Mungkinkan Idul Fitri 1443 H Bersama
Oleh : Prof. Dr. Susiknan Azhari, Guru Besar Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Founder Museum Astronomi Islam.
Pada sidang Isbat penentuan awal Ramadan 1443 H hari Jum'at 1 April 2022 bertepatan tanggal 29 Syakban 1443 H yang lalu Indonesia secara resmi menggunakan kriteria baru imkanur rukyat MABIMS (3,6.4) bersamaan dengan Brunei Darussalam. Sementara Malaysia menggunakannya sejak awal Muharam 1443 H disusul kemudian oleh Singapore.
Dalam konteks Indonesia penggunaan kriteria baru masih menyisakan banyak persoalan. Terkesan prosesnya kurang transparan dan dipaksakan tanpa memperhatikan masukan-masukan yang berkembang dalam musyawarah. Para pengkaji menganggap kehadiran kriteria baru akan memperpanjang daftar perbedaan dalam mengawali Ramadan, Syawal, dan Zulhijah di negeri ini.
Hasil penelitian Muslih Husein menunjukkan jika menggunakan kriteria Neo-MABIMS 3,6.4 sejak tahun 1443/2022 sampai 1488/2065 maka akan terjadi 31 kali perbedaan, yaitu Ramadan sebanyak 6 kali, Syawal sebanyak 11 kali, dan Zulhijah sebanyak 14 kali. Realitas ini perlu direnungkan bersama agar upaya penyatuan kalender Islam tidak semakin berliku.
Keterbatasan waktu sosialisasi dan perangkat terkait kriteria juga menimbulkan masalah tersendiri. Banyak hal yang belum dirumuskan dan disepakati bersama sehingga yang muncul pandangan pribadi yang akan berdampak pada penentuan awal Syawal 1443 H. Hal-hal yang dimaksud, seperti markaz yang digunakan dalam perhitungan, model yang digunakan geosentrik atau toposentrik, dan penggunaan Fatwa MUI No : Kep-276/MUI/VII/81 tentang Idul Fitri 1401 H/1981 M.
Dalam kalender yang beredar di lingkungan anggota MABIMS, seperti Singapore, Malaysia, dan Brunei Darussalam awal Syawal 1443 H ditetapkan jatuh pada hari Selasa tanggal 3 Mei 2022. Sementara di Indonesia semua kalender Islam menetapkan awal Syawal 1443 H jatuh pada hari Senin 2 Mei 2022. Kalender dimaksud adalah kalender Muhammadiyah, Almanak PB NU, Almanak Islam PERSIS, dan Taqwim Standar Indonesia.
Berdasarkan data di atas dan hasil Temu Kerja di Yogyakarta 1441/2020 secara teoretis lebaran dilaksanakan secara serentak. Namun dengan adanya perubahan kriteria baru harus dikaji ulang posisi ketinggian hilal dan elongasi serta hasil rukyat di lapangan. Sebagian besar ahli berpendapat bahwa ijtimak terjadi pada hari Ahad 1 Mei 2022 pukul 03:31:02 WIB. Ketinggian hilal dan elongasi di seluruh wilayah Indonesia membelah menjadi dua. Sebagian sudah memenuhi kriteria baru (3,6.4). Sebagian lainnya belum memenuhi kriteria baru. Dengan berpedoman pada konsep wilayatul hukmi awal Syawal 1443 H jatuh pada hari Senin 2 Mei 2022.
Sementara itu pandangan minoritas menyatakan bahwa ketinggian hilal pada hari Ahad 1 Mei 2022 sudah memenuhi kriteria sedangkan elongasi belum memenuhi sehingga awal Syawal 1443 H jatuh pada hari Selasa 3 Mei 2022. Perbedaan kesimpulan tentang posisi hilal di atas dikarenakan perbedaan acuan dalam proses perhitungan. Salah satu pihak menggunakan geosentrik dan pihak lainnya menggunakan toposentrik.
Lalu bagaimana posisi hasil rukyat pada hari Ahad 1 Mei 2022? Menurut pengalaman selama ini jika hasil hisab memenuhi kriteria yang dipedomani maka ada laporan keberhasilan melihat hilal. Sebaliknya jika hasil hisab menunjukkan belum memenuhi kriteria maka tidak akan ada laporan keberhasilan melihat hilal alias bulan yang sedang berjalan akan digenapkan menjadi 30 hari (istikmal).
Akhirnya jika Menteri Agama RI mempertimbangkan kemaslahatan dalam negeri maka lebaran akan dilaksanakan secara serempak pada hari Senin tanggal 2 Mei 2022. Hal ini tidak menyalahi kesepakatan MABIMS karena belum adanya garis panduan yang disepakati bersama. Namun jika Menteri Agama RI lebih mengutamakan kemaslahatan MABIMS maka perbedaan awal Syawal 1443 dalam negeri tidak dapat dihindari dan akan dilaksanakan pada hari tanggal 3 Mei 2022.
Artikel ini telah dimuat oleh Kedaulatan Rakyat edisi 25/04/2022