Sambutan Rektor Pada Pengukuhan Guru Besar Prof. DR. EVA LATIPAH, M.Si Transformasi Regulasi Diri Dalam Penguatan Nilai Nilai Agama Bagi Generasi Milenal
Ketua sekretaris senat, Senat Warek
Direktur Dekan Wadek Dosen Mahasiswa
Tamu undangan Keluarga Bu Eva
Selamat Bu Eva dan keluarga Mari syukuri
Alhamdulillah kita sudah selesaikan pembangunan GKT SBSN 2022 disamping Tarbiyah dan Sainsteks, sudah 100 persen, terimakasih Pak Mentri Agama Gus Men Yaqut, atas kesempatannya, Sekjend, Dirjend, Subdit Prasarana Pak Dr. Zulfan, alumni Ushuluddin, kita juga sedang mengajukan SBSN tahun 2024 untuk kampus Pajangan, doakan semuanya. Gedung GKT akan kita pergunakan untuk semua fakultas, dan semester depan sudah bisa digunakan kuliah dan meeting.
Terima kasih Kemenkeu, Bu Menkeu sudah datang online masa pandemi ke FEBI, Pak Wamen, sudah datang juga ke peletakan batu pertama gedung SBSN 2022, Prof. Suahazil Nazara, Pak Dr. Luky Alfirman Dirjend Pengelolaan Pembiyaan dan Resiko, dan mulai 2019 sebagai anggota Dewan Komisioner LPS, waktu itu menyertai Pak Wamen Kemenkue. Kepada Bappenas, Dr. Tatang Muttaqin sahabat kita, dan Amih al-Humami, Ph.D, terimakasih atas dukungan dan perspektif-perspektifnya, selalu datang jika kita undang.
Perlu kita siapkan dengan doa dan usaha, bahwa kita akan menyelenggarakan event penting Honoris Causa pada tiga tokoh agama dunia, ketua PBNU KH Yahya Cholil Staquf atas perannya dalam perdamaian, dialog antar iman, dan kemajuan-kemajuan peradaban yang digagasnya. Baru saja beliau menyelenggarakan R-20 rangkaian G-20 dengan mengundang tokoh-tokoh dunia di Bali dan Yogyakarta. Linkage beliau kokoh dalam peta geopolitik dunia tanpa diragukan lagi. Kedua honoris causa dianugerahkan kepada dr. Sudibyo Markus atas perannya pada bidang humanitarian, perdamian dunia, dan aktivismenya dalam dialog antar iman. Salah satunya adalah peran dr. Sudibyo dalam dialog perdamaian pemerintah Filipina dan Islam Moro. Ketiga, anugerah HC kita tujukan pada Kardinal Miguel Angel Ayuso Guixot, salah satu Kardinal kepercayaan Paus Fransiscus. Saat saya ke Vatikan bersama Gus Men dan Ketum PBNU kita menghadap langsung ke beliau Paus Fransiscus, dan beliau mendelegasikan ke Ayuso. Kita sudah koordinasi dengan Nunsiatur, Nuncius Apolostik, Kardinal Piero Pioppo. Kardinal Ayuso kita doakan kesehatannya, dan juga penerima honoris causa yang lain. Kita tegaskan bahwa ini menyangkut tiga tokoh yang sudah jelas kontribusinya pada dunia dan manusia. Pada ilmu pengetahuan dan antar iman, dialog kemanusiaan dan perdamaian dunia. Kardinal Ayuso pernah ke Sudan dan Timur Tengah lainnya, menguasai bahasa Arab dan mengetahui tentang Islam. Komitmen dialognya tidak diragukan lagi.
Islam Indonesia selama ini masih dianggap marginal, maka kita perlu mengangkat pada level geolopolitik dunia. Berbicara tentang Islam tidak harus ke Timur Tengah, negara-negara Arab, tetapi juga ke Indonesia yang manawarkan perpaduan unik antara budaya, tradisi lokal dan nilai-nilai Islam.
UIN Sunan Kalijaga, kita tegaskan sebagai tempat yang nyaman bagi semua iman, mazhab, aliran, organisasi dan agama. UIN adalah kampus inklusif, akamodatif, pro-keragaman, kebhinekaan, dialog antar umat beragama. Kita sukseskan gelar honoris causa sebagai simbol itu semua. Katolik, NU dan Muhamadiyah adalah tiang bangsa, perjuangan kemerdekaan ketiganya dan unsur-unsur bangsa lain terlibat, juga ketika saat ini kita memerlukan support moral, semangat, dan peran mereka dalam membangun bangsa dan dunia, serta peradaban manusia.
Mari kita kembali pada GB Bu Eva Latipah. Berbeda dengan Prof. Sukiman dan Prof Erni, yang memikirkan tentang kritik terhadap penggunaan agama di pendidikan yang mempunyai pengaruh tidak terlalu positif, sementara negara-negara secular di Eropa dan Asia yang tidak menggunakan agama dalam pendidikan, seperti Skandanavia, Korea, Jepang, Hongkong, tetapi malah memperhatikan moral. Yang lalu, Prof. Mahmud Arif membicarakan tentang pendidikan inklusif, keragaman, dan antar iman. Prof. Sri Sumarni juga menekankan inklusif, merangkul semua pihak. Sedangkan, Prof. Erni mementingkan pendidikan kreatif, kebebasan, dan karakter. Bu Eva mengkritisi generasi milenial, yang menurutnya malah membutuhkan agama.
Pertama tentang generasi milenial lebih dahulu, yang definisnya sebagai berikut.
Generasi milenial lebih memilih untuk berkomunikasi melalui email atau pesan teks, lebih memilih webinar dan teknologi online untuk presentasi pelajaran berbasis tradisional, tidak takut bertanya, menginginkan pekerjaan yang berat dengan belajar lebih baik, harga diri yang tinggi, percaya diri, mandiri, berorientasi pada tujuan, dan generasi yang paling peduli terhadap pendidikan (Meier dkk., 2010). Generasi milenial percaya bahwa pendidikan adalah sebuah kunci menuju kesuksesan (Kilber et al., 2014). (p. 7)
Generasi milenial membutuhkan agama, pernyataan di awal. Karena generasi ini sudah menyimpang akhlaknya:
Bersamaan dengan meningkatnya produktivitas, terdapat sejumlah konsekuensi perkembangan teknologi-informasi yang dijumpai di lapangan, seperti: munculnya persaingan kompetitif yang mendorong generasi milenial mudah frustrasi, stress, dan depresi (Yuni dkk., 2018); meningkatnya kemalasan sebagai efek sering bermain ponsel (Howe, 2014); termakan informasi- informasi yang tidak benar (hoax). Di dunia pendidikan, mahasiswa banyak melakukan copy paste untuk tugas-tugas perkuliahan, melakukan kecurangan-kecurangan akademik seperti menyontek
(cheating), mencari bantuan dari luar (seeking outside help) saat ujian, plagiarisme, dan menyontek dengan bantuan elektronik (electronic cheating) (p. 2)
Ditambahkan lagi bahwa generasi milenial dikritik:
Atas tindakan-tindakan ini, mereka seringkali merasa tidak bersalah; bahkan yang ada, mereka mencari alasan sebagai pembenaran atas segala tindakannya sehingga seolaholah tindakannya tersebut ‘benar’. Pada akhirnya, tingginya penggunaan teknologi-informasi potensial mendorong generasi milenial melakukan pelepasan moral (moral disengagement) (Asád & Hafid, 2022). (p. 3)
Generasi ini patut disoroti kesalahannya:
Perkembangan teknologi-informasi potensial memicu seseorang melepaskan standar nilai-nilai agama atau pelepasan moral (moral disengagement). Moral disengagement merupakan proses sosial kognitif dimana standar moral -sebagai regulator internal perilaku, tidak berfungsi dan proses regulasi diri dinonaktifkan sehingga menimbulkan perilaku tidak bermoral (p. 8)
Menurut Prof. Eva ini membutuhkan agama,
Analisis tugas maksudnya menganalisis nilai-nilai agama yang sangat dipentingkan bagi milenial. Ini dilakukan dengan cara: (a) menetapkan nilai-nilai agama apa saja yang akan dipilih; (b) membuat perencanaan strategis, bagaimana mempraktekan nilai-nilai agama tersebut dalam kehidupan sehari-hari. (p. 12-13)
Tentu kita akan lebih faham, jika dijelaskan duduk perkaranya, agama menurut versi siapa dan yang mana bagian tertentu dari agama itu, karena kita tahu agama sangat luas maknanya. Namun kita diterangkan kegunaan itu sebagai berikut:
Kontrol diri (Self-Control) Observasi diri (Self-observation) Penilaian diri (Self-judgement)
Namun sekali lagi itu tidak didasarkan pada agama, namun pada psikologi. Kaitannya dengan agama kurang diperjelas. Klaim-klaim itu kurang didukung oleh data, observasi, dan penelitian yang mendalam.
Menurut beberapa penelitian kita, saat ini memerlukan tauladan. Kita miskin tauladan. Publik kita terlalu banyak watak pragmatisme dan langkah instan. Kesuksesan yang sifatnya cepat dan menerobos tanpa proses penderitaan/passion yang panjang. Generasi milenial memerlukan teladan, dan teladan itu kita. Kita berbicara akhlaq kita harus menunjukkan akhlaq kita sendiri lebih dahulu. Kita berbicara copy paste dan plagiarisme, pembuatan paper ke orang lain atau meminta teman menulis atas nama kita tanpa menyebut nama penulis sesungguhnya, atau ghost writer. Kita sebagai dosen sebagai insan akademia di kampus perlu puasa dari semua perbuatan-perbuatan itu.
Generasi milenial adalah generasi kreatif yang meniru. Itu semua meniru kita. Perlu kita membuat teladan yang menginspirasi. Kita perlu tunjukkan proses yang panjang dan melelahkan menjadi akademisi, dedikasi pada bidang, dan tidak silau dengan sesuatu yang mudah dan cepat. Ya memang tidak terlalu menyenangkan dan menjanjikan. Tetapi barang yang diproduksi secara serius dan penuh pengabdian yang ikhlas dan tulus, akan menghasilkan sesuatu berharga. Diamond made by crush and extreme heat. Berlian itu diproses dengan himpitan yang kuat dan panas yang membara. Berlian tidak dibuat seperti tempe, tahu, atau kaca biasa. Tempe goreng hanya membutuhkan 100 sampai 150 derajat. Air mendidih dan minyak membutuhkan sepanas itu. Berlian membutuhkan 1200 sampai 2000 derajat Fahrenhet (600 sampai 800 celcius). Di dalam proses alami membutuhkan 1 sampai 3 milyar tahun di bumi. Kita kubur sejenis karbon sedalam 100 miles (160 km), dengan kepanasan 2,200 Fahrenhet, dengan tekanan 725, 000 pounds (sekitar 328854,468 kilo) per inchi selama beberapa hari.
Kita memerlukan keseriusan dan dedikasi di universitas. Mempelajari ilmu pengetahuan dengan seksama, seperti para ulama dulu masa klasik. Tabari menulis kurang lebih 10-16 jilid sejarah dalam
bahasa Arab, sedangkan bahasa ibunya adalah Persi, diterjemah dalam bahasa Inggris menjadi 40. Hisyam ibn al-Kalbi Menyusun Jamharat al-Ansab dan Kitab al-Asnam, di masa-masa Islam awal. Penuh dedikasi, begitu juga para ilmuan kita. Era sesudahnya. UIN Sunan Kalijaga juga sudah memberi contoh seperti Hasbi Ashshiddiqiy, Amin Abdullah, Mukti Ali, Machasin, Syihabuddin Qolyubi, dan senior-senior kita.
Kita memerlukan konsep pendidikan untuk perguruan tinggi. Tidak hanya bersifat pragmatis untuk tujuan alumni setelah tamat lalu bekerja mencari peluang di dunia industrialisasi, tetapi juga demi kelangsungan bangsa ini, yang harus ditopang ilmu pengetahuan yang sesungguhnya. Ingat negeri ini didirikan oleh kaum intelegensia, mereka yang kebetulan mempunyai keberuntungan terdidik oleh politik etis, seperti Sukarno, Syahrir, Hatta, Agus Salim, Tjokroamnioto, dan yang terdidik secara tradisional seperti Hasyim Asy’ari, Ahmad Dahlan, dan dengan jaringan Timur Tengahnya. Rasa patriotisme kita dibentuk berdsarakan media cetak, koran Medan Priyayi oleh Raden Mas Tirtoadisuryo, Suluh Indonesia Muda, Pandji Islam, Pemandangan, dan lain-lain. Belanda mempunyai media sendiri, seperti Batavische Nouvelles, Javashe Courant, dan yang berbau politik etis seperti De Locomotief (asalnya Semarangsch Nieuws en Advertentieblad) dan lain-lain. Pendidikan adalah idealisme, generasi kedepan ditempatkan dan membentuk Indonesia. Pendidikan tidak semata-mata mencari kerja dan peluang industry, atau administrasi. Pendidikan adalah akhlaq, spiritual, batiniyah Indonesia. Pendidikan harus menggarap yang tidak terlihat mata kasat, aspek yang dalam demi masa depan.
Pendidikan tidak hanya untuk tujuan era globalisasi persaingan ekonomi dan pasar kerja, tetapi pendidikan adalah pengembangan ilmu pengetahuan, tempat akhlaq dan moral dipertahankan, riset yang serius untuk memproduksi ilmu pengetahuan. Pendidikan adalah cermin kita. Jika air mendidih karena panas api dibawahnya, sulit sekali kita melihat bayangan sendiri, karena air bergolak kepanasan. Air tidak stabil. Air perlu didinginkan, sehingga jernih dan tenang. Air tenang itu akan memberi kita gambaran diri kita secara jelas, kaca dan juga kaca orang lain. Pendidikan perlu ketenangan, perlu jaminan keamanan, perlu dingin, perlu mandeg mantep, menep, dan dalam seperti air laut yang luas dan dalam. Air sungai yang dangkal akan berisik terus, karena air sedikit itu mengalir menghantam bebatuan. Air laut yang dalam akan tidak terasa dan tidak berbunyi. Hanya pantai yang berombak dan menghantam karang karena sudah menyentuh pantai dangkal. Pengetahuan yang dalam akan menimbulkan ketenangan, kedamaian, dan suasana yang sejuk.
Indonesia membutuhkan konsep pendidikan yang mencakup, keilmuan, akhlaq, moral, batiniyah, sekaligus juga menjawab produksi ilmu pengetahuan, riset dan teknologi yang bersaing. Di sisi lain pendidikan kita juga dituntut menjawab nasib para alumni yang selama ini ditekankan, yakni Lembaga pendidikan sebagi mesin produksi tenaga kerja untuk menjawab pasar global yang berubah terus dengan teknologi dan informasinya. Kritik Noam Chomsky tentang kapitalisme dan ironinya dunia saat ini pantas untuk direnungkan.
UIN Sunan Kalijaga untuk bangsa, UIN Sunan Kalijaga mendunia.