WhatsApp Image 2025-12-17 at 15.26.06.jpeg

Rabu, 17 Desember 2025 16:31:00 WIB

0

UIN Sunan Kalijaga Kembali Kukuhkan Tujuh Guru Besar, Proporsi Profesor Capai 12,5 Persen

Menjadi Guru Besar bukanlah akhir perjalanan akademik, melainkan awal dari tanggung jawab intelektual yang lebih besar dan bermakna. Pesan inilah yang mengemuka dalam Sidang Senat Terbuka Pengukuhan Tujuh Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang digelar di Gedung Multipurpose kampus setempat, Rabu (17/12/2025).

Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof. Noorhaidi Hasan, menyampaikan bahwa pencapaian sebagai Guru Besar merupakan hasil dari penantian panjang yang patut disyukuri yang membawa menjadi sosok istimewa yang dipercaya negara untuk mengemban amanah keilmuan.


Saat ini, lanjut Prof. Noorhaidi, UIN Sunan Kalijaga memiliki 94 Guru Besar dari 756 dosen aktif, atau sekitar 12,5 persen. Angka tersebut dinilai sangat signifikan jika dibandingkan dengan rata-rata nasional yang masih berada di kisaran 3 persen, serta mendekati capaian negara-negara maju yang berkisar antara 10 hingga 20 persen.

Capaian tersebut sejalan dengan berbagai prestasi institusional yang diraih UIN Sunan Kalijaga dalam satu tahun terakhir, antara lain pada pemeringkatan SINTA, UI GreenMetric, dan QS Asian University Rankings. Kampus juga terus memperkuat tata kelola organisasi, meningkatkan keterbukaan informasi, serta meneguhkan orientasi pada keberlanjutan.

Namun, Rektor mengingatkan bahwa jabatan Guru Besar mengandung konsekuensi dan tanggung jawab besar. “Para profesor dituntut untuk terus menjadi aktor utama dalam produksi pengetahuan sekaligus teladan dalam pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi,” ujarnya.


Dalam kesempatan tersebut, Sidang Senat Terbuka, secara resmi dibuka oleh Ketua Senat Universitas, Prof. Dr. Kamsi. Tujuh Guru Besar dari berbagai disiplin ilmu dikukuhkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi serta Menteri Agama Republik Indonesia.

Salah satunya, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Prof. Dr. Erika Setyanti Kusumaputri, S.Psi., M.Si., Guru Besar bidang Psikologi Industri dan Organisasi, dikukuhkan sebagai Guru Besar berdasarkan SK Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Nomor 545/M/KPT.KP/2025, terhitung mulai 1 April 2025. Dalam pidato pengukuhannya berjudul “Strategi Menghadapi Kompetisi dan Perubahan di Perguruan Tinggi: Iklim Organisasi, Kepribadian, dan Spiritualitas”, ia menekankan bahwa tekanan dan tuntutan akademik dapat dimaknai secara positif apabila ditopang oleh iklim organisasi yang sehat, kepribadian yang adaptif, serta spiritualitas yang kuat. Tanpa fondasi tersebut, tekanan akademik justru berpotensi berkembang menjadi ancaman kelelahan kerja (burnout).

Sementara itu, dari Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Prof. Dr. Sabaruddin, M.Si. dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Sosiologi Pendidikan berdasarkan SK Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Nomor 2370/M/KPT.KP/2025, terhitung 1 Juni 2025. Dalam pidato berjudul “Transformasi Pendidikan dan Dunia Kerja”, ia menekankan pentingnya kolaborasi antara perguruan tinggi, dunia industri, pemerintah, dan masyarakat untuk menjembatani kesenjangan kompetensi serta membangun sistem pendidikan yang adaptif, inklusif, dan berkelanjutan.

Masih dari fakultas yang sama, Prof. Dr. Siti Fatonah, M.Pd. dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam berdasarkan SK Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Nomor 2371/M/KPT.PT/2025, terhitung mulai 1 Juni 2025. Dalam pidato pengukuhannya, ia menegaskan bahwa sikap ilmiah dan metode ilmiah berpengaruh langsung terhadap produktivitas mahasiswa serta perkembangan teknologi yang menopang berbagai sektor kehidupan.


Empat Guru Besar lainnya dikukuhkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia. Wakil Rektor Bidang Akademik dan Pengembangan Lembaga Prof. Dr. Mochamad Sodik, dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Sosiologi Gerakan Keagamaan berdasarkan SK Menteri Agama Nomor 201005/MA/ KP.07.6/09 2025, terhitung 1 Oktober 2025. Dalam pidato pengukuhan “Embracing the Others: Dari Refleksivitas Personal-Komunalis Menuju Masyarakat Nasionalis”, ia menegaskan bahwa pergumulan identitas kerap menjadikan agama dan komunalitas sebagai instrumen eksklusi. Karena itu, ia mendorong pengutamaan prinsip dar’ al-mafāsid, menghindari kerusakan, agar agama berfungsi sebagai fondasi etika publik yang menjaga kepekaan kritis, mencegah kemudaratan sosial dan lingkungan, serta memperkuat komunalitas menuju masyarakat nasionalis yang berkeadaban.

Sementara itu, Prof. Dr. Ustadi Hamzah, M.Ag., dosen Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Hubungan Antaragama berdasarkan SK Menteri Agama Nomor 201024/MA/ KP.07.6/09 2025. Dalam pidato pengukuhan berjudul “Ngesuhi Sedulur Sak Kukuban: Dekolonialisasi Paradigma Hubungan Antaragama melalui Konsep Rhizome versus Tree”, ia menegaskan pentingnya relasi antaragama yang berakar pada kearifan lokal dan esensi ajaran masing-masing agama. Melalui pendekatan rhizome, ia menawarkan paradigma yang cair, inklusif, dan kreatif, berbeda dari model tree yang tunggal dan hierarkis, sehingga umat beragama dapat membangun hubungan yang bermartabat, berkeadilan, dan saling merekatkan, tanpa tercerabut dari identitas dan tradisi keagamaannya.

Adapun Dosen Fakultas Adab dan Ilmu Budaya, Prof. Dr. Maharsi, M.Hum. dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Islam dan Budaya berdasarkan SK Menteri Agama Nomor 201039/MA/Kp.07.6/09 2025. Dalam pidatonya, ia menguraikan posisi Islam dalam budaya global sebagai kekuatan spiritual, identitas budaya, dan sistem nilai yang tidak dapat direduksi semata sebagai komoditas.

Adapun Prof. Dr. Ahmad Yani Anshori, M.Ag., dosen Fakultas Syariah dan Hukum, dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Fiqh Siyasah berdasarkan SK Menteri Agama Nomor Nomor 201043 MA/Kp.07.6/09 2025. Dalam pidato pengukuhan berjudul “Logika dan Tata Kelola Energi (Mantiqun Nafs wa Siyasatuha)”, ia memperkenalkan konsep Teologi Energi sebagai pendekatan logika eksistensial yang menempatkan Tuhan bukan sebagai objek pengetahuan, melainkan sebagai sumber mutlak keberadaan.

Melalui kerangka ini, teologi tidak berhenti pada spekulasi metafisik atau ritual normatif, melainkan menjadi dasar etis dan rasional untuk memahami tata kelola kehidupan dan keberadaan secara bertanggung jawab.

Pengukuhan tujuh Guru Besar ini menegaskan posisi UIN Sunan Kalijaga sebagai ruang tumbuh pemikiran akademik yang reflektif, kritis, dan bertanggung jawab, bukan hanya bagi pengembangan ilmu pengetahuan, tetapi juga bagi kehidupan kebangsaan dan kemanusiaan.(humassk)