UIN Sunan Kalijaga Mewisuda 1.077 Sarjana Rektor, Prof. Al Makin Mengajak Wisudawan Untuk Memahami Tentang Kecerdasan Buatan
Janganlah kamu (merasa) lemah dan jangan (pula) bersedih hati, padahal kamu paling tinggi (derajatnya) jika kamu orang-orang mukmin (Q.S. Ali Imron-139). Hal tersebut disampaikan Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof. H. Al Makin, usai mewisuda sejumlah 1.077 orang Wisudawan/Wisudawati, bertempat di Gedung Prof. H.M Amin Abdullah, kampus UIN Sunan Kalijaga. Sejumlah Wisudawan/Wisudawati yang diwisuda pada prosesi wisuda periode III Tahun Akademik 2023/2024 kali ini terdiri dari 743 orang lulusan Sarjana (S1), 316 orang lulusan Magister (S2), dan 18 orang lulusan Program Doktor (S3). Sementara prosesi wisuda dilaksanakan 2 kali, sejumlah 549 orang diwisuda 14/5/2024, 528 orang diwisuda 15/5/2024. Sejumlah 18 orang berhasil mendapatkan predikat sebagai lulusan terbaik tercepat dari tiap tiap fakultas untuk program S1, S2 dan S3.
Lebih jauh dalam sambutannya Prof. Al Makin mengajak para Wisudawan/Wisudawati untuk tidak berkecil hati menjadi Sarjana Muslim dengan berkembangnya kecerdasan buatan (Artisifisial Intelegens-AI). Oleh karenanya pada momen wisuda kali ini Prof. Al Makin mengajak untuk memahami tentang AI melalui buku yang berjudul The Age of AI, And our human future (Era Artisifisial Intelegens). Dalam buku tersebut menurut Prof. Al Makin, AI bisa diartikan kecerdasan buatan, kecerdasan bikinan, atau kecerdasan bukan sebenarnya. Itu yang Sekarang masih ramai dibicarakan. Kecerdasan bukan manusia, tetapi manusia yang membuat kecerdasan itu.
“Mesin dan bikinan manusia inilah yang membuat takut kita semua. Penulisnya, Henry A Kissinger (politisi dan tokoh Amerika Serikat, mantan sekretaris negara), dengan Eric Schmidts dan Daniel Huttenlocher. Henry Kissinger adalah pria kelahiran Jerman tetapi menjadi warga Amerika dengan karir politik yang sukses. Buku ini terbit tahun 2021-2022. Waktu itu ketika covid-19 kita semua, Mahasiswa, Dosen, dan warga dunia semua, sedang getol-getolnya menggunakan fasilitas online berupa zoom, google meet, dan whats up. Semua naik daun. Kita semua harus belajar tentang teknologi dan pertemuan-pertemuan daring. Siapa yang menggunakan kalkulator di hp menghitung hutang dan keuangan, Siapa yang menggunakan computer, siapa yang search di google, siapa yang menggunakan informasi dari Youtube, Dari Tiktok, Dari Instagram, Dari website CNN, Kompas.com, Ini semua menunjukkan penggunaan artisifial intelengens. Sejauh mana kita sadar informasi dari mesin, bukan dari mulut manusia,” papar Prof. Al makin.
“Dalam buku The Age of AI, And our human future antara lain disebutkan, Inspired by such science fiction scenes, popular conceptions of AI often involve machines that develop a seeming self-awareness, inevitably leading them to misunderstand, decline to obey, or eventually rise up against their human creators (p. 93). Karena terlalu banyak melihat film fiksi, fiksi tentang sains, maka kita khawatir ada AI yang seperti mesin yang bisa mempunyai kesadaran, yang bisa tidak taat manusia, dan akhirnya memberontak manusia, yang menciptakan AI itu sendiri. Kekhawatiran bahwa AI menjadi merdeka, seperti manusia, dan akhirnya mandiri dan melawan manusia. Paling tidak AI akan menjadi pesaing manusia, dan menang melawan manusia yang menciptakannya. Ini juga sudah lama difilmkan: I robot misalnya, yang dibintangi Will Smith tahun 2004. Ada lagi film berjudl Ex-machine tahun 2014. Robot yang melawan penciptanya dan menang. Ini mempengaruhi mental kita semua bahwa suatu saat manusia dikalahkan ciptaannya sendiri,” imbuh Prof. Al Makin.
Prof. Al Makin mengajak untuk tidak khawatir. Karena manusia sudah berkali-kali mengalami revolusi dan mengubah masyarakat manusia itu sendiri. Manusia dalam sejarahnya sudah mengalami perubahan-perubahan yang melahirkan dan menghancurkan peradaban manusia. Dua ribu tahun yang lalu, manusia mengalami revolusi, yaitu agama yang menyatukan manusia. Agama yang melampui etnis, kerajaan, pulau, dan benua. Agama monotheis, satu Tuhan, menjadi penyatu manusia dunia. Selanjutnya empat ratus tahun lalu, adalah kebangkitan Eropa berupa berfikir Cartesian, Descartes, yaitu Cogito Ergo Sum. Saya berfikir maka saya ada. Manusia ditandai dengan berfikir dan bertanya secara kritis. Hasilnya, era itu ditandai dengan penemuan ilmiah, pendirian pabrik, berubahnya masyarakat dari cocok tanam, dan lokal, menjadi masyarakat industri dan global. Dari situ juga yang menandai persaingan global. Negara-negara berdiri dan kita semua saat ini menikmati stabilitas negara-negara dunia. Kita menikmati negara modern, menghindari peperangan antar suku, antar keluarga, antar wilayah, karena perdamaian setelah perang Dunia II diperolah dengan cara negosiasi, saling menghargai kesepakatan batasan-batasan yang manusia buat, berupa tata negara, aturan, hukum, dan etika. Itulah hasil dari Cogito Ergo Sum, bahwa manusia bisa berfikir dan membangun dunia global saat ini. Jadi hasil dari Imago Dei adalah kekuatan manusia menggerakkan budaya dan peradaban berupa kepercayaan diri manusia ditopang oleh doa dan unsur Tuhan. Hasil dari kebangkitan logika Cartesian adalah penemuan-penemuan dan masyarakat modern, yaitu kita. Jadi era AI, yaitu otak bikinan, otak buatan manusia itu sendiri.
Sebenarnya AI sudah lama hadir dalam kehidupan manusia dalam berbagai bentuk. Dalam perangkat, computer sudah lama digunakan sejak tahun 1960-an. Tahun 1980-an sudah beredar. Pelan-pelan. Google, Siri, Google Map, Gojek, Go Good, Grab, dan mesin-mesin lain. Sensor dan x-ray sudah juga digunakan dalam berbagai bidang: kedokteran, astronomi, dan banyak sains. Tukar informasi begitu cepat, lebih cepat dari kesadaran manusia. Seperti status WA, Facebook, dan Instagram. Kemampuan AI yang dahsyat adalah menghitung, seperti kalkulator, atau excel, tetapi jauh lebih cepat dan massif datanya. Data-data bisa diintegrasikan dalam AI. Memprediksi, baik masa singkat atau masa depan dengan cepat dan akurat. Dan yang jelas adalah memutuskan, lebih tepat dari segi data dari manusia.
Kita masukkan data, atau data sudah ada, AI bisa memprediksi, seperti dalam Kesehatan kita, iklim, gerakan kita, atau apa yang akan kita lakukan berdasarkan data. Chat GPT, sejenis AI yang bisa Menyusun kalimat, membuat paper, mengerjakan tugas lebih cepat dan lebih baik. Ini yang menjadi isu dan persoalan. Berbagai AI bisa menggantikan Dosen, Mahasiswa, dan bahkan pemimpin organisasi, negara, atau perusahaan dalam memutuskan.
Namun menurut Prof Al Makin semua itu tidak perlu dikhawatirkan. Sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam Q.S. Ali Imron – 139. Karena AI dan semua teknologi tidak bisa berfikir, tidak bisa berimaginasi, tidak bisa berjalan sendiri, dan tidak bisa mandiri dan tidak merdeka. Manusia lah yang mengoperasikan dan manusialah yang mengatur. Manusia berfikir, manusia berimaginasi, dan manusia yang mengatur. Dan tugas manusia adalah berfikir, mengatur, dan membuat AI bermanfaat. Manusia yang bisa membedakan buruk dan baik, hanya manusia yang bisa merasa berdosa, memaafkan, menyesal, dan berjanji akan memperbaiki diri. Hanya manusia yang bisa optimis, sedih, gembira. AI tidak. AI adalah alat manusia, memudahkan urusan manusia, dan membantu kerja lebih cepat. Maka gunakan AI sebaik baiknya untuk kesejahteraan umat manusia dan kelestarian alam semesta, demikian ajak Prof. Al Makin. (Tim Humas)