Prof. Sigit Purnama Dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Teknologi Pendidikan
Sekretaris Senat, Prof. Dr. Maragustam, M.A., memindahkan ikat tali toga didampingi oleh Ketua Senat, Prof. Dr. H. Siswanto
UIN Sunan Kalijaga bertambah lagi Guru Besarnya. Kali ini mengukuhkan Prof. Dr. Sigit Purnama, S.Pd.I., M.Pd., sebagai Guru Besar bidang Ilmu Teknologi Pendidikan. Prof. Sigit yang baru memasuki usia 43 tahun, dikukuhkan oleh Ketua Senat UIN Sunan Kalijaga, bertempat di Gedung Prof. R.H.A., Soenarjo, S.H., 1/2/2023. Putra kelahiran Gunung Kidul ini dikukuhkan sebagai Guru Besar berdasarkan S.K. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi R.I., Nomor: 74167/MPK.A/KP.07.01/2022, ditetapkan di Jakarta 20 Desember 2022. Sidang Senat Terbuka Pengukuhan Guru Besar kali ini dihadiri Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof. Al Makin, jajaran pimpinan UIN Sunan Kalijaga, keluarga dan kolega, serta Civitas Akademika UIN Sunan Kalijaga.
Dalam Orasi Ilmiahnya berjudul “Bagaimana Orang Tua Membelajarkan Anak-Anak Di Rumah Dengan Teknologi Digital-Pengetahuan, Keterampilan, dan Model Pengasuhan,” Prof. Sigit menyampaikan bahwa tulisan ilmiahnya untuk menyongsong predikat Guru Besarnya ini didasarkan pada ungkapan Socrates “Jangan Paksakan Anak-Anakmu Mengikuti Jejakmu, Mereka Diciptakan Untuk Kehidupan Di Zaman Mereka, Bukan Zamanmu.” Lebih jauh Prof Sigit memaparkan, kebiasaan membaca dan belajar masyarakat telah berubah. Saat ini sebagian besar pembelajaran masyarakat dilakukan melalui sumber daya elektronik melalui aplikasi online. Semua telah terbiasa memanfaatkan situs digital, tak terkecuali anak usia dini. Data BPS menunjukkan anak usia 5 tahun ke atas telah terbiasa menggunakan ponsel (98, 70%), maupun laptop (11,87%). Sisanya melalui komputer dan lainnya. Di Indonesia 88,99% anak usia 5 tahun ke atas sudah mengakses internet untuk media sosial.
Di sisi lain, tuntutan dari era revolusi industri 4.0, anak usia dini sudah dituntut untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan media digital sebagai sarana penopang masa depannya. Pengetahuan dan keterampilan media digital juga dibutuhkan untuk anak usia dini agar anak dapat memanfaatkan media digital untuk pembelajaran yang positif, bukan konten-konten digital yang negatif. Dengan keterampilan digital anak anak juga dapat menghindari tantangan saat menggunakan media digital, seperti; tekanan untuk terlihat popular di media sosial, paparan konten yang tidak pantas, cyberbullying, dan pelanggaran privasi. Orang tua juga hendaknya memahami penggunaan perangkat seluler maupun media digital yang terkait dengan implikasi penting dalam pengasuhan anak.
Berdasarkan riset ilmiah yang Prof. Sigit lakukan, pihaknya merekomendasikan bagaimana sebaiknya orang tua dan guru melakukan pengasuhan anak usia dini yang adaptif dengan kebutuhan era digital, pengetahuan dan keterampilan yang perlu dipahamkan kepada anak-anak oleh orang tua atau guru. Agar dapat dipastikan pola pengasuhan yang tepat. Pola ini melibatkan orang tua dan guru pada satuan tugas pengasuhan PAUD melalui kelas–kelas, dan dapat pula dilakukan dalam pengasuhan sehari-hari di rumah.
Prof. Sigit mengistilahkan model pengasuhan digital ini sebagai model pengasuhan 5 E (engagement, exploration, explanation, dan evaluation). Dalam hal ini orang tua dan guru PAUD perlu dilatih dan diberikan contoh-contoh bagaimana menerapkan model tersebut. Model 5 E berfokus pada pelibatan anak-anak dalam pembelajaran. Langkah-langkah dan Tindakan lebih lanjut, seperti mengajukan pertanyaan dan mendorong anak-anak untuk untuk menemukan jawaban dengan cara yang kreatif. Guru atau orang tua dapat mengajukan pertanyaan kepada anak dan menguraikan arti kata, sebagai strategi untuk mengajarkan anak membaca dan berkomunikasi secara efektif. Orang tua dan guru PAUD juga hendaknya dapat mendorong anak-anak untuk mengekspresikan pikiran mereka. Selanjutnya orang tua atau guru dapat menggunakan video seperti Discovery Chanel melalui Youtube, untuk memperkenalkan pengetahuan dan konsep baru kepada anak-anak.
Sementara pendidik dapat berkontribusi dengan memilih, mengoreksi, dan menyediakan tautan (link) bahan-bahan pembelajaran, seperti; video yang mendidik, persuasif sekaligus menarik perhatian anak-anak. Bisa juga berupa kuis online sederhana atau tanya jawab yang dapat membantu orang tua untuk menilai pemahaman dan kinerja anak-anak mereka. Untuk kondisi saat ini yang perlu dijawab Bersama, sudahkah PAUD pada umumnya dan orang tua pada khususnya siap dan mampu untuk melaksanakan model pengasuhan berbasis teknologi digital,” kata Prof. Sigit.
Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof. Al Makin antara lain menyampaikan dalam sambutannya, pidato Prof. Sigit mengingatkan kita pada pidato GB dari Tarbiyah sebelumnya yang menekankan pentingya kebebasan, kreativitas, dan kemandirian, bukan meniru, menghafal, dan copy-paste. Pidato-pidato sebelumnya juga mengingatkan kita pentingnya pendidikan yang membebaskan dan memberi ruang pada anak didik.
Saya senang membaca dimulainya naskah pidato itu dengan penelusuran praktek pendidikan ke filsafat Yunani, kota Sparta, Athena. Penelusuran dari Yunani sampai Islam klasik, saya apresiasi. Kekurangan kita adalah sejarah global. Kita hanya memahami sejarah dari 1500 tahun, dari lahirnya agama kita. Pra agama kita banyak kita lewati, budaya dan tradisi kuno seperti Yunani, Romawi, Mesir, Babilonia. Hanya dua GB yang menyinggung ini, Prof. Nurdin Laugu yang panjang lebar menyinggung Mesir dan Babilonia, dan Prof. Sigit menyinggung sedikit Yunani.
Pendidikan kita sudah pada masa stagnan, tampaknya tidak menjawab tantangan dan kurang berorientasi masa depan anak dan generasi kita. Pendidikan hendaknya tidak hanya memberikan mesin produksi tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan pasar. Noam Chomsky pemikir dan kritikus Amerika mengungkap banyak kritik tentang kecenderungan dunia saat ini yang cenderung berlebihan ke arah industrialisasi, pasar kerja, dan menjadikan Lembaga pendidikan menjadi mesin. Di satu sisi itu. Di sisi lain di Indonesia pendidikan cenderung doktrinisasi, penghafalan, dogma dan ritual. Pendidikan tidak mengajarkan berfikir bebas, tidak mempertanyakan konsep, tidak mengajak Kerjasama yang baik. Tetapi pendidikan adalah hafalan, lomba pidato anak-anak tentang suatu ajaran yang juga sifatnya mendogma dan memberi label pada orang yang berbeda. Dan jika ada yang viral, trendy, hal-hal yang tidak mendidik mulai dari menyanyi, ucapan-ucapan lucu, joget-joget lucu dirayakan ramai-ramai. Pendidikan kita terlalu kearah popularitas, banyak-banyakan like di medsos, menarik followers, dan akhirnya pada survei dan elektabilitas, kita kurang perhatian pada pendalaman serius, dedikasi, focus, penderitaan (passion), jangka panjang, dan masa depan. Patut kita renungkan. (Tim Humas)