Kembali ke Akar, Memelihara Daun

Oleh : Prof. Phil Al Makin (Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)

AKAR memang yang menjadi tanda kehidupan tanaman. Akar adalah dasar, inti kehidupan pohon, bagian terbawah yang tersembunyi hanya menyembul bagian luar di atas tanah. Akar yang membuat tanaman hidup dan berdiri ataupun merambat. Akar menyalurkan semua pupuk dan air serta membagi ke bagian lain tumbuhan, seperti batang dan daun.

Tetapi tanaman tidak hanya akar. Akar tidak sendirian. Akar bukan satu-satunya yang terpenting. Ada daun, batang, cabang dan ranting. Semua itu penting karena tanaman itu dilengkapi beberapa bagian untuk menopang kehidupan. Itulah tanaman dengan semua bagiannya.

Ibaratnya dalam kehidupan manusia, akar adalah jati diri, asal muasal, dan fondasi siapa diri kita dalam masyarakat. Manusia tidak berdiri sendiri, tidak hanya satu individu. Tetapi manusia selalu hidup dalam kelompok, seperti semut, burung, ikan-ikan, dan beberapa binatang lain. Satu kelompok terikat identitas primordial, berupa asal muasal daerah, etnis, agama, organisasi, mazhab, bahasa, dan partai politik. Akar adalah yang mendifiniskan siapa kita.

Tetapi manusia bukan tanaman, walaupun bisa mengambil perumpamaan tanaman untuk kehidupan manusia. Manusia jauh lebih rumit dari tanaman yang tidak bisa berpindah dari satu tempat ke tempat lain, tidak bisa berbahasa, dan tidak bisa mengembangkan alat-alat seperti manusia.

Manusia itu sendiri adalah jenis hewani, seperti telah disadari oleh banyak pemikir ribuan tahun yang lalu. Manusia sudah diidentifikasi mempunyai banyak persamaan dengan mamalia lain. DNA manusia banyak mempunyai persamaan dengan hewan sekerabat, sekeluarga, dan yang jauh seperti reptilia. Bahkan dengan tumbuhan pun manusia terhubung, dalam kebutuhan hidup dan akhirnya saling bekerja sama. Manusia dan tumbuhan saling membutuhkan dan saling melengkapi. Kembali ke akar bagi masyarakat, individu, dan kumpulan-kumpulan manusia adalah kembali pada jati diri primordial. Tetapi siapa kita? Manusia terus mendefinisikan dirinya.

Sebagai invidu kita berkembang dari satu keakuan ke keakuan yang lain. Lahir dan tumbuh dari daerah tertentu bisa berupa desa atau kota, kita berafiliasi dalam KTP masing-masing dengan tempat kelahiran itu.

Tetapi ketika sudah beranjak dewasa tidaklah cukup hanya menjadi warga desa atau kota. Kita berpindah satu tempat ke tempat lain demi perkembangan pendidikan, karir, usaha, pertemanan, dan segala yang berhubungan dengan kehidupan. Manusia beridentitas banyak. Manusia mempunyai pengalaman unik dan bertambah terus. Identitas kita tidak satu. Ini yang membedakan manusia dengan pohon, dan juga binatang lain. Mereka identitasnya tidak berubah, dan tidak memperkaya identitas lain.

Jati diri manusia berkembang. Kembali ke akar bagi manusia tidak berarti mengingkari akar-akar lain, dan tidak melupakan perkembangan manusia, dan jati diri bukan harga mati menjadi milik kelompok atau asal muasal: agama, etnis, bahasa, dan daerah.

Kembali ke akar bisa beresiko jika diartikan sebagai fanatisme pada akar tertentu, sehingga akar-akar lain tidak bisa dipertimbangkan. Akar lain ditolak. Akar lain dimatikan. Akar yang lain dipangkas. Apalagi jika melupakan batang, ranting, dahan, dan unsur lain. Pohon saja penuh dengan akar, dan pecah-pecah. Akar utama, akar cabang, akar menjulur, akar ke bawah, dan akar yang tampak.

Begitu juga akar jati diri manusia, banyak dan bervariasi. Manusia tidak berakar satu. Manusia mempunyai banyak akar. Akar manusia terus bertamban dan tidak berhenti, sebagaimana akar tumbuhan juga tumbuh kuat ke dalam, menyamping, dan kadangkala membesar kelihatan dari luar.

Identitias manusia juga begitu. Kadangkala terlihat, seringkali tersembunyi seperti akar di tanah. Tetapi identitas tetap banyak. Kadangkala sudah dewasa pun masih mengharap identitas lain. Inilah jati diri pohon, dan juga jati diri manusia. Keduanya sama kompleksnya. Lebih rumit lagi bagi manusia, karena tidak pasif dan selalu bergerak dan tumbuh. Manusia tidak statis, tetapi berpindah-pindah, dari keyakinan, ideologi, pendidikan, karir dan pergaulan. Identitas manusia berubah-ubah.

Inilah dasar dari inklusifivisme dan kebhinekaan. Kembali lagi pada unsur pohon. Akar menopang tanaman, tanpa akar tanaman tidak hidup. Tetapi tanaman memerlukan daun untuk menarik energi matahari guna proses fotosintesis. Batang juga menopang dan menyalurkan makanan dari bawah dan atas. Ranting-ranting memberi tempat pada daun. Bahkan organisme diluar diri pohon, juga berperan dalam kehidupan tanaman. Manusia tak ubahnya juga begitu. Memperhatikan identitas dasar juga penting, mempertanyakan siapa kita menjadi bahan perenungan dan panduan hidup: iman, kedaerahan, kebangsaan, pandangan hidup, pilihan politik.

Tetapi jangan lupa bahwa kehidupan manusia bak dahan, ranting, daun yang terbuka dengan segala persentuhan di luar kita. Daun-daun tergantung sinar matahari. Ranting dan pohon di luar dan bisa tumbuh karena banyak asupan dari bawah dan dari atas. Daun-daun berfotosintesis karena persentuhan dengan alam luas, melihat langit, melihat bintang di malam hari, dan diterpa angin dan hujan.

Kehidupan manusia tak ubahnya begitu. Semua faktor di luar dirinya juga penting selain dari dirinya sendiri, daerahnya, bahasanya, dan kepercayaannya. Manusia hidup di dunia, menerima kehidupan dari alam luas, baik manusia atau bukan manusia. Manusia terbuka dan harus membuka diri bak pohon-pohon di hutan, sawah, pinggir sungai dan pantai. Kehidupan harus cair, terbuka, dan luas.

(Artikel ini telah diterbitkan halaman SINDOnews.com, 14/2/2022).

Kolom Terkait

Kolom Terpopuler