Perlunya Otonomi dan Daya Pendidikan (Prof. Dr.Phil Al Makin Guru Besar Fakultas Usuluddin dan Pemikiran Islam)

SEMANGAT reformasi adalah desentralisasi, pembagian otoritas. Kewenangan diratakan sesuai dengan distribusi pembagian kerja dan fungsi yang adil.

Kekuasaan tidak lagi terpusat pada satu titik atau satu tangan saja. Kewenangan tersebar di beberapa kantor. Itulah desentralisasi.

Sedangkan sentralisasi adalah sebaliknya, semua kuasa terpusat pada satu tempat, lembaga, kantor, atau satu orang.

Indonesia pada 1998 sebagai penanda awal masa reformasi, sepertinya trauma pada kekuasaan yang terpusat pada satu orang kuat, sentralisasi. Maka reformasi adalah pemerataan, kesetaraan, kesejajaran, dan kewajaran.

Reformasi adalah desentralisasi dan otonomi masing-masing daerah dan bidang. Chek and balance demokrasi yang sehat berasal dari situ.

Masyarakat, pemerintahan, dan sistem diharapkan berjalan dengan wajar tanpa penyimpangan-penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang.

Semangat demokratisasi ditandai dengan Pemilu langsung untuk pusat dan Pilkada untuk daerah. Sistem yang terbuka dan mudah diakses dan dievaluasi diharapkan lahir dari situ.

Tingkat provinsi dan kabupaten diberi otonomi. Mulanya cukup semangat, tetapi praktiknya dengan adanya digitalisasi, kembali lagi terjadi sentralisasi.

Informasi, administrasi, dan birokrasi terpusat lagi ke satu titik yang mengendalikan. Chek dan balance kok rasanya kurang berjalan.

Elite terlalu kuat. Kelas menengah melemah. Kelas akar rumput bertambah secara kuantitas, dikendalikan langsung oleh elite.

Begitu juga dalam bidang pendidikan, seperti juga bidang-bidang lainnya. Dalam bidang pendidikan desentralisasi bahkan belum pernah dirasakan wujudnya.

Pendidikan ditarik segala administrasi, birokrasi, dan kebijakannya ke pusat. Kampus-kampus, sekolah-sekolah, lembaga-lembaga pendidikan dengan mudah dikendalikan dari pusat.

Independensi dan otonomi tak terasa baik dalam pendidikan itu sendiri ataupun masing-masing lembaga pendidikan. Terjadi sentralisasi dalam bidang pendidikan. Dus, pendidikan butuh otonomi yang layak.

Rasa-rasanya, pendidikan seakan menjadi alat untuk memperkuat atau propaganda tertentu. Kok rasanya sering terjadi.

Pendidikan belum mandiri dan belum memandirikan. Guru, dosen, para pekerja pendidikan lebih banyak menerima perintah, dikontrol, dikendalikan dan seakan-akan kembali lagi pada masa pra-reformasi.

(Artikel ini telah tayang di Kompas.com 30/09/2024 dengan judul "Perlunya Otonomi dan Daya Pendidikan",)