Pentingnya Silaturrahim
Oleh: Prof. Dr. Phil. Sahiron Syamsuddin, M.A.
Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan UIN Sunan Kalijaga/PWNU D.I. Yogyakarta
Silaturrahim yang merupakan kata serapan dari Bahasa Arab, yakni shilat (menyambung) dan rahim (persaudaraan), memiliki arti upaya seseorang menyambung dan atau melestarikan hubungan persaudaraan dengan orang lain yang merupakan bagian dari keluarga besarnya. Pengertian ini adalah pengertian silaturrahim dalam arti sempit. Secara lebih luas, silaturrahim ini dapat dilakukan juga untuk skala yang lebih luas, yakni relasi baik antarumat manusia, meskipun perbedaan suku, bangsa dan agama.
Dalam skala kecil, orang yang paling utama untuk di-silaturrahimi adalah kedua orang tua, khususnya ibu kandung. Dalam sebuah hadis diterangkan bahwa Rasulullah Saw didatangi oleh seseorang, lalu dia bertanya kepadanya: “Wahai Rasulullah, siapakah yang paling berhak untuk diperlakukan secara baik olehku?” Rasulullah menjawab: “Ibumu, ibumu, dan ibumu, lalu bapakmu” (HR al-Bukhari dan Muslim). Mengapa ibu yang lebih ditekankan? Ya, tentunya, karena ibu adalah orang yang paling berjasa dalam kehidupan ini. Dia telah melakukan segala sesuatu yang bisa dilakukan untuk anak-anaknya, khususnya di masa-masa awal kehidupan mereka, mulai dari mengandung, menyusui dan mendidik mereka hingga beranjak menjadi remaja. Pengorbanan ibu tentunya tidak dapat dinilai harganya. Setelah itu, bapak kita harus di-silaturrahimi, karena bapak juga telah berjasa bagi kehidupan anak-anaknya. Anggota keluarga yang lain juga harus dijaga dan diperkuat tali persaudaraannya. Ketika ada di antara mereka terputus tali persaudaraannya karena alasan apapun, maka Rasulullah Saw memerintahkan kita untuk menyambung persaudaraan kembali. Beliau bersabda: “Penyambung silaturrahim (yang sesungguhnya) bukanlah orang yang membalas silaturrahim orang lain, melainkan orang yang apabila hubungan persaudaraannya (dengan yang lain) itu terputus, maka ia menyambungnya kembali.” (Hadis Riwayat al-Bukhari(
Dalam skala besar, silaturrahim perlu dilakukan antarorang dalam satu suku, satu agama dan satu bangsa, bahkan antara sesama umat manusia di seluruh dunia. Persaudaraan sesama suku dapat disebuat dengan ukhuwwah qabiliyyah; persaudaraan dalam satu agama disebut ukhuwwah diniyyah; persaudaraan dalam satu bangsa disebut ukhuwwah sya’biyyah; dan persaudaraan antarumat manusia disebut dengan ukhuwwah insaniyyah/basyariyyah.
Menghapus Dosa
Dalam bergaul dengan sesama, terkadang seseorang melakukan hal-hal dosa terhadap sesama, misalnya mencaci maki, membohongi, melukai, menggunjing, berprasangka buruk dan lain-lain. Dosa-dosa yang berhubungan dengan sesama manusia (huquq al-adami) baru bisa diampuni oleh Allah apabila orang yang dianiaya itu telah memberikan maaf kepada orang yang melakukan dosa tersebut. Nabi Muhammad Saw pernah bersabda:
“Barangsiapa yang melakukan kezaliman/penganiayaan kepada saudaranya, baik itu terhadap kehormatannya atau apapun, maka hendaknya meminta halal (meminta maaf) darinya hari ini juga sebelum datangnya hari dimana tidak ada dinar atau dirham.” (HR al-Bukhari).
Seandainya seseorang yang telah melakukan perbuatan dosa kepada orang lain itu tidak mendapatkan ampunan dari orang yang dianiaya, maka kebaikan orang yang berbuat dosa tersebut akan dikurangi dan diberikan kepada orang yang dianiaya tersebut, atau keburukan orang yang dianiaya tadi akan dibebankan kepada orang yang zalim itu. Demikian ini disabdakan oleh Nabi Muhammad Saw dalam banyak hadis, antara lain berikut ini:
“Apabila orang yang zalim itu mempunyai amal baik, maka amal baiknya itu akan diambil sesuai dengan kadar kezalimannya, dan apabila dia tidak memiliki kebaikan sama sekali, maka kejelekan-kejelekan orang yang dizalimi tadi diambil dan dibebankan/diberikan kepada orang yang berbuat zalim kepadanya.” (HR al-Buhkari)
Apabila apa yang tertera dalam hadis di atas itu terjadai, maka orang yang tidak mendapat ampunan dari saudaranya itu disebut dengan muflis (orang pailit secara eskatologis). Hal ini sebaiknya tidak terjadi. Karena itu, silaturrahim itu sangat penting dengan tujuan bahwa satu dengan yang lainnya bisa saling meminta maaf dan memaafkan, atau dengan istilah yang sangat populer di Indonesia, halal bi halal.
Memperbanyak Rizki dan Memperpanjang Umur
Selain silaturrahim ini bermanfaat untuk saling memberikan maaf antar kita, ia juga memiliki manfaat yang besar bagi kehidupan kita dalam bermasyarakat. Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa yang ingin dilapangkan rizkinya atau ‘dipanjangkan umurnya’, maka bersilaturrahimlah.”
Berdasarkan hadis tersebut di atas, ada dua manfaat lain dari bersilaturrahim, yakni (1) dilapangkan rizkinya, dan (2) dipanjangkan umurnya. Terkait dengan kelapangan rizki, kita bisa mengatakan bahwa orang yang suka bersilaturrahim akan mempunyai banyak saudara dan banyak teman, atau dalam bahasa kontemporer, dia memiliki networking atau jaringan yang bisa mendorong untuk terbukanya pintu rizki secara lebih lebar dan lebih luas. Meskipun demikian, kita juga tidak membatasi pengertian rizki hanya pada rizki materialistik. Lebih dari itu, rizki bisa saja berupa rizki immaterial, seperti rasa aman dan bahagia yang menyebabkan terbentuknya kesehatan jiwa, karena memiliki banyak saudara dan teman. Selain itu, rizki immaterial juga bisa berupa pahala dari Allah Swt.
Adapun yang terkait dengan panjang umur, para ulama berbeda pendapat. Sebagian mereka mengatakan bahwa orang yang suka bersilaturrahim akan dipanjangkan umurnya secara hakiki. Sebagian yang lain mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kata tersebut adalah bahwa dia (orang yang suka bersilaturrahim) akan dikenang kebaikannya oleh saudara, teman dan masyarakat luas, tidak hanya ketika dia masih hidup, melainkan juga ketika dia sudah meninggal dunia.
Artikel ini telah dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat edisi 6 Mei 2022