Dekan Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, Prof. Dr. Inayah Dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Sosiologi Agama
Setiap hari kita mendengar dan menyaksikan di berbagai media kisah-kisah pilu tentang realitas ketidakadilan gender, kekerasan berbasis gender, serta konservatisme dan radikalisme agama; bahkan hal ini menjadi headline dan sebagian viral di media sosial. Kita dibuat shock dengan paparan berita tentang kekerasan seksual yang terjadi di berbagai ruang sosial, bahkan di lembaga pendidikan dan, sedihnya lagi, lembaga pendidikan keagamaan. Korbannya adalah anak-anak perempuan kita yang sejatinya sedang merenda masa depan demi mewujudkan mimpi tentang sebuah kehidupan yang indah di masa depan. Di sisi lain anak-anak kita yang sedang bertumbuh mencari makna hakikat kehidupan juga harus berhadapan dengan hantaman pembelajaran agama yang eksklusif dan arus keagamaan konservatif.
Demikian Dekan Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, Prof. Dr. Inayah Rohmaniyah, S.Ag., M.Hum., M.A., saat mengawali penyampaian orasi ilmiah Guru Besarnya yang bertajuk Trans-queers sebagai Basis Epistem Pemahaman dan Praktik Keagamaan Inklusif-Berkeadilan (Belajar dari Studi Gender Kontemporer) pada hari Kamis, 2/2/2023 di Gedung Prof. RHA. Soenarjo, SH., atau Convention Hall UIN Sunan Kalijaga.
Prof. Dr. Inayah Rohmaniyah, S.Ag., M.Hum., M.A., dikukuhkan oleh Ketua Senat UIN Sunan Kalijaga, Prof. Siswanto Masruri sebagai Guru Besar bidang Ilmu Sosiologi Agama pada Sidang Senat Terbuka Pengukuhan Guru Besar berdasarkan SK Kementerian Agama RI nomor 024989/B.II/3/2022. Hadir membersamai agenda akademik ini, Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof. Al Makin, jajaran pimpinan UIN Sunan Kalijaga, keluarga dan kolega, serta Civitas Akademika UIN Sunan Kalijaga.
Menurut Prof. Dr. Inayah, hermeneutika teori Queer adalah mempertanyakan ulang (skeptik-kritis), interogasi, transgresi, dan pembalikan (perubahan) atau rekonstruksi, dan perpaduan ranah epistemologis dan sekaligus aksiologis yang ditandai dengan perwujudannya di ranah praksis. Dalam konteks studi gender, trans-queeris merupakan sebuah kondisi yang memungkinkan bagi nalar gender menemukan titik kesetimbangannya. Nalar Trans-Queer dibutuhkan untuk mencapai keseimbangan atau keadilan dan kebahagiaan. Di atas semua ini, nalar Trans-Queer bertujuan untuk membangun dan mewujudkan dunia yang lebih adil dan memberikan kesempatan pada setiap orang untuk menemukan kebahagiaannya. Prof. Dr. Inayah menyebutkan Gerakan Kongres Ulama Perempuan (KUPI) dan Gerakan Literasi Keagamaan Lintas Budaya dapat dijadikan sebagai contoh nalar dan praktek (best practices) trans-queers, yang menggambarkan bagaimana paradigma trans-queer beroperasi hingga ke ranah etis dan praktik.
Ia juga menambahkan. membangun nalar trans queer perlu dimulai dari diri sendiri, karena jika diri sendiri telah kehilangan nalar kritis maka jangan berharap kita dapat melakukan perubahan di luar kita. “Mari melakukan perubahan dari diri kita agar kita dapat merubah sekitar kita dan dunia,” ajak Prof. Inayah Rahmaniyah.
Sementara itu dalam sambutannya usai pengukuhan Prof. Al Makin antara lain menyampaikan, orasi Guru Besar Prof Inayah Rohmaniyah tentang queer feminism, merupakan upaya membongkar maskulinitas dan dominasi patriarki. Untuk mempermudah penggambaran teori queer feminism bisa di lihat contoh contohnya dalam lagu-lagu popular. Lagu yang dinyanyikan Nini Carlina berjudul Gantengnya Pacarku adalah contoh sikap mendobrak dominasi patriarki yang digambarkan dalam syair lagu. Sementara lagu Yen Ing Tawang Ono Lintang merupakan penggambaran perempuan yang dipuja laki-laki. Sangat maskulin (menggambarkan sikap maskulinitas). Sementara Lagu Air Supply yang merupakan lagu syahdu menekankan kesamaan dan menggambarkan relasi keseimbangan dalam gender. Jadi feminisme atau queer yang merupakan bagian dari dekonstruksi bisa dengan santai dipahami dari penggambaran syair syair lagu, kata Prof. Al Makin.
Lebih jauh Prof. Al Makin dalam sambutannya menyampaikan rencana UIN Sunan Kalijaga untuk memberikan Gelar Honoris Causa kepada tiga tokoh penting. Pihaknya mengajak semua pihak untuk mensukseskan prosesi pemberian Gelar Honoris Causa tiga tokoh tersebut.
Disampaikan, UIN Sunan Kalijaga akan merayakan keragaman, perbedaan dan inklusivitas. Dengan menggelar Doktor Honoris Causa. Melalui moment ini, UIN Sunan Kalijaga menyampaikan tekadnya untuk menghargai perbedaan dan pilihan. Kali ini UIN Sunan Kalijaga mengangkat tiga tokoh penting dari umat yang berbeda, dengan harapan dapat menjadi contoh bagaimana kampus UIN Sunan Kalijaga memberikan penghargaan yang sama terhadap semua umat yang berbeda-beda.
PBNU akan diwakili oleh KY Yahya Cholil Staquf, Muhammadiyah akan diwakili oleh dr. Sudibyo Markus, dan Katolik akan diwakili oleh Kardinal Miguel Angel Ayuso Guixot. Melalui pemberian Gelar Doktor Honoris Causa Pada 13 Februari nanti kampus UIN Sunan Kalijaga mengajak masyarakat luas untuk merayakan toleransi, keragaman, perbedaan, dan saling memahami antar umat. “Mari kita hargai ketiga tokoh itu dalam perannya dalam perdamaian dunia, toleransi, dialog antar umat, dan visi - misi mereka sebagai pemimpin umat. UIN Sunan Kalijaga adalah kampus dan rumah yang harus nyaman bagi semua pemeluk agama, mazhab, aliran, tradisi, budaya dan bangsa. Semua boleh berbeda asal saling memahami,” demikian tegas Prof. Al Makin.
Pihaknya juga berharap para Civitas Akademika UIN Sunan Kalijaga menulis opini di koran, artikel di jurnal, dan berita di media untuk merayakan Honoris Causa kali ini. Sehingga pesan moral prosesi Honoris Causa dapat tersebar luar seantero dunia, imbuh Rektor. (Tim Humas)