اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ
اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالحَمْدُ لِلّهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيلاً
لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الحَمْدُ
إِنَّ الحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا
مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ الْعَظِيمُ الْأَكْبَرُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ، وَسَلِّمْ تَسْلِيمًا كَثِيرًا
فَيَا أَيُّهَا المُسْلِمُونَ الكِرَامُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ، اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ، وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا، اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ، وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ، وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
مَعَاشِرَ المُسْلِمِينَ جَمَاعَةَ عِيدِ الفِطْرِ رَحِمَكُمُ اللهُ
Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT., Dzat Yang Maha Mulia dan Perkasa, yang melimpahi kita rahmat, nikmat dan karunia yang tidak terhingga. Puji syukur perlu kita lipat gandakan di momen penting seperti hari ini, di mana kita mendapat kesempatan untuk bersimpuh di hadapan-Nya, mendendangkan takbir dan melaksanakan Shalat Idul Fitri di tempat yang mubarakah ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Sayyidina Muhammad SAW. Dengan perjuangan dan pengorbanan yang luar biasa, beliau telah berhasil menancapkan sendi-sendi keimanan dan ketauhidan kepada umatnya. Shalawat dan salam juga kita aturkan kepada keluarga dan sahabat-sahabatnya serta para pengikut yang telah melanjutkan dan menyampaikan risalah kenabian yang dibawanya untuk menerangi jagat semesta yang kita tinggali ini.
Pada hari kemenangan ini, kaum muslimin di seluruh penjuru dunia bergembira mendendangkan takbir, tasbih dan tahmid, memuji kebesaran asma Allah. Lantunan takbir, tasbih dan tahmid bersahutan menggetarkan angkasa, mengiringi rasa syukur dan gembira kita yang telah berhasil melaksanakan ibadah puasa sebulan penuh. Hari ini merupakan hari istimewa di mana kita kembali kepada fitrah, kesucian dan kemurnian diri kita semua. Pada hari ini kita sekaligus dapat merenungi kembali makna perjalanan spiritual yang telah kita tempuh, melaksanakan ibadah puasa Ramadan. Melalui proses puasa Ramadan yang kita lakukan dengan ikhlas dan hanya mengharap rida Allah, insyaallah kita dapat menjadi orang yang bertakwa, yakni orang yang memiliki tanggung jawab moral dan etik dalam menciptakan kehidupan yang penuh kedisiplinan, integritas, keadilan dan kesejahteraan bersama.
اللَّهُ أَكْبَرُ… اللَّهُ أَكْبَرُ… اللَّهُ أَكْبَرُ
مَعَاشِرَ المُسْلِمِينَ جَمَاعَةَ عِيدِ الفِطْرِ رَحِمَكُمُ اللهُ
Jika hakikat Islam adalah agama yang mengajarkan keselamatan dan kedamaian, maka realitas yang terjadi di kalangan masyarakat Muslim kerap terbalik. Kekerasan atas nama agama merebak di mana-mana, di berbagai penjuru dunia Islam. Konflik dan peperangan bahkan terus terjadi, merenggut ribuan nyawa. Ribuan lainnya harus mengungsi ke luar tanah air mereka meskipun harus bertaruh nyawa mengarungi lautan, daratan dan rintangan yang sangat berat. Antara umat Islam sendiri sering berkonflik bahkan berperang demi mempertahankan egoisme dan nafsu berkuasa masing-masing. Nasib kelompok-kelompok minoritas, perempuan dan anak-anak lebih menyedihkan lagi. Mereka mengalami penindasan dan kekerasan berlipat-lipat tanpa mampu membela diri secara berarti.
Tentu kita patut bertanya, apakah ini wajah Islam yang sebenarnya? Islam menentang segala tindak kekerasan, ketidakadilan, dan penindasan terhadap siapapun dan dengan alasan apapun juga, termasuk karena alasan perbedaan pandangan keagamaan. Bahkan kebencian seorang Muslim terhadap yang lain harus tidak boleh menghalangi mereka berbuat adil, seperti dijelaskan dalam al-Maidah ayat 8:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُونُواْ قَوَّٰمِينَ لِلَّهِ شُهَدَآءَ بِٱلۡقِسۡطِۖ وَلَا يَجۡرِمَنَّكُمۡ شَنََٔانُ قَوۡمٍ عَلَىٰٓ أَلَّا تَعۡدِلُواْۚ ٱعۡدِلُواْ هُوَ أَقۡرَبُ لِلتَّقۡوَىٰۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Islam merupakan rahmat bagi semesta alam. Islam diturunkan untuk mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan, kesetaraan, dan keadilan. Al-Quran menyatakan kemuliaan semua keturunan Adam sebagaimana dinyatakan dalam Surah Al-Isra ayat 70:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا
Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan anak cucu Adam, Kami angkut mereka di darat dan di laut, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang telah Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna
Al-Quran juga mengajarkan kesamaan derajat setiap orang, laki-laki dan perempuan, sebagaimana dinyatakan dalam Surah Al-Hujurat ayat 13:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Wahai manusia! Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, lagi Maha Teliti.
Demikian juga dalam berbagai hadis, Nabi mengajarkan bahwa Islam sangat menghargai nilai-nilai kemanusiaan, kesetaraan dan keadilan. Dalam khutbah wada’ (khutbah perpisahan) pada saat Tawaf Wada’, misalnya, Nabi menyatakan bahwa semua manusia sama belaka di hadapan Tuhan—orang-orang Arab tidak lebih superior dibandingkan non-Arab atau orang-orang non-Arab tidak lebih istimewa dibandingkan orang-orang Arab, demikian halnya orang-orang berkulit putih tidak lebih tinggi derajatnya dibanding orang-orang berkulit hitam dan begitu juga sebaliknya (HR Ahmad):
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَلَا إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ، وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ، أَلَا لَا فَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَىٰ أَعْجَمِيٍّ، وَلَا لِأَعْجَمِيٍّ عَلَىٰ عَرَبِيٍّ، وَلَا لِأَحْمَرَ عَلَىٰ أَسْوَدَ وَلَا لِأَسْوَدَ عَلَىٰ أَحْمَرَ إِلَّا بِالتَّقْوَىٰ. إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
Kegagalan mewujudkan nilai-nilai utama sebagaimana diajarkan dalam Al-Quran dan hadis ini menyebabkan gagalnya kita secara etis dan moral menyelesaikan berbagai permasalahan aktual yang menggelayuti perjalanan umat Islam. Masalah-masalah ini terentang dari isu kemiskinan, keterbelakangan, minimnya kualitas pendidikan dan kesehatan, stunting, kesenjangan sosial dan ekonomi yang masih lebar, korupsi, nepotisme, otoritarianisme, kekerasan, konflik komunal, radikalisme, dan terorisme, yang kesemuanya berkontribusi terhadap rendahnya HDI (Human Development Index) masyarakat Muslim. HDI adalah ukuran perbandingan harapan hidup (life expectancy), melek huruf (literacy), pendidikan (education), standard hidup (standards of living), dan kualitas hidup (quality of life) negara-negara di dunia. Swiss, Norwegia, Islandia, Hong Kong, Denmark, Swedia, Irlandia, Jerman, Singapura dan Belanda bertengger di 10 besar negara dengan HDI tertinggi, sementara Sierra Leone, Burkina Faso, Yemen, Burundi, Mali, Niger, Chad, Afrika Tengah, Suda Selatan dan Somalia berada di urutan 10 terbawah.
Pencapaian HDI berkorelasi positif dengan Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, yaitu 17 tujuan global yang disepakati oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mencapai pembangunan yang lebih adil, berkelanjutan, dan inklusif di seluruh dunia. 17 tujuan SDGs meliputi dunia (1) Tanpa Kemiskinan (No Poverty); (2) Tanpa Kelaparan (Zero Hunger); (3) Kesehatan yang Baik dan Kesejahteraan (Good Health and Well-being); (4) Pendidikan Berkualitas (Quality Education); (5) Kesetaraan Gender (Gender Equality); (6) Air Bersih dan Sanitasi Layak (Clean Water and Sanitation); (7) Energi Bersih dan Terjangkau (Affordable and Clean Energy); (8) Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi (Decent Work and Economic Growth); (9) Industri, Inovasi, dan Infrastruktur (Industry, Innovation, and Infrastructure); (10) Berkurangnya Kesenjangan (Reduced Inequalities); (11) Kota dan Pemukiman yang Berkelanjutan (Sustainable Cities and Communities); (12) Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab (Responsible Consumption and Production); (13) Penanganan Perubahan Iklim (Climate Action); (14) Ekosistem Laut yang Berkelanjutan (Life Below Water); (15) Ekosistem Darat yang Berkelanjutan (Life on Land); (16) Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Kuat (Peace, Justice, and Strong Institutions); dan (17) Kemitraan untuk Mencapai Tujuan (Partnerships for the Goals).
اللَّهُ أَكْبَرُ… اللَّهُ أَكْبَرُ… اللَّهُ أَكْبَرُ
مَعَاشِرَ المُسْلِمِينَ جَمَاعَةَ عِيدِ الفِطْرِ رَحِمَكُمُ اللهُ
HDI dan SDGs bisa dimaknai sebagai rumusan kekinian tentang tujuan kita dalam membangun peradaban dan mewujudkan tuntunan Ilahi bagi umat manusia. Dalam istilah Usul Fiqh, ia merupakan maqasid al-syari’ah; pesan utama dan filosofi dasar syariah yang muaranya adalah mewujudkan keadilan, kemaslahatan, dan kebajikan bersama, serta menjamin hak-hak dasar dan kehormatan umat manusia. Maqasid al-syariah meliputi 5 hal pokok (al-Usul al-Khamsa) meliputi hifd nasl, hifz al-aql, hifz al-nafs, hifz al-mal, dan hifz al-din. Para sarjana Islam terkemuka, klasik dan modern, telah memberikan tafsir dan analisis mendalam tentang maqasid al-syariah. Imam al-Ghazali, Imam Izzuddin Abdussalam, Imam Asy-Syatibi, Ibnu Atsur dan Jasser Auda adalah beberapa nama menonjol yang mengembangkan berbagai gagasan di seputar isu ini. Imam al-Syatibi membuat standardisasi maqasid dengan membaginya kepada tiga tingkatan: daruriyyat, hajjiyat dan tahsiniyat. Daruriyat bersifat asasi dan emergency. Pengabaian terhadapnya berakibat hilangnya hak hidup seseorang, misalnya. Hajjiyat bersifat sangat dibutuhkan, badly needed, dan karenanya harus sekuat tenaga diwujudkan. Sementara tahsiniyat bersifat complementary, dan perlu diwujudkan untuk menjadikan sesuatu lebih bagus, lebih elok dan lebih indah.
Maqasid al-Syariah pertama-tama berupaya menjamin eksistensi kehidupan alias jiwa manusia (hifd al-nafs). Jiwa manusia merupakan hal mutlak yang harus dilindungi. Tidak boleh ada nyawa yang melayang sia-sia. Semua upaya harus dikerahkan demi melindungi eksistensi jiwa manusia. Sementara hal ini merupakan inti maqasid al-syariah yang pertama, kita semua mengetahui di negara-negara Muslim jiwa manusia masih kerap tidak begitu berharga. Banyak jiwa melayang karena konflik politik. Fakta sejarah menunjukkan pertikaian politik menyebabkan banyak orang saling bunuh. Ini terjadi sampai hari ini, di Afrika Utara, Timur Tengah, Asia Selatan, dan banyak Kawasan lainnya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا تَرْجِعُوْا بَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ
“Janganlah kalian sepeninggalku kembali kufur dengan saling membunuh satu sama lain” (HR. Bukhari dan Muslim).
Tak kalah menyedihkan, banyak jiwa melayang karena negara gagal memberikan suplai kebutuhan pangan pokok bagi masyarakat. Banyak jiwa melayang karena negara gagal membangun infrastruktur jalan raya yang bagus dan menata sistem transportasi secara komprehensif. Banyak jiwa melayang karena narkoba. Banyak jiwa melayang karena fasilitas dan sistem penjaminan kesehatan yang tidak memadai. Banyak jiwa melayang karena kebodohan dan keterbelakangan.
Maqasid al-syariah kemudian berupaya melindungi kelangsungan kehidupan dan regenerasi umat manusia (hifz al-nasl). Caranya, bukan saja dengan menjamin hak reproduksi seseorang, tetapi juga memastikan keturunan atau generasi yang akan datang bebas dari penyakit menular, bebas dari kekurangan gizi dan stunting, bebas dari kemiskinan, bebas dari kebodohan, dan bebas dari kemelaratan. Pelayanan bagi ibu hamil dan bayi ataupun balita perlu ditingkatkan dan mereka diberi asupan gizi yang cukup untuk meneruskan kelangsungan kehidupan. Tidak boleh ada ibu hamil yang menderita, atau bayi yang baru lahir terlantar. Kita semua harus memastikan angka kematian bayi dan ibu karena melahirkan semakin menurun, atau bahkan bisa terhapus sama sekali dari data statistik kita.
Maqasid al-syariha juga berupaya melindungi akal (hifz al-aql), dalam pengertian melindungi kebebasan berpikir, berekspresi dan pengembangan pengetahuan, melalui pendidikan yang berkualitas, riset-riset unggulan dan kegiatan-kegiatan ilmiah lainnya. Kita masih cukup prihatin, kualitas pendidikan dasar dan menengah di negara-negara Muslim masih jauh tertinggal. Juga kualitas pendidikan tingginya. Inilah kenyataan yang kita hadapi. Di banyak negara muslim, pengembangan ilmu pengetahuan bahkan terhambat oleh absennya kebebasan berpikir, mengembangkan daya nalar yang sehat untuk kemajuan ilmu pengetahuan, karena otoritarianisme rezim penguasa dan hambatan-hambatan politik lainnya.
Maqasid al-syariah juga melindungi harta (hifd al-mal) dalam pengertian menjamin seseorang untuk berusaha, mengembangkan entrepreneurship, mengumpulkan harta dan kekayaan untuk kemaslahatan bersama. Dengan demikian, akses seseorang terhadap pekerjaan atau sumberdaya alam, sumber daya mineral dan lainnya untuk dikelola demi kemasalahatan bersama tidak boleh dihalang-halangi. Bahkan negara harus memastikan ada cukup lapangan kerja bagi semua yang telah memasuki usia produktif. Dengan kata lain, negara harus memberi perhatian terhadap pembangunan ekonomi, kesejahteraan masyarakat serta pemerataan. Banyaknya pengangguran dan kemiskinan merupakan indikasi paling nyata gagalnya negara mewujudkan asas ke-4 dalam maqasid al-syariah ini.
Tak kalah penting, maqasid al-shariah melindungi agama (hifz al-din); dalam pengertian melindungi agama dari manipulasi dan distorsi oleh segelintir orang atas nama kepentingan politik, ekonomi ataupun kepentingan lainnya. Hifz al-din juga mengandung makna menghormati kebebasan beragama dan berkeyakinan; La ikraha fi al-din. Tidak ada paksaan dalam beragama. Siapapun berhak meyakini dan menjalankan agamanya. Perang yang terjadi di masa-masa awal Islam umumnya dilatari oleh pengingkaran kaum Qurasy dan musuh-musuh Nabi Muhammad lainnya terhadap hak Nabi Muhammad serta pengikutnya untuk menjalankan agama mereka. Inilah indahnya agama Islam, agama damai dan mencintai perdamaian. Udkhulu fi al-silm kaffah, masuklah ke dalam kedamaian secara menyeluruh, kedamaian yang membawa kemaslahan dan keberkahan bagi kita semua.
بَارَكَ اللَّهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ، وَنَفَعَنَا اللَّهُ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ. إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Khutbah Kedua:
اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَفَاضَ نِعَمَهُ عَلَيْنَا وَأَعْظَمَهَا، وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ فِي الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيعٌ قَرِيبٌ مُجِيبُ الدَّعَوَاتِ وَقَاضِي الْحَاجَاتِ
اللَّهُمَّ وَفِّقْنَا لِعَمَلٍ صَالِحٍ يَبْقَى نَفْعُهُ عَلَى مَمَرِّ الدُّهُورِ، وَجَنِّبْنَا النَّوَاهِيَ وَالْأَعْمَالَ الَّتِي تَبُورُ
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُورِنَا، وَبَارِكْ لَنَا فِي عُلُومِنَا وَأَعْمَالِنَا. اللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا
اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا نُعَظِّمُ شُكْرَكَ، وَنَتَّبِعُ ذِكْرَكَ وَوَصِيَّتَكَ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
اللَّهُ أَكْبَرُ
عِبَادَ اللَّهِ! إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى، وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
فَاذْكُرُوا اللَّهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَاسْأَلُوهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ. وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ
اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وَلِلَّهِ الْحَمْدُ