Kalender Islam dan Kebersamaan

Oleh: Prof. Susiknan Azhari (Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum UIN Suka dan Direktur Musem Astronomi Islam)

Setiap tahun beredar berbagai macam kalender Islam di Indonesia. Dalam kalender tersebut sudah diketahui awal bulan setiap Bulan Qamariah, sejak Muharam hingga Zulhijah. Meskipun demikian setiap menjelang bulan Ramadan tiba masyarakat bertanya kapan puasa Ramadan dimulai dan diakhiri. Dalam praktiknya ada yang konsisten permulaan bulan sesuai tanggal yang tertera di kalender. Ada pula yang setiap bulan menunggu hasil observasi. Sehingga tidak jarang terjadi perbedaan antara yang tertulis dengan hasil observasi.

Pada tahun 1443 H /2021-2022 M hingga bulan Rajab telah terjadi perbedaan sebanyak 4 kali antara pengguna wujudul hilal, visibilitas hilal, dan rukyatul hilal dalam memulai awal bulan kamariah di Indonesia, yaitu Safar, Rabiul Akhir, Jumadil Awal, dan Rajab. Dalam empat kasus tersebut wujudul hilal dan visibilitas hilal MABIMS (2,3,8) bersamaan sebanyak 3 kali (Safar, Rabiul Akhir, dan Rajab 1443 H), sedangkan rukyatul hilal menyelisihi keduanya. Satu kali visibilitas hilal MABIMS bergandengan dengan rukyatul hilal dan berbeda dengan wujudul hilal (Jumadil Awal 1443).

Peristiwa ini kemudian memunculkan pandangan dari salah seorang pemerhati bahwa "Awal Ramadan 1443 H" akan terjadi perbedaan. Jika dicermati secara seksama kalender hijriah yang beredar di Indonesia baik yang dikeluarkan pengguna wujudul hilal, visibilitas hilal MABIMS (2,3,8), dan rukyatul hilal ketiganya menetapkan awal Ramadan 1443 H jatuh pada hari Sabtu Pon 2 April 2022.

Lalu bagaimana posisi rukyatul hilal awal Ramadan 1443 H?. Berdasarkan pengalaman selama ini ada pihak yang akan melaporkan melihat hilal. Sekiranya tidak ada yang melaporkan keberhasilan melihat hilal disinilah Menteri Agama RI diuji. Akankah MENAG RI konsisten dengan kalender yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama RI (Taqwim Standar Indonesia 1443-1444 H) sendiri? Jika MENAG RI menyelisihi Taqwim Standar Indonesia maka perbedaan awal Ramadan 1443 H tidak bisa dihindari.

Melihat realitas di atas kehadiran kalender Islam pemersatu sangat dinantikan. Penyatuan kalender Islam memerlukan cara pandang baru dalam memahami nas dan realitas. Keduanya perlu dipadukan untuk membangun peradaban yang berkemajuan. Ibarat keberadaan sebuah bandara yang kurang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat maka diperlukan keberadaan bandara baru sesuai perkembangan zaman.

Pada awalnya tentu akan terjadi pro-kontra dalam proses mewujudkan bandara baru yang nyaman dan indah sesuai tuntutan zaman. Namun setelah bandara baru selesai dibangun dan hasilnya sangat indah dan mengagumkan. Biasanya secara pelan-pelan pihak yang menolak bisa memahami dan menerima perubahan. Bahkan apresiasi akan muncul dari berbagai pihak. Apalagi bisa mengambil nilai manfaat dengan kehadiran bandara baru. Disinilah diperlukan dialog berkelanjutan penuh kasih sayang dan keterbukaan berbagai pihak terkait.

Begitu halnya dalam mewujudkan kalender Islam pemersatu tentu akan mengalami diskusi yang panjang. Namun semua proses harus dilakukan dengan penuh kasih sayang. Bagi pihak yang masih setengah hati menerima perubahan mungkin belum memahami nilai penting kehadiran kalender Islam yang mapan. Hal ini dimungkinkan cara pandang yang dimiliki. Apalagi terkait "keyakinan" dalam memahami nas. Semua itu harus dihormati.

Meskipun demikian proses penyatuan harus terus berjalan. Kalender Islam Global tentu bisa menjadi pilihan untuk menunjukkan keindahan peradaban Islam. Kendala yang terjadi selama ini karena sosialisasi dan kajian tentang kalender Islam global kurang maksimal dan belum merata baik tingkat nasional, regional, maupun internasional. Begitu juga literatur tentang Kalender Islam Global masih terbatas.

Akibatnya arti penting kehadiran Kalender Islam Global belum banyak dipahami dan dirasakan. Tak kenal maka tak sayang. Untuk itu diperlukan sosialisasi secara masif dan berkelanjutan baik tingkat nasional, regional, maupun internasional. Kehadiran kalender Islam global selain untuk mewujudkan kebersamaan dalam beribadah juga bisa digunakan untuk sistem akutansi syariah dan sistem penggajian. Jika hal ini dipahami maka sangat dimungkinkan akan banyak yang tertarik dan menerima kehadirannya.

Tak dapat dipungkiri dalam konteks penyatuan kalender Islam pemerintah telah banyak berkontribusi. Meskipun demikian tidak ada salahnya langkah-langkah yang dilakukan dievaluasi agar lebih terarah dan hasilnya maksimal. Dengan demikian kalender Islam pemersatu yang diimpikan dapat segera diwujudkan.

(Artikel ini sudah dimuat di SKH. Kedaulatan Rakyat edisi 22/2/2022).