Sambutan Rektor Wisuda Sarjana Agustus 2024 (Al Makin Rektor UIN Sunan Kalijaga)

اِنْ اَحْسَنْتُمْ اَحْسَنْتُمْ لِاَنْفُسِكُمْ ۗوَاِنْ اَسَأْتُمْ فَلَهَاۗ فَاِذَا جَاۤءَ وَعْدُ الْاٰخِرَةِ لِيَسٗۤـُٔوْا وُجُوْهَكُمْ وَلِيَدْخُلُوا الْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوْهُ اَوَّلَ مَرَّةٍ وَّلِيُتَبِّرُوْا مَا عَلَوْا تَتْبِيْرًا


Jika berbuat baik, (berarti) kamu telah berbuat baik untuk dirimu sendiri. Jika kamu berbuat jahat, (kerugian dari kejahatan) itu kembali kepada dirimu sendiri. Apabila datang saat (kerusakan) yang kedua, (Kami bangkitkan musuhmu) untuk menyuramkan wajahmu, untuk memasuki masjid (Baitulmaqdis) sebagaimana memasukinya ketika pertama kali, dan untuk membinasakan apa saja yang mereka kuasai.

UIN Sunan Kalijaga untuk bangsa, UIN Sunan Kalijaga Mendunia

Kali ini saya akan membacakan buku lama, dua ribu tiga ratus atau empat ratus tahun lalu. Nabi Muhammad itu seribu lima ratus tahun lalu. Jadi buku ini lebih tua seribu tahun. Bukunya Aristotle, Etika Nichomacus, atau Nichomachean ethics.

Kenapa kita membaca buku-buku kuno? Karena usia manusia itu sudah satu juta lima ratus tahun, yang disebut homo sapiens. Usia peradaban kita dua puluh ribu tahun, dari Mesir, Yunani, Majapahit, Mataram, New York, London, dan Jakarta. Peradaban modern, seperti sekolah dan kuliah Anda ini, juga teknologi dan informasi ini, sudah lima ratus tahun. Jadi jangan hanya baca buku-buku yang terbitan tahun-tahun terakhir. Tetapi bacalah yang kuno-kuno. Dalam buku tua tersimpan banyak pengalaman manusia ribuan tahun, seperti Ethika Nichomacus.

Jangan lupa membaca buku ya. Jangan hanya mendengar dari Tiktok, Instagram, atau Youtube. Dengarkan lalu baca bukunya. Dunia saat ini penuh dengan informasi lo. Informasi bukan pengetahuan. Berita dan update. Bukan kebijakan. Jadi ada tiga hal yang berbeda: informasi, atau berita, yang sangat berlimpah dan lebih-lebih; kedua pengetahuan yang masih langka dan terbatas, hanya orang-orang yang baca buku dan belajar yang mendapat pengetgahuan; dan terakhir kebijakan, hikmah atau wisdom, ini lebih langka lagi.

Semua yang kita tangkap dari internet melalui web, podcast, atau tayangan lainnya itu baru informasi. Itu tak terbatas setiap hari ditambah. Kita harus menyaringnya. Pengatahuan diatasnya, harus didalami seperti Anda selama kuliah, mempelajari teori-teorinya. Mempelajari tulisan, dan buku-buku sebelumnya. Mendalami secara kritis dan menelaah secara hati-hati. Itu pengetahuan. Pengetahuan didapat dari refleksi, renungan, memikirkan, tidak hanya menerima. Informasi dari sekedar mendengar atau membaca sekilas. Berbeda ya.

Kebijaksanaan, hikmah atau wisdom adalah pengetahuan yang sudah mendalam dan menjadi tingkah laku, menjadi akhlak, karakter, dan kepribadian itulah kebijaksanaan.

Bukunya Aristoteles yang berusia 2400 tahun ini sudah menjadi wisdom, Sophia, tidak hanya pengetahuan, karena sudah diuji ribuan tahun.

Siapa itu Aristoteles?

Aristoteles lahir di Stagia di Machedonia, Eropa, 384 dan meninggal 322 SM. Dia seorang filsuf yang berguru pada Plato di sekolah seperti Anda ini, disebut Akademia di Athena Yunani kuno. Aristoteles mempelajari dan mengembangkan bidang filsafat, geografi, astronomi, biologi, kimia, matematika, hukum, etika, dan semua cabang pengetahuan. Waktu itu pengetahuan itu menjadi satu. Semua filsuf harus mempelajari semua ilmu. Tidak seperti sekarang yang sudah terjadi spesialisasi.

Aristoteles menjadi guru dan mentor penakluk dunia, Alexander sang Agung, the great yang menguasai Yunani, Mesir, Arab, Persia, dan India. Sepertiga dunia dia taklukkan. Gurunya Aristoteles mempelajari dan mengembangkan semua pengetahuan. Tulisan Aristoteles tentang politik menjadi inspirasi bagi dunia Kristen, Islam, dan dunia modern saat ini. Dialah yang membahas demokrasi secara mendalam, kelemahan dan kelebihan demokrasi, sebagai sistem negara dan masyarakat, setelah gurunya Plato. Dia juga yang mengembangkan ilmu jiwa, yand lalu dipelajari di Islam oleh para filosof Muslim dan dikembangkan oleh filsafat modern, menjadi psikologi.

Para filsuf Muslim, mulai al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Rusyd, Ibn Miskawayh, Ibn Khaldun membaca karya-karya Aristoteles melaui bahasa Siriak, serumpun dengan bahasa Ibrani, terjemahan dari Yunani. Lalu karya itu diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.

Orang-orang Barat masa pencerahan, 500 tahun lalu kembali membaca Aristoteles lewat karya-karya filsuf Muslim. Kita semua mewarisi ilmu kuno Aristoteles lewat berbagai terjemahan dan sudah menjadi ilmu-ilmu lain yang sudah Anda pelajari selama S1, S2, dan S3.

Baiklah kita baca Nichomecian Ethic. Ethika Nichomacus. Buku tentang kebaikan dan kebahagiaan ini.

Saya akan baca dua bab saja, dari sepuluh bab yang ada.

Buku ini membahas tentang prinsip manusia hidup. Menurut Aristoteles manusia hidup itu bertujuan untuk bahagia, berkembang, makmur dan berkecukupan. Dalam bahasa Yunani kuno disebut uedomania. Biasanya dalam bahasa Arab disebut Sa’adah. Dalam bahasa Indonesia disebut bahagia. Dalam bahasa Inggris disebut happiness. Happy, bahagia, dan senang. Dalam bahasa Jawa biasanya orang menyebut, selamet. Bukan senang. Bukan kesenangan tetapi keselamatan.

Anda ingin bahagia?

Anda ingin selamat?

Doa kita allahumma inna nas’aluka salamatan fiddin, afiyatan fil jasadi…artinya eudomania. Kebahagiaan.

Manusia hidup menghadapi kenikmatan, penderitaan, godaan, dan tantangan. Maka Aristoteles mengembangkan apa itu bahagia. Pada bab pertama dia bahas khusus tentang kebaikan, menjadi baik. Bagaimana manusia menjadi baik dan berbuat kebaikan.

Dokter menjadi dokter yang baik kalau ia menyembuhkan penyakit. Pilot atau nahkoda menjadi baik kalau bisa menyetir kapal, pesawat, mobil, atau motor dengan selamat. Anda menyetir bukan? Ingin baik dan selamat itulah tujuan hidup.

Menjadi baik itu terkait dengan keutamaan, atau virtue, bahasa Arabnya fadilah. Itu merupakan sifat baik, atau kebaikan dalam tingkah dan sikap. Kebaikan mengarah pada kebahagiaan.

Kebaikan di dapat dari sifat baik yang kita pegang dan lakukan. Jika kita ingin bahagia, jadilah baik. Sepertinya sederhana, tetapi bagaimana menjadi baik?

Bagaimana cara menjadi sarjana yang baik? Manusia yang baik? PNS yang baik? Politisi yang baik? Pemimpin yang baik? Bupati yang baik? Pengusaha yang baik? Bapak dan ibu rumahtangga yang baik? Suami dan istri yang baik?

Jika gurunya Plato selalu merujuk pada Forms, atau Examplar, bahwa ada model kebaikan di langit yang lebih baik daripada di bumi ini, Aristoteles mengatakan bahwa kebaikan itu ya yang ada di bumi ini. Kita melakukan kebaikan itulah baik. Jika ingin bahagia berbuatlah baik, tanpa menunggu yang ada di langit. Kita pahami apa yang membuat baik, dan kita melakukannya dengan baik. Itulah bahagia. Bahagia adalah melakukan kebaikan setiap hari.

Contohnya di Yunani kuno dulu, menjadi pemain seruling yang baik, yaitu memainkan alat suling dengan meniup dengan sebaik-baiknya. Itulah kebahagiaan, dari kebiasaan menjadi baik. Menjadi tukang kayu yang baik, yaitu bekerja dengan baik untuk menghasilkan karya (meja atau kursi) terbaiknya, untuk para pelanggannya. Itulah kebahagiaan.

Kita sudah tahu dalam jiwa kita tentang kebaikan, tinggal kita melakukannya. Dalam logika berfikir, ratio (nous), jiwa (psi), dan dari berlatih setiap hari, kita bisa mencapai kebaikan. Kebaikan itu adalah kebiasaan (habit/telos) yang akan membentuk karakter kita (akhlak). Kebaikan itu bisa kita usahakan setiap hari, karena itu berbuatlah baik dalam segala hal dalam keseharian.

Kebaikan kita akhirnya akan menjadikan kita menjadi bijak (hikmah/Sophia), karena dengan menjalani yang kita anggap baik, kita akan mendapatkan pemahaman (pengetahuan, atau logos).

Itu isi bab pertama dari Nichomechean Ethic.

Pada bab dua, kita dapati bagaimana menjalani kebaikan lewat kebiasaan. Dalam Yunani ada istilah ethos, moral atau karakter. Itu terbentuk karena setiap hari melakukan perbuatan yang sama, sebaik-baiknya.

Ada hal yang akhir-akhir ini dikembangkan oleh pemerintah kita, moderasi. Di sini Aristoteles membagi beberapa perilaku yang sedang-sedang saja, dengan pertimbangan akal manusia. Jalan tengah. Misalnya jika kita tidak berani melangkah, itu pengecut, tidak berani menghadapi masalah, tidak berani mengambil keputusan, tidak berani berbuat, tidak berani mengejar cita-cita. Itu penakut juga. Tetapi jika kita terlalu berani tanpa perhitungan itu sembrono. Tanpa berfikir lurus, tanpa kehati-hatian, tanpa menimbang bahaya diri dan orang lain. Maka Aristoteles menasihati kita untuk moderat (temperance), berani pada waktunya dan tempatnya, dan menahan diri jika perlu. Sikap moderat ini perlu untuk menjaga rasionalitas, akhlak, dan karakter manusia.

Jika kita mengambil kesenangan semuanya dan asal senang, melakukan apa maunya adalah hedonis, royal atau obral. Tetapi jika kita sama sekali tidak melakukan apa yang membuat kita senang itu kita tidak merasakan apa-apa (numbness). Maka kita ambil jalan tengah, lakukan yang membuat Anda bahagia, tetapi jangan berlebihan. Itulah moderat.

Jadi moderasi, jalan tengah sudah ada dalam filsafat Yunani dua ribu lima ratus tahun yang lalu. Yaitu menjaga diri, kebiasaan, perbuatan, dari berlebihan. Tidak terlalu pelit, tidak obral. Mengejar mimpi, dan berambisi, tetapi menahan diri dari pelanggaran-pelanggaran etika, moral, dan hukum. Itulah kebaikan dan itulah kebahagiaan.

Sikap moderat, saya kira, kita temui dalam banyak budaya, termasuk budaya Indonesia.

Dalam buku Ethika Nichomacus dibahas tentang banyak hal terutama akhlak atau moral karakter, yang sangat penting bagi individu dan bangsa ini. Akhlak individu dan akhlak bangsa, masayrakat, dan orang banyak. Keadilan juga menjadi pembahasan pada bab lima, apa itu adil dan fair.

Kebijaksanaan atau Sophia, bagaimana kita menjadi bijak setiap hari. Menjadi baik dan bijak, dengan menjalani nilai utama. Kemudian dibahas pula tentang menahan diri, tidak melakukan keburukan dan kejahatan, tidak merusak diri dan manusia lainnya. Tidak tergoda hal-hal yang buruk.

Yang tidak kalah penting adalah tema tentang persahabatan, bagaimana persahabatan berdasarkan kebaikan, bukan kepentingan dan bukan semata kenikmatan.

Intinya buku Nichomechean Ethics berbicara tentang kebaikan dan menjadi baik untuk meraih kebahagiaan.

Anda semua saya harapkan membaca buku-buku klasik, kuno yang berdebu. Cobalah terjemahannya kalau tidak aslinya. Syukur-syukur belajar bahasa Arab, Inggris, Latin, dan bahasa-bahasa lain. Pengetahuan membuat Anda bijak, menahan diri, baik, dan tidak terjerumus.

Semoga Anda menjadi sarjana yang baik, melakukan kebaikan, mempunyai akhlak mulia, dan menjadi bahagia. Amin.

UIN Sunan Kalijaga untuk bangsa, UIN Sunan Kalijaga Mendunia

اِنْ اَحْسَنْتُمْ اَحْسَنْتُمْ لِاَنْفُسِكُمْ ۗوَاِنْ اَسَأْتُمْ فَلَهَاۗ فَاِذَا جَاۤءَ وَعْدُ الْاٰخِرَةِ لِيَسٗۤـُٔوْا وُجُوْهَكُمْ وَلِيَدْخُلُوا الْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوْهُ اَوَّلَ مَرَّةٍ وَّلِيُتَبِّرُوْا مَا عَلَوْا تَتْبِيْرًا