Arah Baru Penyatuan Kalender Islam

Oleh: Prof.Susiknan Azhari (Guru Besar Fakultas Syari’ah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga).

Hampir setengah abad usaha mewujudkan penyatuan kalender Islam dilakukan oleh Kementerian Agama RI, yaitu sejak hadirnya Badan Hisab Rukyat, Tim Hisab Rukyat, Tim Falakiyah, dan Tim Unifikasi Kalender Hijriah. Lalu mengapa hingga kini belum terwujud meskipun telah dihasilkan berbagai teori dan dilengkapi instrumen astronomi yang modern dan canggih?

Berdasarkan penelusuran berbagai sumber dapat dinyatakan bahwa perjalanan panjang proses penyatuan kalender Islam di Indonesia tersebut tak ubahnya seperti salah satu rombongan ingin pergi ke suatu tempat secara bersama. Agar perjalanan nyaman tentu saja perlu dipikirkan transportasi yang akan digunakan. Apakah udara, darat, atau laut? Transportasi udara tinggal memilih nama maskapainya. Begitu pula transportasi darat dan laut tinggal memilih yang diinginkan sesuai budget yang disediakan.

Masing-masing model transportasi memiliki kelebihan dan kekurangan. Intinya tergantung kesepakatan bersama karena berpergian bersama rombongan. Persoalannya hingga menjelang keberangkatan sesuai jadwal yang ditentukan model transportasinya (udara, darat, dan laut) belum disepakai maka tidak bisa ditetapkan apakah menggunakan pesawat, bus, kereta api, atau kapal. Akhirnya beberapa orang berangkat menggunakan jalur udara, kelompok lainnya menggunakan jalur darat dan laut. Mereka tiba di lokasi berbeda-beda. Ada yang lebih awal dan ada yang terlambat sesuai model transportasi yang digunakan.

Di sinilah pentingnya musyawarah untuk mencapai mufakat di bawah kepemimpinan yang mengedepankan kesucian hati, kejernihan berpikir, dan imparsial sebelum melangkah lebih jauh. Dalam konteks ini, kesepakatan awal yang harus dilakukan adalah menentukan model tranportasi udara, darat, atau laut. Jika rombongan bersepakat menggunakan transportasi udara maka tinggal menentukan jenis maskapai yang diinginkan dan akhirnya sampai tujuan bersama.

Demikianlah perumpamaan upaya penyatuan kalender Islam yang selama ini berjalan di negeri ini. Substansinya belum tersentuh. Berbagai pertemuan lebih menekankan pada kriteria sesuai paradigma masing-masing. Namun problem mendasar untuk mewujudkam kalender Islam yang mapan kurang memperoleh perhatian.

Baca Juga Refleksi dan Reformulasi Gerakan Muhammadiyah Berbagai Upaya Penyatuan Kalender Islam Global Misalnya pada tahun 1426/2005 telah diselenggarakan “Musyawarah Nasional Penyatuan Kalender Hijriah” di Jakarta. Secara tekstual judul tersebut mengisyaratkan upaya penyatuan kalender Islam. Hanya saja dalam pembahasan lebih mengarah pada upaya penyatuan metode antara hisab dan rukyat belum menyentuh substansi kalender Islam. Pada pertemuan tersebut dihasilkan beberapa keputusan. Salah satunya terkait dengan kriteria.

Opsi pertama kriteria hisab rukyat yang didasarkan pada hasil analisis atau data rukyat di Indonesia. Opsi kedua posisi bulan telah berada di atas ufuk pada saat Magrib di seluruh Indonesia. Opsi ketiga didasarkan pada fraksi luas sabit bulan yang bisa diamati. Dari sini jelas bahwa keputusan tersebut lebih mengarah pada penyatuan kriteria. Hal yang sama juga dilakukan oleh Tim Unifikasi Kalender Hijriah. Tim dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 331 tertanggal 16 Maret 2021. Kerja-kerja yang dilakukan lebih didominasi “kerja administrasi” sehingga sampai akhir tugas belum tergambar substansi kalender Islam yang disepakati Tim Unifikasi Kalender Hijriah berjumlah 55 orang yang bertugas sejak ditetapkan hingga akhir tahun 2021/1443.

Adapun tugas yang diemban, yaitu melaksanakan penelitian, pengkajian, pengembangan hisab rukyat khususnya awal bulan kamariah dan memberikan rekomendasi terhadap upaya unifikasi kalender hijriah. Selama setahun pertemuan diselenggarakan sebanyak dua kali yaitu di Hotel Sheraton Jakarta dan di Hotel Permata Bogor Jawa Barat. Tentu saja dua kali pertemuan tersebut tidaklah mencukupi untuk membahas isu yang sangat kompleks. Oleh karena itu, perlu arah baru proses penyatuan kalender Islam dengan semangat kerja tuntas, terukur, dan berkelanjutan. Tidak semata-mata menyesuaikan anggaran.

Kerja administrasi sangat diperlukan namun perlu dipadukan dengan substansi persoalan agar memperoleh hasil maksimal. Baca Juga Haedar Nashir, Pelopor Moderasi Keindonesiaan *** Kebuntuan yang terjadi dalam berdialog harus dicarikan solusi yang asertif dan tuntas baik secara formal maupun informal.

Dengan demikian, diharapkan pertemuan-pertemuan yang akan dilakukan lebih produktif tidak mengulang-ulang pada isu yang sama dengan format yang baru. Tak kalah pentingnya setiap pertemuan ke pertemuan berikutnya didasarkan pada hasil notulensi rapat sebelumnya. Kelemahan mendasar yang terjadi selama ini adalah “dokumentasi” dan “tindaklanjut” hasil observasi, notulensi, dan rekomendasi berbagai pertemuan.

Upaya penyatuan kalender Islam yang berjalan hampir setengah abad tentu banyak data observasi yang bisa dirujuk dan dibandingkan dengan data kekinian untuk membangun teori yang mandiri. Begitu pula notulensi dan rekomendasi yang dihasilkan dapat dijadikan pedoman dalam membuat program. Jika langkah-langkah di atas dilakukan penuh tanggung jawab maka akan dapat diketahui perkembangan proses penyatuan kalender Islam. Sekaligus diketahui tantangan dan hambatan yang dihadapi sehingga dapat dicari solusi secara cepat, cerdas, dan bermartabat. Sebaliknya jika cara kerja masih mempertahankan model lama maka yang akan terjadi seperti perumpamaan di atas. Dengan kata lain perbedaan akan terus berlangsung. (Artikel ini sudah di muat di halaman ibtimes.id, 28/01/2022).