Di tengah
keterbatasan, semangat itu justru menyala lebih terang. Pusat Layanan Difabel
(PLD) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun ini menapaki usia ke-18 dengan sebuah
gebrakan besar. Untuk pertama kalinya, mereka akan menggelar Festival Difabel.
Sebuah ajang yang tak sekadar merayakan milad, tapi juga menyalakan aura
inklusi di panggung kebudayaan.
“Festival ini
adalah bagian dari perjalanan panjang kami dalam membangun budaya masyarakat
inklusif, setapak demi setapak,” ujar Asep Jahidin, Koordinator PLD, dalam
Tadarus PLD ke-33 yang digelar menjelang puncak acara.
Puncak Festival
Difabel akan digelar pada Rabu malam, 28 Mei 2025 di Gedung Taman Budaya
Yogyakarta, menandai klimaks dari rangkaian perlombaan yang telah sukses
diselenggarakan selama dua bulan terakhir dan melahirkan para pemenang. Malam
puncak ini tak sekadar menjadi ajang seremoni, tetapi juga perayaan seni dan
ekspresi inklusi. Sejumlah penampilan seperti tari daerah, paduan suara
inklusif, hingga teater inklusif telah disiapkan untuk memeriahkan suasana dan
menyuarakan keberagaman dalam harmoni.
Di balik
perhelatan besar ini, ada kekuatan kebersamaan yang luar biasa, sebanyak 112
orang, yang terdiri atas relawan, mahasiswa difabel, dan tim manajemen PLD,
bahu-membahu sebagai panitia dan tim pendukung. Mereka adalah wajah dari
semangat kolektif yang tumbuh dalam ruang inklusif, diorkestrasi oleh
nilai-nilai kebersamaan, solidaritas, dan dedikasi tanpa pamrih.
Inisiasi Festival
Difabel dimulai sejak Januari 2025. Namun jalan tidak selalu mulus.
Kebijakan efisiensi sempat membuat acara ini nyaris dibatalkan. Tapi di situlah
tekad diuji. “Relawan dan mahasiswa difabel tak mau menyerah. Kami bertekad
mencari jalan keluar, menggalang dukungan dari siapa pun yang terpanggil,”
tutur Asep.
Tak hanya dari
internal kampus, peserta Festival Difabel datang dari berbagai universitas,
bahkan dari luar Pulau Jawa. Animo tinggi juga terlihat dari antusiasme
penonton, pendaftar untuk malam puncak telah mencapai kapasitas maksimal Gedung
Taman Budaya, sekitar 300 kursi. Bagi
PLD, merayakan pencapaian bukan soal besar kecilnya hasil. “Setiap langkah
kecil kami rawat. Karena dari situlah tumbuh nilai, tumbuh budaya baru yang
inklusif,” kata Asep.
Festival
Difabel bukan sekadar perayaan. Ia Sebuah proses yang melibatkan hati, semangat
kolektif, dan keberanian untuk tumbuh bersama di tengah keterbatasan. “Kami
memohon doa, semoga acara malam puncak tanggal 28 Mei yang akan dibuka langsung
oleh Rektor UIN Sunan Kalijaga berlangsung lancar dan meriah, serta yang lebih
penting, bermakna dan berdampak.” Pungkasnya.
Dan dari
sinilah UIN Sunan Kalijaga menunjukkan komitmen mendalam terhadap nilai inti
inklusif, sebagai wujud dari lingkungan pembelajaran yang terus bergerak,
hidup, dan bertumbuh (continuous environment) menuju masa depan yang
berkeadilan dan berperikemanusiaan bagi semua. (humassk)