Mahasiswa Baru UIN Sunan Kalijaga Diajak Berdialog Moderasi Beragama

Masih satu rangkaian dengan agenda Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK), seluruh Mahasiswa Baru UIN Sunan Kalijaga yang berjumlah 4.687 orang mengikuti Talkshow bersama Menteri Agama RI Periode 2014-2019, Lukman Hakim Saifuddin, bertempat di Gedung Multypurpose (Gedung Prof. H.M. Amin Abdullah), 24/8/2023.

Mengawali paparannya Lukman Hakim Saifuddin mengajak berdialog dengan Mahasiswa, tentang hal yang membuat bangga dan juga yang membuat kecewa menjadi bagian dari bangsa Indonesia. Beberapa Mahasiswa mengungkapkan beberapa hal yang membuat bangga sebagai sebagai bangsa Indonesia. Misalnya; Keragaman suku, adat, budaya, agama, kearifan lokal, kekayaan alam dan seterusnya, sehingga sesungguhnya Indonesia adalah bangsa yang besar. Ada juga Mahasiswa yang menyampaikan kekecewaanya sebagai Bangsa Indonesia. Misalnya; kenapa fenomena korupsi di Indonesia terus meningkat dan pelakunya kebanyakan orang-orang pandai (alumni perguruan tinggi). Ada lagi yang menyampaikan kecewa karena Indonesia belum memiliki solusi yang baik bagaimana mengatasi masalah sampah.

Menanggapi apa yang disampaikan para Mahasiswa, Lukman Hakim Saifuddin memaparkan, fenomena korupsi di Indonesia membuat banyak kalangan prihatin, termasuk juga Mahasiswa. Maka tugas Mahasiswa salah satunya belajar, dan peduli kondisi sosial dengan bersikap kritis bila ada yang hal-hal yang harus dikritisi. Tetapi juga ikut peduli melakukan kegiatan-kegiatan yang positif untuk mengatasi permasalahan bangsa Indonesia. Dimulai dari diri sendiri hal-hal yang kecil. Misalnya masalah korupsi, sebagai Mahasiswa harus tegas tidak melakukan hal-hal yang korup. Atau masalah sampah, seharusnya sebagai Mahasiswa ikut mengatasi, meminimalisir, memilah dan mengolah sampah secara mandiri serta lingkungan sekitar.

Mahasiswa adalah kaum elite, yang harusnya bangga sebagai Mahasiswa. Apalagi Mahasiswa di kampus Islam ternama seperti UIN Sunan Kalijaga. Kebanggaan sebagai Mahasiswa diwujudkan dengan ikut serta memelihara kekayaan dan kemajemukan Indonesia yang membuat kita bangga. Pertama, ketika kita berproses menggeluti pendidikan di perguruan tinggi, maka harus ikut menjaga-memelihara-dan merawat Indonesia sebagai bangsa yang besar dengan keragaman yang luar biasa. Juga bersyukur dapat menjadi kaum elite sebagai Mahasiswa, dengan menerapkan sikap toleransi, dan memelihara harmoni.

Lebih dari itu Mahasiswa sebagai kalum elit/terpelajar harus dapat lebih mengenal lagi bangsa Indonesia, dengan dua ciri yang melekat. Ada 2 (dua) ciri yang melekat menjadi jati diri bangsa Indonesia, yakni keberagamaan dan religiusitas. Nilai-nilai agama tidak hanya menjadi landasan, tapi juga menjadi arah orientasi kemana bangsa Indonesia menuju. Selanjutnya, Mahasiswa di kampus Universitas Islam Negeri, termasuk UIN Sunan Kalijaga harus mampu mengamalkan dan melakukan ajaran-ajaran agama secara tidak berlebih-lebihan. Harus dapat lebih mendekatkan diri (taqorrub) kepada Allah SWT dengan memahami ajaran Islam dan mengamalkan ajaran Islam yang Rahmatan Lil Alamin.

Tantangan Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga adalah bagaimana menghadapi orang-orang yang beragama tapi justru menghilangkan nilai agama itu sendiri. Karena faktanya banyak yang tidak menghargai, tidak melindungi malah memusnahkan bahkan memerangi. Padahal Islam menegakkan keadilan dan kedamaian. Tugas kita sebagai kaum terdidik diantaranya adalah bagaimana tetap menjaga merawat nilai-nilai agama agar tidak disalahpahami dan tidak menagamalkan ajaran-ajaran yang tidak berlebihan.

Tugas Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga juga adalah berkolaborasi dengan pemerintah dan penyelenggara negara untuk menciptakan harmoni antar umat beragama, dan bekerja sama antar umat beragama dalam melakukan kegiatan-kegiatan kemanusiaan, di samping fokus pada studi masing-masing. Pada saatnya nanti para Mahasiswa juga akan berkesempatan menjalankan tugas -tugas pemerintahan dan kenegaraan menjadi para pemimpin di masa mendatang.

Sementara kondisi di sekitar kita yang masih saja memperlihatkan berbagai sengketa, pertikaian antar umat beragama, itu disebabkan karena cara pandang dalam menyikapi perbedaan. Oleh karenanya diperlukan pemahaman yang dalam bahwa perbedaan itu sunnatullah (takdir Allah). Sehingga diperlukan kearifan dalam menyikapi keragaman dan perbedaan.

Merujuk pada surat Al Hujurat ayat 13: yā ayyuhan-nāsu innā khalaqnākum min żakariw wa unṡā wa ja'alnākum syu'ụbaw wa qabā`ila lita'ārafụ. Artinya: "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Ayat tersebut menjelaskan bahwa kita dijadikan berbeda-beda bersuku-suku agar kita saling mengenali satu dengan yang lain. Lita’arafu: saling mengenali, saling berkomunikasi, saling mengisi, saling bersinergi. Poinnya adalah keragaman diciptakan oleh Allah Swt. agar kita yang memiliki keterbatasan untuk bisa saling mengenali.

Demikan juga pada penggalan ayat QS. An-Nahl 16: Ayat 93, Walau syaaa-allohu laja'alakum ummataw waahidatan, yang artinya Dan jika Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja). Tapi Allah Swt. tidak menjadikan itu semua, agar kita semua memahami akan perbedaan yang ada di tengah kita adalah manifestasi dari ujian yang kita dihadapi sehingga kita dapat naik kelas. Semua proses naik kelas harus melampaui ujian. Sehingga harkat, martabat, serta derajat kemanusiaan kita akan naik tingkat.

Ujian itu tidak dihindari, dan justru harus dijadikan anugerah. Mahasiswa yang pintar, akan selalu menunggu kapan waktunya ujian dan sudah siap melaksanakan ujian karena ia tahu bahwa ujian akan bisa menjadikan ia naik kelas. Maka jadikan perbedaan itu sebagai ujian agar kita tidak mengingkari inti pokok dan kemaslahatan bersama dalam kedamaian, kerukunan, keselamatan, kearifan lingkungan, Demikian papar Lukman Hakin Saefuddin.

Sementara itu, ada Mahasiswa yang menyampaikan tentang agama yang dibawa sebagai alat untuk meraih ambisi politik. Menurut Lukman Hakim Saifuddin, dalam hal ini harus dapat dipetakan nilai agama dalam dua bagian. Yakni ajaran agama secara universal dan ajaran agama partikular. Universal: Ajaran Islam yang inti (pokok): Apapun ajaran agamanya itu akan diyakini sebagai ajaran kebenaran, seperti memanusiakan manusia, menegakkan keadilan, menjaga kedamaian, dan seterusnya. Sementara Partikular (cabang): gambarannya; sesama Islam belum tentu memandang suatu nilai sebagai ajaran kebenaran, seperti qunut, tahlilan, maulidan. Seharusnya, cukup memiliki kemampuan dan kemauan dalam menghargai nilai ini, karena yang terpenting tidak mengingkari ajaran pokok inti yang universal.

Jadi jika diperlukan membawa ajaran agama ke politik praktis, maka harus dilihat bagian mana yang akan dibawa, apakah yang universal atau yang partikular? Yang tidak boleh membawa ajaran agama ke politik praktis adalah ajaran agama partikular dan tidak boleh memecah agama. Harus dibawa nilai yang universal, seperti menegakkan keadilan, mengharamkan korupsi, menjaga lingkungan, menjaga keragaman, menjaga perdamaian, dan masih banyak nilai agama yang bisa diusung untuk memperbaiki kondisi potilik praktis, jelas Lukman Hakim Saefuddin. (Weni/Apriani/ Dimas)