Jadikan Istrimu Sebagai Panglima Perangmu
Oleh : Dr. Shofiyullah Muzammil, M. Ag. ( Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kerjasama Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam (FUPI) UIN Sunan KalijagaYogyakarta, juga pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa AL-ASHFA).
Kehadiran bala tentara covid-19 yang sudah menyerbu umat manusia di seluruh dunia ini sejak awal 2020 hingga saat ini bukannya semakin menyusut tapi sebaliknya. Berbagai peralatan medis modern, laboratorium canggih dan para bengawan kedokteran dan kesehatan sudah bersatu berjibaku mengerahkan segala kekuatan dan kemampuannya untuk melumpuhkan serangan pasukan covid-19 namun hasilnya tidak menggembirakan. Sudah ratusan bahkan ribuan triliun dana digelontorkan tetap saja korban dari pihak manusia masih banyak yang jatuh bergelimpangan. Bahkan kini semakin mengkhawatirkan. Pasukan covid-19 yang dulunya dari kesatuan angkatan Alpha sudah mulai diketahui kelemahannya dan hampir bisa ditaklukan kini malah datang bala bantuan baru dari kesatuan Delta. Sebuah kesatuan pasukan elit yang nampaknya sudah terlatih menyerang secara cepat, senyap dan mematikan. Pasukan khusus yang konon berasal dari India ini terbiasa bergerak cepat tanpa bisa di deteksi dengan radar super canggih sekalipun.
Deretan peralatan perang militer ultra modern yang dibanggakan oleh Presiden China Xin Jinping saat HUT ke 70 China yang digelar di Lapangan Tiananmen, Beijing, pada 1 Oktober 2019 seolah kembali ke asalnya, jadi seonggok rongsokan besi tua yang tidak berguna. Pesawat jet tempur J-20A yang diklaim sebagai jet tempur siluman pertama dengan julukan Mighty Dragon itupun tidak bisa berbuat apa-apa berhadapan dengan tentara covid-19. China juga memamerkan rudal balistik DF-17 dan DF-100 yang disebut mampu melaju dengan kecepatan hipersonik dan bisa menembus daratan utama Amerika Serikat juga lumpuh dihadapan pasukan covid-19. Ada lagi, pesawat nirawak (drone) yang bernama Sharp Sword disebut sebagai drone tempur tercanggih yang sulit di deteksi radar manapun juga parkir di gudang tidak berfungsi. Xin Jinping yang saat itu dengan pongahnya berkata: “Kini, sudah tidak ada lagi kekuatan yang bisa menggoyang bangsa (China) ini” justru yang dilumpuhkan pertama kali oleh tentara covid-19. Wuhan yang terletak di Propinsi Hubei dengan penduduk terpadat di China ini dibuat luluh lantak menjadi kota mati oleh serangan tentara Covid-19. Kota industri yang dihuni lebih dari 11 juta penduduk ini seolah disulap menjadi area pemakaman massal yang sepi dan mencekam. Serbuan mematikan tentara covid-19 ini terjadi dua bulan setelah “keangkuhan” Xin Jinping di proklamirkan, Desember 2019.
Keberadaan kendaraan tank anti rudal Leophard 2 ataupun senapan semi otomatis HK M320 juga topi baja dan rompi anti peluru sama sekali tidak akan mampu menahan serbuan dari virus covid-19. Serangan virus covid-19 hanya bisa ditahan dengan masker N95 atau KN95 atau double masker medis dan kain. Virus covid-19 hanya akan runtuh dan lumpuh dengan hand sanitizer dan atau cuci tangan dengan sabun menggunakan air yang mengalir selama 20 detik.
Keberadaan perencanaan strategy berperang yang selama ini sudah teruji dan terbukti baik di gurun sahara, hutan belantara, pegunungan dan kota sama sekali tidak diperlukan. Satu-satunya strategi melawan covid-19 hanya menjaga jarak dan menghindari kerumunan.
Dalam kondisi peperangan seperti inilah keberadaan panglima perang yang handal sangat dibutuhkan. Seorang panglima perang yang sangat memahami bagaimana menjaga kesehatan semua anggauta keluarga. Seorang panglima perang yang sangat mengerti kapan harus keluar rumah dan kapan harus tetap tinggal di rumah. Seorang panglima perang yang tahu betul kebutuhan amunisi perang meningkatkan imun bagi anggota keluarga untuk bisa bertahan dari ancaman serbuan virus covid-19 yang tidak kasat mata. Seorang panglima perang yang secara tegas dan disiplin mengingatkan anggota keluarga untuk rajin berolah raga dan berjemur serta mengkonsumsi vitamin. Untuk menghadapi serbuan covid-19 yang tidak terduga dari mana datangnya. Serangan yang tidak bisa diperhitungkan kapan terjadinya. Seorang panglima perang yang bahkan lebih sensitive dan peka menangkap sinyal peringatan alarm tubuh suaminya dibanding sang suami akan tubuhnya sendiri.
Ya, panglima perang itu adalah ibunya anak-anak. Orang yang sangat setia menemani hidup melewati pancaroba kehidupan. Siang malam. Suka duka. Sedih suka. Menangis tertawa. Letih bugar. Lesu segar. Sehat sakit. Duka gembira. Optimis pesimis. Kepadanyalah wahai para suami, panji perang melawan virus covid-19 ini diserahkan. Bismillah, Allahu akbar.
Semoga Allah ridla dengan semua ikhtiar yang kita lakukan selama ini. Semoga Allah anugerahkan kesehatan untuk kita semua, sehat sehat sehat segar bugar lahir batin, amin allahumma amin.