Konferensi Global UIN Suka Membawa Pesan Perdamaian untuk Indonesia dan Dunia

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta bersamaTangaza University College, Umma University, Global Ministries University,danHarmony Institute menyelenggarakan konferensi global tentang Fratelli Tutti - Ukhuwwah Insaniyyah: Membangun Jembatan Solidaritas Kemanusiaan. Tujuan konferensi ini adalah untuk mengembangkan platform global yang berkesinambungan, serta berpusat pada landasan untuk pertumbuhan kepemimpinan dan pengembangan sumber daya, untuk mempersatukan keluarga umat manusia dan menyediakan bimbingan mengenai bagaimana mencapai tujuan yang menyeluruh ini. Pusat-pusat Regional di Afrika, Amerika, Asia dan Eropa akan didirikan sebagai bagian dari konferensi ini. Agenda besar ini dilakukan secara Daring, dan disiarkan langsung melalui kanal International Conference on Fratelli Tutti, 19 s/d 21/8/2021.

Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof. Dr. Phil. Al Makin, MA. menjadi salah satu pembicara dalam pembukaan konferensi Internasional ini. Selain Prof. Al Makin, konferensi inijuga dihadiri Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Prof. Dr. Phil. H. Kamaruddin Amin, MA, mewakili Kementerian agama Republik Indonesia, serta Alissa Wahid selaku Direktur Nasional Gusdurian Network Indonesia.

Konferensi akan berlangsung dari Kamis 19/8 hingga Sabtu, 21/8 2021 dan berbasis diTangaza University College di Nairobi, Kenya. UIN Sunan Kalijaga menjadi salah satu institusi yang memprakarsai konferensi ini, bersama dengan Tangaza University College, Umma University, Harmony Institute of Kenya, dan Global Ministries University, California. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta akan menjadi perwakilan dari Asia-Pacific yang memiliki visi untuk unggul dan memimpin dalam integrasi dan pengembangan Islam untuk peradaban.

Konferensi ini fokus kepada pesan daridokumen Fratelli Tutti (2020) sebagai buku pegangan spiritual yang mempromosikan solidaritas di antara semua orang di bumi. Momen ini juga akan mengenalkan kesempatan yang terdapat pada dokumen Human Fraternity atau Dokumen Persaudaraan Kemanusiaan (2019) dan Deklarasi Makkah (2019). Platformini akan menggunakan sarana yang disediakan agama-agama dunia untuk mendukung etika Global tentang inklusi, komitmen bersama, sumber daya, kasih sayang, dan saling ketergantungan keluarga manusia dengan bentuk kehidupan lain di bumi.

Baca juga: UIN Sunan Kalijaga dipercaya Membuat Modul Pembelajaran Moderasi Beragama

Acara dibuka oleh pembawa acara sekaligus moderator konferensi, Father Innocent, Kepala Institute for Interreligious Dialogue and Islamic Studies,Tangaza University College. Father Innocent berharap melalui konferensi ini, semoga hati semua orang terbuka dan bangsa di bumi mengenali kebaikan dan keindahan dalam moderasi beragama, serta menjalin ikatan persatuan dalam suatu kegiatan untuk mencapai visi dan misi bersama.

Dalam sambutannya, Prof. Al Makin berterima kasih atas kesempatan dapat berpartisipasi bersama para peneliti lainnya, untuk berbagi kisah di berbagai sisi dunia. Prof. Al Makin mengajak untuk bersyukur kepada Tuhan karena masih memberi kita kesempatan untuk hidup dan mencintai, melihat dunia dan berpartisipasi dalam kehidupan untuk memperkuat perdamaian dunia. Prof. Al Makin menyampaikan tentang pentingnya pesan Human Fraternity atau Dokumen Persaudaraan Kemanusiaan yang ditandatangani oleh Paus Fransiskus dan Imam Besar Al Azhar, Prof Dr. Ahmad Al-Thoyib di tahun 2019. Penandatanganan dokumen ini menjadi momen bersejarah antara Al Azhar dan Vatikan. Keduanya juga menjadi tokoh pertama yang mendapatkan penghargaan "Human Fraternity Award", yang mempromosikan persaudaraan antar manusia.

Dokumen tersebut memanggil kita untuk menguatkan hubungan atau relasi di antara manusia. Tanpa memandang kepercayaan, gender, suku dan budaya. Kita tidak bisa memilih dilahirkan oleh orang tua yang beragama apa, budaya seperti apa dan di negara mana. Hal ini bukanlah kemauan dari kita sendiri, merekalah yang memilih kita. Kita harus menerima bagaimana orang-orang disekitar kita memiliki identitasnya sendiri. Kita berbeda, kita unik, dan itulah cara untuk melihat dunia.

Baca juga: Keragaman adalah Taqdir

Dokumen Human Fraternity menguatkan usaha kita untuk menanamkan budaya toleransi dan hidup bersama dalam damai, dari ujung barat hingga timur dunia. Tanpa memandang kehidupan sejarah masa lalu kita yang buruk dan penuh perang. Prof. Al Makin mengatakan bahwa di Indonesia, pesan-pesan yang ada di dalam dokumen ini seharusnya mendapatkan perhatian lebih. Karena, Indonesia memiliki kebudayaan dan agama yang beragam. Dua organisasi sunni terbesar di Indonesia, yakni Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah memberikan interpretasi yang unik tentang agama bergabung dengan beragamnya budaya tradisi di Indonesia.

Islam datang di Indonesia setelah Hindu dan Budha. Islam mengakomodasi budaya Hindu dan Budha dalam bentuk tradisi dan arsitektur. Dibuktikan dengan bagaimana model masjid yang berada di Jawa Tengah, Sumatera dan beberapa pulau lainnya terinspirasi dari arsitektur candi (Hindu) dan vihara (Budha). Kelindan budaya Hindu, Budha, dan Islam, juga dapat dilihat bagaimana masyarakat melakukan tari tradisional, melukis, bernyanyi, dan bahkan bahasa Melayu dan bahasa Jawa dipengaruhi oleh Bahasa Sansekerta.

Setelah Kemerdekaan Indonesia, para tokoh pemikir Indonesia mencoba memberikan formula untuk menciptakan harmoni di antara para pemeluk agama. Pendeta Katolik Romo Driyarkara menyebutkan bahwa pemerintah Indonesia harus bersikap netral dalam melindungi dan memberikan kenyamanan bangsanya dalam memeluk agama yang berbeda-beda. Mukti Ali, yang pernah menjabat sebagai Menteri Agama RI sekaligus profesor di UIN Sunan Kalijaga mengatakan bahwa kita tidak dapat pergi ke surga dengan kelompok kita sendiri atau faksi kita sendiri, kita lebih baik pergi ke surga dengan yang lain agama atau dengan cara yang berbeda teman-teman kita memeluk agama yang berbeda. Ada tiga jenis harmoni dalam beragama menurut Mukti Ali, antara pemeluk agama satu dengan yang lainnya, antara pemeluk agama dengan negaranya, dan antar pemeluk agama yang sama. Namun berbeda latar belakang pendidikan dan gender.

Tokoh lainnya yang disebutkan oleh Prof. Al Makin adalah Dr. Nurcholish Madjid, di Indonesia akrab disapa Cak Nur, adalah seorang intelektual muslim Indonesia terkemuka. Umat muslim dapat ditulis dengan huruf kapital M, mengacu pada mereka yang percaya Islam dengan cara muslim. Dan muslim dapat ditulis dengan huruf m kecil yang mengacu pada penyerahan diri kepada Tuhan dengan cara lain pergi ke tempat ibadah yang berbeda mengatakan mantra yang berbeda atau berdoa. Bagi Cak Nur, kata Muslim dapat mewakili dari semua pemeluk agama yang berbeda.

Baca juga: UIN Suka Prakarsai Konferensi Global Solidaritas Kemanusiaan

Bagi Gus Dur, seorang tokoh Muslim Indonesia dan pemimpin politik yang menjadi Presiden keempat Indonesia, yang pada kesempatan saat ini juga hadir putri sulung Gus Dur, yakni Ibu Alissa Wahid. Gus Dur meletakkan harmoni dalam kehidupan beragama tidak hanya dalam teori, namun juga mengambil aksi nyata. Gus Dur mengunjungi gereja, pura, vihara dan tempat peribadatan agama lainnya, untuk menghormati pemeluk agama dan tradisi beragama mereka, khususnya dalam hari-hari perayaan agama tersebut. Gus Dur dengan rutin mengucapkan selamat kepada agama lain seperti Selamat Hari Paskah, Selamat Natal, Selamat Hari Waisak, dan lainnya, dan juga mengajak masyarakat muslim juga demikian untuk menghormati pemeluk agama lain. Dan Gus Dur pula yang secara gradual memperkenalkan penerimaan terhadap tradisi Tionghoa dan memberikan pengakuan resmi dari negara terhadap agama Kong Hu Cu pada masa pemerintahannya.

Atas dasar rasa hormat, kita ingin mendukung abu dhabi dokumen yang ditandangani oleh Both Pendeta dan Imam Besar Al Azhar.UIN Sunan Kalijaga juga menghormati beragam kepercayaan dengan segala keunikan dan perbedaaannya. Kita memiliki mahasiswa dengan agama yang berbeda, dan dosen maupun tenaga kependidikan yang berbeda suku dan budaya. Prof. Al Makin juga menyebutkan rencana akan memberikan gelar kehormatan Doktor Honoris Causa (HC) kepada Paus Fransiskus dan Imam Besar Al Azhar, Prof Dr. Ahmad Al-Thoyib, tahun depan. Prof. Al Makin berharap dapat diterima proposal ini, dan Negara Indonesia memungkinkan pelaksanaan kegiatan ini, namun apabila tidak, dapat terlaksana meskipun melalui virtual. Bagaimanapun hasilnya, Prof. Al Makin mendeklarasikan akan tetap membawakan pesan kedamaian untuk kemanusiaan. (Weni/Ihza)