WhatsApp Image 2025-07-16 at 15.59.10(1).jpeg

Rabu, 16 Juli 2025 16:03:00 WIB

0

AIPI Gandeng UIN Sunan Kalijaga Jadi Tuan Rumah, Pemikir Lintas Agama Bahas Teologi Publik untuk Kemaslahatan Bangsa

Suasana Aula Convention Hall Lt 1 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada Rabu (16/7/2025) terasa khidmat sekaligus hangat. Para akademisi, cendekiawan lintas iman, dan mahasiswa berkumpul untuk menghadiri Seminar Nasional bertajuk “Membangun Teologi Publik untuk Kemaslahatan Bangsa”.

Acara dengan Pascasarjana sebagai leading sector ini, diselenggarakan oleh Komisi Kebudayaan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) bekerja sama dengan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Kegiatan strategis ini dihelat secara hybrid,  luring di Aula Convention Hall lantai 1 UIN Sunan Kalijaga dan daring melalui Zoom Meeting.


Dalam kesempatan tersebut, Ketua Komisi Kebudayaan AIPI Prof. Daniel Murdiyarso, Ph.D., dalam sambutannya secara virtual dari Beijing menekankan pentingnya seminar ini bagi masyarakat luas. “UIN Sunan Kalijaga menjadi tuan rumah kegiatan ini adalah hal yang tepat, mengingat Prof. Mukti Ali, Menteri Agama era Soeharto yang juga akademisi UIN Sunan Kalijaga, dikenal sangat inklusif. Beliau telah memberi warna khusus dan meninggalkan legasi luar biasa bagi Indonesia,” tuturnya.


Menurut Prof. Daniel, teologi publik perlu dipahami sebagai upaya menghadirkan pemikiran teologis bagi khalayak umum, bukan hanya bagi  para teolog, imam, pendeta, maupun tokoh agama lainnya “Publik atau awam adalah subjek penting yang harus dibekali. Sering kali masalah teologi, jika tidak ditangani dengan baik, bisa meletup,” tegasnya.

Sementara itu, Rektor UIN Sunan Kalijaga Prof. Noorhaidi Hasan dalam pidatonya menyampaikan bahwa kegiatan ini dirancang untuk memberi kontribusi penting bagi perjalanan bangsa sekaligus merespon isu-isu aktual yang berkembang di negeri ini. Ia menekankan relevansinya dengan realitas Indonesia yang dibangun di atas nilai kebhinekaan, kemanusiaan, dan nilai transendental.


“Kita tahu Indonesia adalah bangsa majemuk yang selalu berhadapan dengan ancaman perpecahan dan konflik karena perbedaan. Walaupun diikat oleh Bhinneka Tunggal Ika, Pancasila, dan UUD 1945, tantangan itu semakin nyata ketika situasi dunia sedang tidak baik-baik saja. Banyak ketegangan global berdampak pada negeri kita, ditambah tantangan internal berupa politik identitas, populisme, dan lain-lain yang mengancam keutuhan negara ini. ” paparnya.

Menurut figur yang juga merupakan anggota AIPI ini, sering kali agama justru dimanfaatkan aktor-aktor tertentu untuk menjustifikasi pandangan politiknya. Karena itu, teologi publik dihadirkan agar teks-teks agama dapat dikontekstualisasikan sesuai kebutuhan masa kini. “Banyak tafsir agama lahir di abad pertengahan dengan konteks sosial patrilineal yang berbeda dari kondisi kita sekarang dalam negara modern yang menganut kebhinekaan, kekeluargaan, pluralisme, dan multikulturalisme,” ujarnya.

Mengakhiri pidatonya, Prof Noorhaidi menegaskan bahwa ilmu pengetahuan dan keimanan semestinya berjalan beriringan demi kemajuan peradaban. “kemaslahatan bangsa merupakan cita-cita bersama yang harus dibangun melalui kolaborasi agama, sains, budaya, dan negara. Saya berharap melalui forum ini lahir pemikiran-pemikiran segar dan gagasan kritis yang dapat menjadi dasar bagi pengembangan teologi publik khas Indonesia, yakni teologi yang bercorak inklusif dan ramah,” pungkasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Rektor UKSW Salatiga, Prof. Dr. Intyas Utami, dalam sambutannya melalui video menyebut teologi publik sebagai jawaban atas kebutuhan mendesak untuk menjadikan agama kekuatan transformatif yang membawa maslahat bersama.


“Konsep beragama maslahat ini sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang menuju Indonesia Emas 2045. Teologi publik diharapkan dapat menjadi solusi atas kemiskinan, korupsi, kekerasan berbasis identitas, dan degradasi lingkungan hidup yang mengancam bangsa,” tuturnya.

Ditegaskan Prof Intyas, bahwa seminar ini bukan sekadar forum akademik, melainkan upaya kolektif untuk merumuskan paradigma pendidikan agama untuk publik yang inklusif, berbasis komunitas, dan berlandaskan kearifan lokal. “Mari kita jadikan kegiatan ini sebagai momentum membangun komitmen bersama menegakkan keadilan, kesetaraan, kesejahteraan, kemajuan, dan keadaban bangsa,” pungkasnya.

Dalam sesi inti, seminar menghadirkan empat narasumber. Prof. Dr. Moch. Nur Ichwan, S.Ag., M.A. (Direktur Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga). Pdt. Irene Ludji, MAR., Ph.D. (Dosen UKSW Salatiga). Pdt. Prof. Dr. (h.c.) Emanuel Gerrit Singgih, Ph.D. (Guru Besar UKDW Yogyakarta), dan  Prof. Benyamin F. Intan, Ph.D. (Guru Besar Sekolah Tinggi Teologi Reformed Injili Internasional)

Sementara itu, anggota Komisi Kebudayaan AIPI yang juga dikenal sebagai cendekiawan perempuan dan pejuang hak asasi manusia lintas iman, Prof. Musdah Mulia bertindak sebagai moderator. Adapun penutup kegiatan disampaikan oleh Prof. Dr. M. Amin Abdullah, cendekiawan muslim Indonesia yang juga anggota Dewan Pengarah BPIP sekaligus pernah menjabat sebagai Rektor UIN Sunan Kalijaga selama dua periode.(humassk)