monumental, seperti Al-Qanun al-Mas'udi dan konsep fajar & syafak telah melakukan rihlah ilmiah ke berbagai wilayah, seperti India, Iran, dan Uzbekistan. Dalam konteks kekinian aktivitas yang dilakukan Al-Biruni sejalan dengan program "Sabbatical Leave". Karya-karya yang dilakukan melalui proses yang baik dan maksimal akan memiliki kekuatan dan tahan lama. Hal yang sama terjadi pada karya-karya Al-Biruni dan saintis muslim lainnya. Salah satu teori Al-Biruni yang masih relevan hingga kini adalah konsep fajar & syafak. Menurut hasil penelitiannya bahwa fajar dimulai ketika posisi matahari -18° di sebelah Timur. Dalam "International Congress For Prayer Times" di Turki 1443/221 konsep fajar Al-Biruni sejalan dengan hasil penelitian fajar kontemporer. Saat ini mayoritas dunia Islam menggunakan konsep fajar yang dikembangkan Al-Biruni diperkuat hasil penelitian kontemporer.

Selain peningkatan kualitas akademik dan administrasi bagi dosen dan tenaga kependidikan, kesejahteraan keduanya juga perlu diperhatikan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Prof. Noorhaidi yang ingin memberikan insentif lebih baik melalui remunerasi. Cita-cita yang mulia ini perlu didukung dengan seperangkat aturan agar tidak menjadi temuan di kemudian hari. Apresiasi kepada mahasiswa yang berprestasi perlu ditingkatkan. Mereka telah mengharumkan dan membawa nama baik kampus UIN Sunan Kalijaga tidak cukup hanya diberi dengan selembar kertas. Bidang kemahasiswaan perlu membuat panduan apresiasi kepada mahasiswa yang berprestasi. Bagi para dosen dan tendik yang berprestasi serta berjasa perlu diberi reward untuk menunaikan ibadah umrah atau haji bagi yang belum pernah umrah dan haji.

Kesempatan menunaikan ibadah umrah dan haji merupakan cita-cita yang dirindukan setiap muslim. Apalagi keluarga besar UIN Sunan Kalijaga. Bagi UIN Sunan Kalijaga sebagai kampus tertua dan besar pemberian hadiah tersebut bukanlah hal yg sulit. Untuk mewujudkannya bisa bekerja sama dengan berbagai bank yang menjalin kerja sama. Selain itu bisa melanjutkan tradisi sebelumnya melalui Kedutaan Besar Arab Saudi yang sudah lama terputus. Setiap tahun Kerajaan Arab Saudi mengundang untuk melaksanakan umrah dan haji secara khusus alias non-kuota ke seluruh dunia. Undangan umrah dan haji ini diperuntukkan kepada para tokoh, orang-orang yang berjasa di negeri masing-masing sesuai kapasitas yang dimiliki, dan lain sebagainya. Peluang ini perlu ditindaklanjuti dengan melakukan kunjungan dan silaturahmi ke Kedutaan Besar Arab Saudi.

Kehadiran kepemimpinan kolaboratif diharapkan mampu mewujudkan civitas akademika UIN Sunan Kalijaga memiliki kekuatan iman (quwwatu al-Iman), kekuatan ilmu (quwwatu al-Ilm), dan kekuatan harta (quwwatu al-Mal). Ketiga kekuatan tersebut diperoleh dengan cara yang benar dan tidak melanggar peraturan. Dengan ketiga kekuatan tersebut akan menjadi "mukmin yang terbaik". Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadis yang artinya "orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan dicintai Allah dari pada orang mukmin yang lemah". Dengan demikian kepemimpinan kolaboratif memberi harapan baru dan menjadi pilihan yang tepat untuk mewujudkan kemajuan, kedamaian, dan kebahagiaan di lingkungan UIN Sunan Kalijaga.


Wa Allahu A'lam bi as-Sawab.