Tiga Bayangan Digelar Virtual, Teater Eska Sajikan Konsep Sinematik

Sebagai salah satu proses mengembangkan ide dan konsep pementasan teater profetik dengan bentuk surealis, UKM Teater Eska UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta kembali menggelar pentas teater Tiga Bayangan tanggal 7 dan 8 April 2021 di Gelanggang UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang ditayangkan secara virtual melalui platform loket.com.

Menurut Pimpinan Produksi, Ananda Bagus Wirahadi Kusuma, mahasiswa Prodi Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, pada tahun 2021 ini merupakan pentas Tiga Bayangan yang keempat. Seperti pentas tiga bayangan sebelumnya, dalam pementasan ini mempersembahkan tiga naskah, tiga sutradara, dan tiga tata panggung yang berbeda. Repertoar tersebut masing-masing berjudul : “Memeluk Badai” yang disutradarai oleh Madhur M. Alif, mengisahkan persoalan hidup manusia yang mempunyai dorongan dalam tubuhnya untuk melakukan tindakan yang tidak pernah lepas dari hal yang buruk dan baik. Agama yang menjadi landasan dalam naskah ini lebih menjunjung nilai-nilai Ilahiyah dan Insaniyah. Nilai-nilai tersebut seperti penghayatan iman dan taqwa, sikap tolong menolong dalam berbuat kebajikan, menghargai diri dan orang lain juga menerima tanggung jawab bagi perbuatan yang dilakukan diri sendiri. Naskah “Memeluk Badai” bisa diaplikasikan melalui perbuatan manusia yang terdapat sisi baik dan sisi buruk melalui dorongan nafsu yang ada dalam diri. Terutama di zaman sekarang, materialisme dan konsumerisme secara global mengikis nilai-nilai luhur kehidupan manusia.

Sementara repertoar “Kelaparan” karya Siti Aminah, yang disutradarai oleh Anak Mukti Fajar, diilustrasikan dengan dua burung pemakan daging busuk dan satu tanaman yang beracun. Ketiga makhluk itu dikurung didalam sebuah kurungan ketika dunia diambang krisis makanan. Di dalam kurungan tersebut mereka bertanya, berbincang, dan berdebat tentang rasa lapar yang mereka hadapi. Kepercayaan terhadap yang abadi adalah perubahan dan kemandegan dalam bentuk penentangan fitrah kehidupan. Hal itu bisa dilihat pada sekarang ini, manusia saling menindas dan mengambil hak orang lain dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Adapun repertoar ketiga yang berjudul “Panduan Menari dari Tuhan” karya M. Farid yang disutradarai oleh Mahfud Setiawan, menampilkan ketimpangan sosial di masyarakat. Repertoar ini menyinggung beberapa konflik sosial yang ada, di antaranya isu kemanusiaan, sosial-ekonomi, politik, ekologi, hingga agama. Sedangkan dalam naskah diceritakan bahwa kritik sosial tersebut digambarkan oleh tiga tokoh di dalam tiga zaman yang berbeda. Pribadi-pribadi yang hadir di panggung adalah subjek antar kelas yang saling terlibat dan saling melengkapi, namun pada akhirnya si kayalah yang diuntungkan.
Ananda Bagus juga menjelaskan bahwa perbedaan pentas sekarang dengan sebelumnya adalah letak tata panggung yang sebelumnya terpisah di tiga lokasi yang berbeda dalam satu ruang, menjadi satu panggung yang memuat tiga pementasan sekaligus, namun dengan tata panggung yang berbeda. Selain itu, penayangan pentas Tiga Bayangan tersebut disajikan dengan memadukan sinematografi, sehingga terwujud menjadi konsep teater sinematik yang berbeda dengan teater pada umumnya dan sedikit banyak akan keluar dari kaidah-kaidah teater selama ini. Teater sinematik di Indonesia merupakan suatu bentuk yang baru akhir-akhir ini, bahkan terdengar masing asing, terutama di dunia kesenian Indonesia.
"Hal ini menjadi salah satu gerakan tersendiri di tengah efek dari pandemi yang melanda akhir-akhir ini, terutama beberapa komunitas kesenian teater yang mencari bentuk baru untuk melahirkan suatu karya yang ideal. Konsep pementasan ini tidak akan maksimal jika tidak tercipta dari ciri khas masing-masing repertoar," ucap Ananda Bagus. (Nurul)