Pengajian Kitab Marah Labid li Kasyf Ma’na al-Qur’an al-Majid, Karya Imam Nawawi al-Bantani (PP Baitul Hikmah, diasuh oleh Prof. Dr. Phil. K. Sahiron Syamsuddin, M.A.)
Tafsir QS. al-Baqarah ayat 2-3 [Halaman 9]
{Ayat 2: هُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَ}
> Lanjutan keterangan Prof. Sahiron: Mengapa an-Nawawi mengkhususkan "al-muttaqin" sebagai umat Nabi Muhammad? Mengapa an-Nawawi menafsirkan هدى للمتقين sebagai rahmat bagi umat Nabi Muhammad (orang-orang yang beriman terhadap Nabi Muhammad)?Penjelasannya adalah jika seseorang belum beriman, belum menjadi umat Nabi Muhammad, bagaimana mau mengamalkan Al-Qur'an? Faktanya, orang-orang yang kagum terhadap Al-Qur'an saja belum tentu mengamalkannya, apalagi yang tidak mengimaninya.
> Jika dilihat melalui perspektif hermeneutika, khususnya dalam teori Paul Ricoeur (ilmuwan dari Prancis), sebuah teks itu pasti memiliki makna (meaning; arti bahasa) seperti kata “al-muttaqin” yang berasal dari ittaqa-yattaqi, dengan ism fa'il muttaqi dan jamaknya muttaqun (mahal rafa’), memiliki arti menjaga diri, dengan cara mengamalkan ajaran-ajaran Allah dan rasul-Nya serta menjauhi semua larangan-Nya. Di sisi lain, menurut Paul Ricoeur, selain ada meaning, sebuah teks juga mengandung refference (marji’; referensi) yang bermakna ‘siapa yang ditunjuk dalam sebuah teks’, dalam hal ini adalah kata “al-muttaqun”. Siapa sebenarnya orang-orang yang pasti bertakwa itu? Di sini, Imam an-Nawawi menafsirkan “al-muttaqun” sebagai umat Nabi Muhammad dan “hudan lilmuttaqin” Al-Qur'an sebagai rahmat bagi umat Nabi Muhammad. Maka, jika kita membaca tafsir Imam an-Nawawi secara tekstual semata, kita hanya akan mendapati informasi bahwa yang dimaksud “al-muttaqun” adalah umat Nabi Muhammad. Sementara, jika kita menggunakan teori tertentu untuk memahami tafsir an-Nawawi seperti teori Paul Ricoeur, kita akan tahu bahwa sebenarnya Imam an-Nawawi telah mengaplikasikan hal demikian, yang di dalam istilah bahasa arabnya adalah ma’na, murod, dan marji'. Sehingga, meskipun saat itu Imam an-Nawawi belum mengenal teori Paul Ricoeur (karena memang belum ada), namun beliau sudah menunjukkan refference dari sebuah teks dan pembaca menjadi paham bahwa yang dimaksud “al-muttaqun” pada zaman Nabi Muhammad adalah para sahabat yang telah beriman. Dengan demikian, bisa dipahami bahwa selain menggunakan pendekatan refference di satu sisi, Imam an-Nawawi juga telah melakukan penafsiran secara historis di sisi lain. Hal ini juga senada dengan teori pendekatan ma'na cum maghza yang digagas oleh Sahiron yang salah satu aspeknya adalah memperhatikan konteks historis.
> Kemudian Imam an-Nawawi melanjutkan penjelasannya terkait ciri-ciri sahabat Nabi Muhammad yang beriman pada ayat selanjutnya.
{Ayat 3: الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ}