Jika setiap
rilis berita yang ia tulis bisa bercerita, mungkin ribuan cerita telah
membentuk satu narasi panjang tentang dedikasi, ketekunan, dan cinta terhadap
pekerjaan yang ia sebut sebagai “dunia saya.” Itulah kisah Dra. Weni Hidayati,
sosok yang telah menjadi wajah dan suara di balik berita-berita UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta selama lebih dari dua dekade. Per 1 Juni 2025, Weni resmi
memasuki masa purna tugas, setelah sekitar 25 tahun mengabdi di kampus yang ia
cintai.
Namun, kisah
pengabdiannya dimulai jauh sebelum itu. Pada tahun 1993, Weni memulai kariernya
sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di Departemen Penerangan. Dunia
kehumasan bukan hal baru baginya. Ia memang sejak awal telah berinteraksi
dengan publik dan media. Ketika departemen itu dibubarkan pada tahun 2000, ia
memilih untuk melanjutkan kariernya di UIN Sunan Kalijaga, yang saat itu masih
bernama IAIN.
Langkah
pertamanya di kampus itu bukan langsung ditempatkan di bagian Humas, melainkan
sebagai staf Dekan di Fakultas Ushuluddin, serta di ruang munaqasyah, melayani
ujian-ujian mahasiswa. Namun tak lama kemudian, sekitar setahun berselang, ia
diminta untuk mengisi posisi Humas kampus.
"Sejak
itu, saya merasa seperti menemukan rumah, kenangnya, "Humas adalah dunia saya."
Weni datang
pada masa ketika teknologi informasi belum semaju sekarang. Website institusi
belum umum. Internet baru mulai dikenal secara terbatas. Maka, pekerjaan Humas
kala itu menuntut kreativitas, kecepatan, dan ketekunan yang luar biasa. Press
release yang ia susun ditulis dengan rapi, lalu dikirimkan ke media massa
melalui mesin faksimile. Setelah dikirim, ia akan menelpon redaksi satu per
satu, mengonfirmasi apakah rilis berita dari IAIN/UIN telah diterima.
“Itu rutinitas
kami di awal 2000-an,” ujarnya sambil tersenyum mengenang. “Dari menulis,
mengirim faks, sampai menelepon media, semuanya manual.”
Tak berhenti di
situ, ia juga aktif membina hubungan dengan para jurnalis. “Saya selalu
percaya, relasi yang baik dengan media akan menciptakan narasi yang lebih jujur
dan kuat tentang kampus ini,” ungkapnya.
Weni bukan
hanya menulis berita. Ia mendokumentasikan setiap momentum. Dari era kliping
media cetak yang menggunung, terutama saat transformasi IAIN menjadi UIN pada
awal 2000-an—hingga era digital di mana semua dokumentasi berpindah ke awan
(cloud). Ia mengarsip, menyusun newsletter, menyelenggarakan konferensi pers,
menyusun profil alumni, hingga menjadi jembatan antara kampus dan dunia luar.
“Setiap berita
adalah bagian dari sejarah UIN,” katanya. “Karena itu, saya tidak pernah
menyepelekan rilis apapun, sekecil apapun kegiatannya, tetap saya buatkan
beritanya.”
Dan juga
sosialisasi ke sekolah-sekolah menegah yang berkunjung ke UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, sudah tak terhitung berapa banyak kunjungan dari sekolah-sekolah
yang ia layani, berapa banyak naskah wawancara ia susun, dan berapa banyak sesi
diskusi media yang ia fasilitasi. Ia melayani semua itu dengan hati, bahkan
ketika tekanan datang silih berganti.
Dedikasi Weni
tidak hanya tercermin dari jumlah berita yang ia hasilkan, tetapi juga dari
waktu yang ia curahkan tanpa pamrih. Ia tidak mengenal batas jam kerja.
“Pulang jam tujuh malam adalah hal biasa. Yang penting berita selesai, kliping
tersusun, dan semua urusan kehumasan tidak absen.” ujarnya ringan
Ia berpegang
teguh pada prinsip hidup yang sederhana namun kuat: “Kerjaan hari ini harus
selesai hari ini. Kalau tidak, akan terus terbayang-bayang di rumah.” Prinsip
ini menjadi motor penggerak yang membuatnya tak pernah menunda pekerjaan, tak
pernah setengah hati, dan selalu mengusahakan yang terbaik.
Bagi Weni, masa
kerjanya yang Panjang jika ditotal sejak di Departemen Penerangan hingga di UIN
Sunan Kalijaga, mencapai kurang lebih 32 tahun. Sebuah masa pengabdian yang
tidak singkat, namun ia menjalani semuanya tanpa terasa. “Tahu-tahu sudah masuk
masa pensiun,” ucapnya lirih, seolah tak percaya waktu berjalan begitu cepat.
Salah satu hal
yang paling ia rindukan dari dunia kerja adalah berjumpa dengan teman-teman.
Keakraban, canda tawa, kerja sama, dan solidaritas di lingkungan kerja menjadi
bagian tak terpisahkan dari kenangannya di kampus.
Menutup masa tugasnya,
ia menyampaikan pesan untuk para penerus Humas UIN Sunan Kalijaga: “Jangan
pernah bosan untuk belajar. Dunia Humas terus berubah. Jadi kita harus terus
berkembang agar bisa tetap relevan dan bermanfaat.” pesannya.
Weni menjalani kariernya
dari masa surat kabar cetak menjadi raja, hingga era media digital mendominasi
informasi. Ia menyaksikan langsung perubahan besar dalam dunia komunikasi.
Namun satu hal yang tak berubah, kecintaannya pada dunia kehumasan. “Bekerja di
Humas bukan hanya soal menyampaikan informasi, tapi bagaimana menjaga wajah
institusi tetap bermartabat di tengah perubahan zaman,” ujarnya.
Kini, setelah
22 tahun lebih menulis tentang orang lain, saatnya cerita tentang Weni ditulis.
Ia meninggalkan jejak panjang, tidak hanya dalam bentuk naskah berita, tapi
dalam bentuk keteladanan, bahwa bekerja dengan sepenuh hati adalah bentuk
tertinggi dari pengabdian.
Selamat purna
tugas, Dra. Weni Hidayati. Terima kasih telah menjadi suara UIN Sunan Kalijaga
selama ini.(humassk)