Mudik Virtual
Thoriq Tri Prabowo (Dosen Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga)
Di Muat di SKH. Kedaulatan Rakyat Edisi Jumat, 22 Mei 2020
CORONAvirus disease 2019 (Covid-19) bukan hanya meluluhlantakkan hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Kali ini juga membuat suasana Ramadan dan Idul Fitri menjadi sangat berbeda. Kondisi yang ’semrawut’ bukan hanya membuat virus tidak ada tanda-tanda akan segea hengkang. Bahkan, diprediksi virus ini akan mencapai puncaknya pascamusim mudik Lebaran, apabila warga abai terhadap protokol kesehatan ’jaga jarak’ yang ditetapkan pemerintah.
Bulan Ramadan yang sarat aktivitas keagamaan kolektif pun tidak lagi terjadi. Buka bersama, salat berjemaah, tarawih di masjid tidak ada dan tausiyah, tadarus dan sebagainya diimbau untuk dilakukan secara personal atau sebatas dengan keluarga saja di kediaman masing-masing, terlebih mereka yang berada di zona merah. Imbauan juga dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhammadiyah. Tujuannya tidak lain ialah untuk menekan persebaran virus Korona.
Meski centang perentang aturannya, aktivitas kultural mudik Lebaran pun sudah dilarang pemerintah. Mudik Lebaran akan membuat sirkulasi manusia terjadi dengan sangat masif sehingga dikhawatirkan persebaran Covid-19 juga akan semakin meluas. Padahal mudik, secara kultural merupakan simbol untuk kembali ke jati diri manusia yang suci atau fitri.
Terdapat pula di dalamnya kegiatan bersilaturahmi ke rumah saudara dan tetangga untuk saling memohon maaf. Ada pula yang mengatakan bahwa mudik ini berkaitan dengan keperluan silaturahmi ataupun menjalin komunikasi.
Sekaligus memperdalam kesalehan sosial. Karena melalui mudik seseorang akan menyeimbangkan hubungannya dengan Tuhan dan sesama manusia. Di tengah persebaran pandemi ini, keinginan seseorang untuk mudik juga diuji. Mudik memang mampu merekatkan silaturahmi, namun di tengah pandemi ini justru dapat berpotensi membawa petaka. Alih-alih meraih kesalehan sosial yang diidamkan, kenekatan mudik bisa berakibat fatal.
Saat ini, seseorang justru dianggap menyayangi diri, keluarga dan lingkungannya apabila tidak melakukan perjalanan kultural bernama mudik tersebut. Kendati berat memang itulah yang terbaik menurut protokol kesehatan dan keamanan. Teknologi informasi dan komunikasi yang semakin canggih memungkinkan seseorang untuk mudik secara virtual. Banyak platform media sosial (medsos) dan aplikasi pengiriman pesan yang menawarkan layanan untuk bertatap muka secara daring.
Medsos yang selama ini dianggap sebagai media hiburan semata mungkin bisa jadi akan benar-benar menjadi media untuk bersosialisasi apabila digunakan dengan memperhatikan beberapa hal. Ada pula aplikasi pertemuan virtual yang kini marak digunakan untuk rapat, seminar atau pembelajaran secara daring.
Beberapa perangkat tersebut tentu bisa digunakan untuk berkomunikasi secara dua arah secara kolektif. Fenomena Covid-19 yang tidak pernah diperkirakan akan mengacaukan kehidupan manusia sampai sejauh ini memang membuat seseorang harus bersiap dengan segala kemungkinan perubahan. Salah satunya ialah beradaptasi dengan segala sesuatu yang serba terbatas dan mengutamakan esensinya.
Pandemi Covid-19 yang hadir saat ini tidak lain salah satunya ialah untuk menguji proses silaturahmi yang di dalamnya mencakup solidaritas atau kepedulian terhadap sesama. Silaturahmi di era pandemi tetap bisa dilakukan tanpa harus bertatap muka dengan orang lain. Teknologi membuat siapa pun bisa melakukan komunikasi dengan memperhatikan prinsip physical distancing.
Memanfaatkan teknologi seperti medsos dan aplikasi pertemuan virtual menjadi salah satu alternatif silaturahmi di tengah pandemi ini. Silaturahmi yang terhalang jarak dan waktu kini bisa dilakukan melalui perangkat teknologi. Dengan mudik virtual, hantu kemacetan di jalan raya tidak akan ditemui. Melalui mudik virual, selain silaturahmi tetap terjaga juga bisa menekan persebaran pandemi Covid-19. Tentu, kehadiran pemerintah melalui Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik ini perlu menjadi perhatian bersama untuk mengawal proses mudik virtual di tengah pandemi Covid-19.