Baiti Jannati: Tiga Kriteria Rumah Idaman

Oleh: Noor Saif Muhammad Mussafi (Dosen Prodi Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta). Tulisan ini sudah diterbitkan di IBtimes.id (11/08/2021.)

Tidak dapat dipungkiri bahwa pandemi corona telah merubah tatanan kehidupan secara holistik sekaligus menguras energi dan pikiran masyarakat. Perubahan pola bekerja, pola berinteraksi, dan pola bersekolah, telah menghadirkan kekakuan sosial budaya dalam implementasinya. Berita hoaks dan polemik tentang pandemi corona juga selalu mewarnai media massa dan media sosial dalam intensitas yang cukup tinggi sehingga terkadang menimbulkan kecemasan dan kecurigaan.

Istilah Baiti Jannati

Namun, di balik semua kesulitan atau bahkan keburukan tersebut, terdapat sebuah berkah terselubung yang nampaknya layak untuk direfleksikan yaitu hadirnya baiti jannati. Istilah baiti jannati atau rumahku syurgaku merujuk kepada sesuatu yang dapat disebut sebagai rumah idaman. Secara umum rumah berfungsi sebagai “sakan” (QS. An Nahl: 80).

Para mufassir memaknainya sebagai tempat tinggal, tempat meraih ketenangan dan ketentraman bersama keluarga, tempat istirahat, dan tempat berlindung dari sengatan panas dan dingin. Lantas, kenapa kita perlu mengambil perhatian terhadap rumah idaman. Pasalnya, rumah merupakan salah satu elemen dalam catur pendidikan selain daripada lingkungan, sekolah, dan tempat ibadah. Di samping itu, waktu kita sebagian besar dihabiskan untuk beraktivitas di rumah, apalagi dalam situasi pandemi seperti ini yang menuntut work from home, school from home, sport from home, dan lain sebagainya. Kemudian fenomena loneliness epidemic atau wabah kesepian di beberapa negara maju juga tidak dapat diremehkan karena bisa jadi meluas ke negara berkembang (Barreto et al., 2021).

Inggris sampai mengangkat minister of loneliness untuk mengatasi problem kronis tersebut (Riyono, B., 2021). Selanjutnya, Health Resources & Services Administration of US (2019) melaporkan “Loneliness and social isolation” dapat membahayakan kesehatan seseorang sebanding dengan merokok 15 batang per hari. Untuk itu rumah diharapkan dapat menjadi oase aktivitas positif dalam merespon perubahan dinamika sosial tersebut. Dalam hal ini setidaknya ada tiga kriteria rumah idaman bagi keluarga muslim.

Rumah Idaman: Rumah yang Disibukkan Aktivitas Membaca Al-Qur’an

Dalam suatu kesempatan, para istri Nabi Muhammad SAW pernah mendapat notifikasi dari Allah SWT. Mereka diingatkan akan suatu nikmat yang luar biasa yaitu kesempatan untuk dapat tinggal di rumah Nabi yang di dalamnya senantiasa dibacakan Al-Qur’an dan sunah (QS. Al-Ahzab: 34).

Ayat tersebut memberikan edukasi berharga untuk kita bahwa rumah idaman merupakan suatu tempat yang di dalamnya disibukkan dengan aktivitas membaca, mempelajari, dan mengamalkan kandungan Al-Qur’an dan sunah. Jamak diketahui bahwa Al-Qur’an adalah kitab sempurna yang di dalamnya mencakup akidah, syariah, dan akhlak, serta berbagai dimensi kehidupan manusia dan alam. Untuk itu, Al-Qur’an dapat dikaji dari berbagai sudut pandang keilmuan termasuk sains. Sebagai sebuah ilustrasi, diskusi internal keluarga dapat sesekali membahas tafsir sains dalam suasana santai dan ringan seperti bagaimana fenomena hujan yang diturunkan sesuai dengan kadar tertentu (QS. Az Zukhruf: 11).

Dalam sebuah buku berjudul “1 Detik. Tahukah kalian, apa yang terjadi di dunia setiap detik?” yang ditulis oleh Tethy Ezokanzo diungkapkan bahwa air hujan yang turun dan air yang menguap di bumi memiliki volume yang sama yaitu sekitar 505.000 kilometer kubik tiap harinya atau 16 juta meter kubik tiap detiknya. Ayat kauniyah ini mengindikasikan volume dan keseimbangan takaran air dalam siklus hujan. Diskusi semacam ini tidak hanya menambah pengetahuan sains bagi anggota keluarga namun juga meningkatkan energi kesadaran terhadap keagungan dan kekuasaan sang Khaliq. Interaksi Anggota Keluarga Perkembangan teknologi internet telah mendorong terjadinya perubahan nilai sosial yang disebut alone together (Borrero, J. D. et al., 2013).

Dalam penelitian dengan judul “Social Movements on the Internet: Together Alone or Alone Together” tersebut diungkapkan bahwa internet menghadirkan ilusi kebersamaan yang berkontribusi terhadap kesendirian. Secara tersirat, tatkala seluruh anggota keluarga sibuk dengan gawai masing-masing, sebenarnya mereka sedang mengalami kesendirian yang dilakukan bersama-sama yang pada hakikatnya merupakan kebersamaan yang hampa. Untuk itu kualitas dan kuantitas interaksi sesama anggota keluarga menjadi faktor yang cukup fundamental dalam menciptakan rumah idaman. Semua relasi yang terjadi di rumah tidak lagi interaksi maya tapi interaksi nyata. Rumah sebagai home base bagi seluruh anggota keluarga seyogyanya menjadi tempat yang nyaman dan asyik untuk berdialog dan belajar hal apapun tentang sekolah, pekerjaan maupun kehidupan. Aktivitas ibadah seperti sholat, puasa, dan mengaji yang dilakukan secara berjamaah dan konsisten pun akan mampu meningkatkan indeks kebersamaan keluarga. Lebih daripada itu, kerjasama dalam menyelesaikan tugas-tugas rumah antara suami, istri, dan anak-anak juga akan semakin menghangatkan suasana dan keakraban keluarga. Menurut kesaksian Aisyah RA, Nabi Muhammad SAW adalah sosok suami baik yang ringan tangan dalam membantu menyelesaikan pekerjaan rumah bahkan hingga menjahit baju yang robek, memperbaiki sandal, dan mengangkat ember.

Jauh dari Intervensi Syaithan

Syaithan yang dimotori oleh iblis adalah makhluq Allah SWT yang pernah berkomitmen untuk selalu menyesatkan/menggoda manusia dengan berbagai cara baik dari depan, belakang, kanan maupun kiri hingga kiamat tiba (QS. Al A’rof: 16-17). Sampai kapanpun mereka tetap akan menjadi musuh nyata bagi orang beriman. Sehingga membiarkan mereka leluasa mengintervensi aktivitas kita di rumah merupakan suatu kerugian yang luar biasa.

Ada sebuah rumus sederhana agar syaithan menjadi tidak betah atau bahkan lari meninggalkan rumah kita. Rumus tersebut dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW yaitu menghiasi rumah dengan aktivitas sholat wajib dan sunnah serta bacaan Al-Qur’an agar tidak menyerupai kuburan (HR. Muslim no. 1860). Kemudian aktivitas dzikir dan doa sebagai ikhtiar taqorrub kepada sang Maha Pencipta juga akan mendukung suasana rumah menjadi lebih tenang dan damai tanpa campur tangan syaithan. Di samping itu ada satu golongan manusia yang dijauhi oleh syaithan yaitu hamba Allah yang mukhlas (QS. Shad: 82-83). Para ulama menyebut mukhlas memiliki level di atas orang yang masih terus berusaha ikhlas (mukhlis). Terus menerus mengeluh dan atau menyalahkan kondisi pandemi corona bukanlah suatu sikap yang bijaksana. Namun, seyogyanya kita berupaya menuai mutiara hikmah di balik pagebluk ini salah satunya yaitu terbuka peluang untuk mewujudkan rumah idaman atau baiti jannati di tengah keluarga kita. Tiga kriteria yang telah dipaparkan di atas sebenarnya menginterpretasikan rumah idaman sebagai tempat yang bertumpu pada aktivitas bukan pada fasilitas dan tentunya linear dengan upaya dan spirit pembangunan ketahanan keluarga sesuai amanat Undang Undang Nomor 52 Tahun 2009.

Dengan demikian rumah mewah atau sederhana, desa atau kota, luas atau sempit bukan lagi menjadi standar utama terwujudnya rumah idaman.

Kolom Terkait

Kolom Terpopuler