Dam Haji dan Kalender Islam Global
Ditulis Oleh Prof. Dr. Susiknan Azhari, Guru Besar Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Founder Museum Astronomi Islam.
Pada tanggal 9 Januari 2023/16 Jumadil Akhir 1444 diselenggarakan Muktamar Haji 1444 H/2023 M di Jeddah Saudi Arabia. Muktamar ini juga dimeriahkan dengan seminar yang antara lain mengangkat tema ‘Fiqhut-Taysiir (kemudahan) dalam Haji dan Implikasinya terhadap Kemudahan Layanan".
Muktamar yang berlangsung pada Selasa 10 Januari 2023/17 Jumadil Akhir 1444, ini dihadiri lebih dari 70 perwakilan negara pengirim jemaah haji. Hadir sebagai pembicara, Dr. Syauqi bin Ibrahim (Mesir), Dr Quthub bin Mushthafa, Syekh Ali bin Abdirrahman (Turki), Dr Yusuf Bel Ma’hady (Aljazair), Dr Said bin Nasheer (Arab Saudi).
Salah satu isu penting yang memperoleh perhatian adalah manajemen pengelolaan hewan dam haji dan nilai kemaslahatannya bagi kesejahteraan umat. Sebagaimana diketahui jumlah hewan dam setiap musim haji sangat banyak dan berlimpah. Sementara jumlah masyarakat miskin di Saudi Arabia sangat sedikit. Oleh karena itu diperlukan pemikiran-pemikiran yang konstruktif.
Perbincangan seputar "al-hadyu" sudah banyak dilakukan. Meskipun demikian masih perlu dilanjutkan dan dikaji secara komprehensif sehingga nilai guna "hewan dam haji" bisa dirasakan bagi pihak-pihak yang memerlukan. Dalam kasus semacam ini pemahaman kontekstual sangat diperlukan dalam memahami berbagai nas terkait agar nilai kemaslahatan dapat diwujudkan.
Hal-hal yang perlu dirumuskan dan menjadi pedoman bersama adalah tempat pemotongan hewan dam dan pihak yang berhak menerimanya. Jika pemahaman tekstual yang dominan dalam merespons kasus ini maka akan terjadi penumpukan hewan dam di Tanah Suci dikarenakan waktu yang tersedia dan kurang bernilai guna. Disinilah terobosan pemikiran untuk menyelesaikan kasus ini sangat diperlukan.
Begitu pula persoalan kalender Islam global memerlukan pemikiran-progresif yang memadukan aspek syar'i dan sains modern. Patut disadari membangun kebersamaan memerlukan pengorbanan, keberanian, dan komitmen bersama. Muslim Eropa sangat menanti kehadiran kalender Islam global agar perbedaan di dalam negeri dalam memulai awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah dapat diakhiri.
Pada tahun 2005/1425 di United Kingdom (UK) terjadi perbedaan dalam penentuan Idul Adha 1425. Menurut penuturan Afifi Al-Akiti salah seorang dosen University of Oxford UK, perbedaan muncul disebabkan antara pendukung rukyat dan hisab. Berdasarkan data hisab pada tanggal 10 Januari 2005 ketinggian hilal sudah memenuhi kriteria yang dipedomani. Namun dalam praktiknya tidak ada laporan keberhasilan melihat hilal.
Bagi pendukung hisab awal Zulhijah 1425 jatuh pada tanggal 11 Januari 2005, sedangkan pendukung rukyat menetapkan awal Zulhijah 1425 jatuh pada tanggal 12 Januari 2005. Selanjutnya Al-Akiti menyatakan pemahaman tekstual di era modern dalam memahami hadis rukyat kurang relevan. Jika memang tidak nampak sepatutnya peran sains digunakan.
Kehadiran kalender Islam global Turkiye 2016/1437 dalam perspektif kekinian merupakan terobosan dalam mewujudkan kebersamaan tingkat global. Hal ini juga diakui oleh Imam Besar Masjid Hagia Sophia Istanbul, Ferruh Mustuer Kimdir. Menurutnya kalender Islam global merupakan produk ijtihad yang sangat diperlukan untuk melahirkan peradaban sesuai tuntutan zaman.
Dalam konteks Indonesia pilihan terhadap kalender Islam global Turkiye merupakan "jalan tengah" untuk mewujudkan penyatuan kalender Islam. Tidak ada pihak yang dimenangkan atau dikalahkan. Semua ormas Islam yang ada di negeri ini dan pemerintah harus merubah cara pandangnya dengan mempertimbangkan kemaslahatan bersama.
Pandangan yang menyebutkan bahwa kalender Islam global Turkiye lebih memberi ruang bagi pengguna hisab dan meninggalkan pengguna rukyat tidaklah benar. Justeru sebaliknya kehadiran kalender Islam global Turkiye berusaha memberi ruang yang sama antara hisab dan rukyat dengan mengadopsi kriteria "visibilitas hilal" dimana saja sesuai kriteria yang disepakati.
Indonesia sebagai bangsa yang besar dan penduduknya mayoritas beragama Islam perlu bergandengan tangan dan menjadi pelopor dalam implementasi kalender Islam global. Untuk itu perlu dilakukan sosialisasi secara berkesinambungan tentang kalender Islam global agar konsep yang dikembangkan dapat dipahami oleh masyarakat luas. Dengan pemahaman yang baik diharapkan penerimaannya lebih mudah. Tidak kenal maka tidak sayang.