Tokoh Sufi Syaikh Ibnu 'Atha'illah dan Kitabnya al-Hikam

Oleh: Prof. Dr. H. Syihabuddin Qalyubi, Lc. M.Ag

(Guru Besar Fakultas Adab dan Ilmu Budaya, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)

Syeikh Ibn ‘Atha’illah dengan nama lengkapnya Tajuddin, Abu al-Fadl, Ahmad bin Muhammad bin Abd al-Karim bin Atho’ as-Sakandari al-Judzami al-Maliki al-Syadzili berasal dari bangsa Arab. Nenek moyangnya berasal dari Judzam yaitu salah satu Kabilah Kahlan yang berujung pada Bani Ya’rib bin Qohton, bangsa Arab yang terkenal dengan Arab al-Aa’ribah. Lahir di kota Iskandariah tahun 648 H/1250 M, lalu pindah ke Cairo dan meninggal di di pemakaman al-Qorrofah al-Kubro Mesir pada 1309 M. Julukan as-Sakandari merujuk kota kelahirannya itu.

Ia merupakan ulama yang ahli dalam bidang tasawuf pada zamannya, namun tidak menafikan ilmu-ilmu lainnya, diantaranya ilmu tafsir, ilmu hadist dan ilmu ushul fiqih. Ibn ‘Atha’illah memiliki dua guru yang berpengaruh besar terhadap dirinya dalam menjajaki ilmu tasawuf: Syekh Abu al Abbas Ahmad Ibn Umar Ibn Muhammad al Mursi dan Syekh Abu al Hasan Ali Ibn Abdillah As Syadzili, pendiri Thariqah al-Syadziliyyah. Ibn ‘Athaillah tergolong ulama yang produktif. Tak kurang dari 20 karya yang pernah dihasilkannya. Meliputi bidang tasawuf, tafsir, aqidah, hadits, nahwu, dan ushul fiqh. Dari beberapa karyanya itu yang paling terkenal adalah kitab al-Hikam.

Buku ini disebut-sebut sebagai magnum opusnya. Kitab itu sudah beberapa kali disyarah. Antara lain oleh Muhammad bin Ibrahim ibn Ibad ar Rundi, Abdullah Syarqowi, Syaikh Ahmad Zarruq, Ahmad ibn Ajibah dan Muhammad Sa’id Ramadhan al Būthi. Kitab Al-Hikam merupakan karya monumental mursyid ke tiga tarekat As-Syadziliyyah, sehingga menjadi sumber utama untuk memahami ajaran tarikat AsSyadziliyyah dan termasuk disiplin ilmu dalam memahami kajian tasawuf, sehingga kitab ini menjadi karya terbaik dan komprehensif yang dikarang oleh Ibn ‘Athaillaah As-Sakandari.

Kitab ini ditulis penulisnya secara ‘hemat’ karena tidak mencantumkan rujukan berupa dukungan ayat Alquran, Alhadits dan berbagai argumentasi lainnya. Lebih dari itu, kitab ini sepertinya ditulis sebagai refleksi atas pengalaman penghayatan spiritualitas penulisnya. Namun penyajiannya menjadi keunggulan tersendiri bagi Al-Hikam, karena di satu sisi, kekayaan (kedalaman) makna yang dikandungnya tetap terjaga hingga ratusan tahun, kemudian baru bisa digali dengan sejumlah karya komentar (syarh) yang mencoba mengelaborasikan kekayaan maknanya. Al-Hikam adalah sebuah kitab yang diperuntukkan bagi para pejalan (sâlik), yang di dalamnya berisi panduan lanjut bagi setiap pejalan untuk menempuh perjalanan spiritual. AlHikam berisi berbagai terminologi suluk yang ketat, yang merujuk pada berbagai istilah dalam AlQur'an. Kitab ini merupakan kumpulan mutiara-mutiara cemerlang untuk meningkatkan kesadaran spiritual, tidak hanya bagi para salik dan murid-murid tasawuf, tetapi juga untuk umumnya para peminat olah batin Kitab al-Hikam juga dipandang sebagai kitab kelas berat bukan saja karena struktur kalimatnya yang bersastra tinggi, melainkan juga kedalaman makrifat yang dituturkan lewat kalimat-kalimatnya yang singkat. Ia menjadi kitab yang bahasanya luar biasa indah. Kata dan makna saling mendukung melahirkan ungkapan-ungkapan yang menggetarkan. Kitab ini menjadi tuntunan praktis bagi seorang muslim di tengah-tengah kesibukan dan gelombang materalisme yang kuat.

Belakangan ini, kitab al-Hikam tak hanya dikaji santri pondok pesantren melainkan juga para eksekutif muslim dan kalangan sosialita di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung dan kota besar lainnya. Saya menangkap ini sebagai fenomena positif, bahwa di tengah guncangan moral yang menimpa publik Indonesia, ada individu- individu yang bersemangat untuk meningkatkan moral privat. Mereka tak hanya berkehendak untuk menjalani ritual peribadatan secara rutin, melainkan juga bagaimana ibadah ritual itu berdampak secara sosial. Untaian Mutiara kitab al-Hikam telah mempesona jutaan hamba pencari keindahan Sang Maha Indah. Hidup akan diliputi kegamangan bila kita tidak tahu tujuan hidup. Dalam buku ini, kita diajak menyelami isi kandungannya agar hidup kita menjadi bermakna, tenteram dan indah. al-Hikam menyediakan arahan kepada kaum beriman untuk berjalan menuju Allah Swt, lengkap dengan rambu-rambu peringatan, dorongan dan penggambaran keadaan tahapan serta kedudukan rohani.

Kitab al-Hikam mengandung beberapa ajaran penting tentang pengelolaan diri, antara lain:

1. Orang yang arif adalah orang yang tidak membanggakan amal ibadahnya. Orang yang bangga dengan amalnya kurang pengharapan kepada Allah, sehingga apa saja yang diperolehnya dianggap karena amal ibadahnya, bukan karena rahman dan rahimnya Allah. Sedangkan orang yang arif/ bijaksana, dalam meneguhkan imannya kepada Allah, selalu berpegang teguh kepada kekuasaan dan iradah yang ada pada Allah SWT.

2. Amal ibadah yang kuat tegak dan kokoh ikatannya dengan iman ialah ibadah yang dilaksanakan oleh hati yang ikhlas. Karena ikhlas adalah ruh amal, dan amal seperti itu menunjukkan tegaknya iman. Apabila amal ibadah tidak dilandasi keikhlasan maka akan membawa si hamba menjadi angkuh dan lupa diri.

3. Hati yang di dalamnya hidup dengan keimanan akan merasa sedih apabila iman dan ta’at itu hilang dari padanya. Hati yang beriman itu sangatlah senang apabila ia telah melaksanakan kebaikan atau ketaatan.

4. Orang yang beramal dengan menanti-nanti waktu senggang sama halnya dengan orang yang dipermainkan oleh waktu. Waktu berjalan terus, sedangkan waktu luang pun belum juga ada, sehingga amal pun belum dilaksanakan. Apabila waktu beramal sangat sempit, maka peluang untuk beramal pun boleh jadi tidak mencukupinya.

5. Apabila manusia memahami suatu cobaan yang datang dari Allah dan diterima dengan keridhaan hati, maka cobaan itu akan dirasakannya menjadi sesuatu yang sangat ringan. Allah memberi cobaaan kepada para hamba-Nya, tidaklah berarti Allah membencinya, akan tetapi Allah menunjukkan kasih sayang dengan memperhatikan hamba yang dicoba itu.

Kitab al-Hikam merupakan bahan ajar yang dipelajari hampir di setiap Pondok Pesantren di Indonesia. Melalui media koran ini penulis bermaksud untuk mencoba menguraikannya sebatas pengetahuan penulis dengan merujuk kepada kitab al-Hikam beserta beberapa syarahnya. Diusahakan uraian ini akan muncul pada setiap hari Jumat, dengan harapan bisa dijadikan pedoman oleh penulis dan para pembaca yang berminat. Semoga bermanfaat. (Diambil dari berbagai sumber)

Artikel ini telah dimuat pada laman Opini Spost.id edisi 13/05/2022